Sharing Pengalaman Menghasilkan Uang (2)

Thursday, October 23, 2014

Sebelumnya saya telah menulis tentang Sharing Pengalaman Menghasilkan Uang bagian 1 disini. Sekedar berbagi, bahwa dari kisah yang terjadi sehari-hari, asalkan kita peka menangkapnya menjadi sebuah momen berarti, kemudian menuliskannya, maka akan menjadi rezeki untuk kita.
Inilah yang saya lakukan. Setelah belajar menjadi penulis Jon Koplo (julukan yang diberikan oleh suami karena beberapa kali tulisan saya dimuat di rubrik “Ah Tenane” Solopos), saya pun menuliskan kisah lucu lainnya ke media yang lain. Kali ini Reader’s Digest lah sasarannya.
Cerita lucu saya yang dimuat disana bercerita tentang kelucuan Amay, putra pertama saya. Anak itu sedang lucu-lucunya kalau bicara. Kadang memang saya tuliskan di status facebook, tapi ada juga yang saya kirim ke media.
Ada tiga rubrik yang bisa disasar disana, yaitu Humoria, HahaHihi, kemudian 9 to 5. Untuk rubrik terakhir, yaitu 9 to 5, lebih dikhususkan untuk candaan yang terjadi di tempat kerja. Untuk lebih jelasnya, supaya ada bayangan tulisan-tulisan yang dimuat disana, teman-teman bisa membeli majalah ini dengan harga Rp 25.000,-. Majalah ini terbit bulanan yaa..
Pokoknya, kalau teman-teman punya kisah lucu, menggelikan, atau memalukan, kirim saja ke RDI (Reader’s Digest Indonesia). Syaratnya, tidak lebih dari 100 kata, dan cerita belum pernah dipublikasikan. Imbalannya, lebih besar dari yang “itu”. Dua kali lipatnya, tapi itu nilai sebelum dipotong pajak dan biaya transfer yaa.. Yah, pokoknya lumayan besar lah.
Oya, asiknya, majalah ini profesional sekali. Apabila kisah kita dimuat, kita akan mendapatkan bukti terbitnya, dilampiri sebuah surat yang bisa kita isi untuk pengiriman honor. Jadi nggak perlu nagih-nagih lagi. Asik kan?
Jadi tunggu apa lagi? Ayo ingat-ingat peristiwa lucu yang pernah teman-teman alami, tulis, lalu kirimkan ke alamat email Redaksi Reader’s Digest Indonesia: editor.rd@feminagroup.com
Read More

Enam Tahun Ibu

Friday, October 17, 2014

Oktober datang, hujan pun menyambang. Dan tiap kali rerintik itu menyapa bumi, yang kuingat adalah sosok almarhumah ibu tersayang.

Seperti lagu yang dilantunkan Opick bersama Amanda, Satu Rindu, rindu ini pun menderu-deru. Persis sama dengan yang Opick tulis dalam liriknya, saya pun memohon pada-Nya, pada Sang Pencipta;

"Allah, ijinkanlah aku
Bahagiakan dia
Meski dia t'lah jauh
Biarkanlah aku, berbakti untuk dirinya"

"Terbayang satu wajah, penuh cinta
Penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan..."





Kenangan indah bersama ibu, bertebaran dalam memori saya. Setiap mengingatnya, rasanya sakit sekali hingga berlinangan air mata penuh penyesalan. Andai bisa sekali saja menarik waktu, saya ingin mengulang masa lalu untuk bisa memperbaiki semuanya, sehingga bisa membuat beliau bangga dan bahagia memiliki saya sebagai putrinya.

Pengorbanan ibu tak pernah putus, bahkan hingga beliau menutup mata. Saya ingat betul, dulu sewaktu saya duduk di bangku kelas 3 SD, kebetulan saya selalu mendapat ranking 1. Ibu, yang teramat bangga dengan prestasi saya, berinisiatif membelikan sepatu baru seusai saya menempuh Ulangan Umum Caturwulan 3. Katanya dalam bahasa jawa, siapa tahu nanti Arin dapat juara lagi, malu kan kalau pas dipanggil ke depan saat penyerahan hadiah kelihatan sepatunya mangap?  Duh, kalau mengingat saat itu, rasa sesal semakin dalam karena saya tidak bisa menjadi apa yang beliau inginkan.

Pengorbanan lain yang lekat dalam ingatan, tiap malam beliau "beroperasi" memasuki kamar-kamar kami. Dan paginya, kami menyadari, goresan di dinding yang berasal dari darah nyamuk-nyamuk pun bertambah. Iya, ibu selalu melakukannya setiap malam. Memeriksa apakah ada nyamuk yang kurang ajar menggigiti anaknya? Ibu, mengesampingkan rasa kantuknya demi kami.

Ada banyak lagi kenangan bersamanya yang tak kan selesai dituliskan. Satu yang pasti, "Hanya di pangkuan ibu, semua gundah, gelisah, dan amarah akan punah. Hanya dalam pelukan ibu, empedu akan terasa bak madu." 

Hari ini, enam tahun sejak kepergiannya, Jum'at 17 Oktober 2008 lalu. Perasaan saya sejak pagi tadi, antara sedih, rindu, juga haru. Saya merindukan sesi curhat bersamanya. Saya merindukan belaian lembut tangannya yang kasar karena bekerja keras, di kepala dan punggung saya. Ingin sekali saya katakan padanya, "Ibu, sebentar lagi cucumu akan bertambah satu. Andai ibu masih ada, tentu ibu bisa menemaniku disaat persalinan nanti. Memberiku semangat, kekuatan, juga do'a."

Sekarang ini, yang bisa saya lakukan hanyalah berdo'a, supaya Allah menyayanginya, mengharamkan api neraka menyentuhnya, mengampuni dosanya, melapangkan kuburnya, dan berkenan mempertemukan kami kelak di jannah-Nya. Aamiin...

Read More

Mustofa: Oleh-oleh Dari Majalengka

Thursday, October 16, 2014

Siapa yang tahu apa itu Mustofa? Bukan, ini bukan nama orang yaa. Ini nama makanan. Hehe..kedengarannya lucu ya? Saya saja sampai susah menahan tawa saat mendengarnya.

Lalu makanan seperti apa sih Mustofa itu? Ternyata, ini makanan kesukaan suami saya. Kami sih biasa menyebutnya kering kentang balado. Namun di Majalengka sana, makanan seperti ini lebih dikenal dengan nama Mustofa. Entahlah bagaimana sampai dinamakan Mustofa. Mungkin, dulunya ada yang menjual makanan ini dengan merk Mustofa. Atau mungkin juga Pak Mustofa-lah yang pertama kali menemukan resep makanan enak ini.



Seperti yang saya jelaskan di atas, Mustofa ini sebenarnya adalah kering kentang balado. Jadi jelas bahan baku utamanya adalah kentang.

Saat hajatan pernikahan adik ipar saya hari minggu lalu, Mustofa menjadi salah satu makanan yang disajikan. Saat saya mencicipi, saya langsung berkata pada Mama mertua, "Mama, Arin mau ini. Besok arin bawa ke Solo yaa.." Hehe..habis enak sih. Alhamdulillah, masih ada sisa sehingga saya bisa membawanya. Lumayan buat cemilan atau tambahan lauk. Suami saya, jangan ditanya deh, sepiring pun habis olehnya sendiri.

Kata Mama, yang membuat Mustofa ini renyah adalah karena bahan bakunya yang merupakan kentang pilihan. Kentangnya adalah kentang yang berasal dari daerah Dieng. Iseng saya browsing, apa sih keunggulan kentang Dieng dibanding kentang lainnya? Ternyata, selain ukurannya yang relatif lebih besar, kadar air kentang Dieng juga lebih tinggi sehingga kentang Dieng memiliki daya tahan yang lebih baik. Selain itu, kadar karbohidrat dan gulanya juga rendah.

Cara membuatnya sih sama seperti membuat kering kentang balado yang lain. Iris kentang kecil-kecil, goreng hingga benar-benar garin, lalu masukkan ke dalam bumbu balado yang sudah disiapkan. Aduk deh sampai rata.

Nah, siapa yang mau makanan ini? Hehe, datang saja ke hajatannya orang Majalengka, hihi, siapa tahu ada menu ini di hidangannya. :D


Read More

Jodoh Pasti Bertemu

Friday, October 3, 2014

Pernah denger lagunya Kangmas Afgan yang judulnya “Jodoh Pasti Bertemu” kan? Percaya atau tidak? Katanya, jodoh harus dikejar. Jadi, percaya yang mana nih? Menunggu atau mencari? Hehe.. Saya sih percaya dua-duanya.

E tapi, jodoh itu nggak cuma soal PH alias pendamping hidup loh. Cari tanah atau rumah, juga tergantung jodoh. Kalau nggak berjodoh, mau punya uang sebanyak apa juga nggak akan termiliki. Sama aja dengan, jatuh cinta dengan rumah yang kayak gimana, tapi kalau uangnya nggak ada juga cuma bisa gigit jari. *Eh, lha koq jadi curhat? :p

Pekerjaan pun begitu. Dan masih banyak hal lainnya yang tergantung jodoh, termasuk tulisan. Kalau teman-teman menggeluti dunia tulis-menulis, pasti sudah paham lah ya...

Saya mengalaminya. Sebagai penulis pemula, benar-benar pemula, saya belajar dari banyak orang. Kata teman-teman, yang perlu kita lakukan untuk menjadi penulis adalah, menulis, menulis, dan menulis, lalu membaca. Kalau membaca, itu memang hobi saya. Tapi menulis, meskipun bagi sebagian orang merupakan pekerjaan yang remeh temeh, bagi saya ini adalah kegiatan yang susah susah gampang. Iya, karena saya masih sering merasa kesulitan untuk menuangkan apa yang saya pikirkan menjadi sebuah tulisan yang enak dibaca.


Singkatnya, suatu hari muncullah sebuah ide di kepala untuk dijadikan cerita pendek. Nah, penyakit saya adalah, sulit menciptakan ending yang berkesan. Tapi entah mengapa kali itu saya mengeksekusi dengan cukup mudah. Mungkin karena ini cerita anak, dan saya terbiasa mengarang cerita untuk Amay, jadi sedikit mudah bagi saya menyelesaikan ceritanya. 

Saya pun merasa percaya diri untuk mengirimkan cernak saya itu ke sebuah koran. Menurut saya, cerita yang saya buat memiliki amanah atau pesan yang positif untuk membangun karakter seorang anak. Menurut saya loh yaa...dan karena itu saya pun harap-harap cemas menanti kabar dari koran tadi. Cerita saya kirimkan melalui email. Seminggu, dua minggu, tiga minggu, saya setia menanti kabar. Namun, tidak juga ada tanggapan. Saya pun menanyakan nasib naskah cernak saya tadi, akan tetapi sayangnya pihak koran tersebut kurang interaktif. Email saya didiamkan, hiks hiks. Lalu apakah saya menyerah? No!! Saya kembali mengirimkan email ke koran tersebut, namun kali ini isinya tentang niat saya menarik kembali naskah yang telah saya kirim.

Baiklah, akhirnya saya kabur dari koran tadi. Huhuhu, tahu kan rasanya dicuekin? Tapi ya, bukan Arin namanya kalau langsung menyerah. Berbekal rasa percaya diri bahwa cernak yang saya buat itu bagus, wehehehe, akhirnya saya kembali mengirimkannya. Kali ini ke sebuah lomba. Ups, tapi ternyata ada batasan karakter di persyaratannya. Ya, terpaksa deh, mengedit lagi. Saya potong beberapa bagian, dan saya efektifkan kalimat demi kalimat di dalamnya, sehingga cerita anak yang tadinya sepanjang empat halaman, kini menjadi dua halaman saja. Mudahkah? Tentu tidak! Saya butuh waktu seminggu hingga akhirnya benar-benar mantap untuk mengirimkan naskah itu ke email panitia lomba.

Wis, saat itu saya cuma bisa berdo'a lalu pasrah. Tiba di hari pengumuman yang dijanjikan, ternyata panitia mengumumkan bahwa pengumuman pemenang diundur satu bulan karena jumlah naskah yang masuk lebih dari 1000. Wow, makin jiper saya. Apalagi saya tahu bahwa saingan-saingan saya beuraaattt... Rata-rata mereka adalah penulis yang sudah sering nangkring di majalah anak. 

Saya terus berdo'a. Masih ada satu bulan kan untuk melangitkan harapan? Dan Alhamdulillah, di hari yang dijanjikan, pemenang pun diumumkan. Saya termasuk di dalamnya, meskipun hanya juara harapan. Hehe...akhirnya, keyakinan saya terbukti. Tulisan saya ada pesan moralnya, dan layak untuk ditampilkan. Ini kembali meningkatkan rasa percaya diri.

Selanjutnya, saya masih menunggu jawaban dari naskah-naskah yang telah saya tulis dan saya kirimkan. Saya tahu di luar sana persaingan teramat ketat. Banyak penulis yang bermunculan dengan ide dan karya-karya yang luar biasa. Tapi kalau saya tidak bertekad untuk menang dari mereka, ya saya akan begini-begini saja. Iya kan? :D


Read More

Kisah Dibalik Mukena Putih

Thursday, October 2, 2014


Tiap kali melihat mukena terusan berwarna putih, hati saya tergetar. Ingatan saya berlari ke masa dua puluh tahun silam. 

Saat itu, usia saya baru enam tahun. Mbah (nenek dari pihak bapak), mengajak saya ikut ke pengajian yang terletak di desa seberang. Benar-benar seberang, karena untuk mencapai desa itu saat itu kami harus menyeberangi sebuah sungai.

Sebelumnya, Mbah meminta ijin pada ibu untuk "meminjam" saya sebagai teman perjalanan. Ibu mengijinkan, tentu saja. "Kasihan Mbah kalau tidak ada teman," begitu yang selalu diucapkannya. 

Setelah bersiap-siap, kami pun berangkat. Mbah tak lupa membawa jarik (kain/selendang) berwarna merah, untuk menggendong saya sewaktu-waktu saya lelah berjalan. Detail warna dan motif jarik itu masih saya ingat dengan jelas.

Benda lain yang juga dibawa adalah sebuah payung berukuran besar, karena hari terlihat sedikit mendung. Selain itu, ada sedikit makanan kecil yang disimpan di tas pengajiannya.

Kami berjalan pelan-pelan pagi itu, melintasi jalan-jalan sempit di antara pesawahan. Sesekali Mbah bertanya, "Kesel po ra? (Capek tidak?)", dan Mbah pun mengajak saya berhenti sejenak untuk beristirahat sambil menyantap bekal.

Kami hampir mencapai sungai ketika hujan mulai turun rintik-rintik. Gemuruh aliran air makin jelas terdengar. Mbah membuka payung dan mengeluarkan jarik merah dari tasnya untuk digunakannya menggendong saya.

Tiba di tepi sungai, Subhanallah...banjir. Air berwarna keruh seperti kopi susu mengalir di depan kami. Saya yang saat itu hanya setinggi perut Mbah, mendongak ke atas, menatap wajah Mbah. "Akankah perempuan kecil yang sudah sepuh ini mundur, lalu mengajakku pulang?"

Ternyata tidak. Dikencangkannya jarik yang mengikat saya dengan tubuhnya itu. Dipegangnya payung besar dengan tangan kanan. Dilepasnya sandal, lalu dipegangnya dengan tangan kiri, sembari tangan kiri itu memastikan saya aman di gendongannya. Bismillah, kakinya siap melangkah menembus air keruh yang tingginya mencapai dadanya.

Saya menahan tangis, ngeri dan takut kalau-kalau kami hanyut. Apalagi jika ingat cerita ibu bahwa di sini, di kali yang kami seberangi ini, ada ikan sebesar mesin jahit yang siap menyantap anak kecil yang bermain di sana. Tentu cerita ibu itu hanya untuk menakut-nakuti saya agar tidak bermain di sungai tanpa sepengetahuan orang tua. 

Tiba-tiba, Mbah terpeleset, hampir jatuh. Sebuah sandal di tangan kirinya lepas, hanyut terbawa air. Mbah mencoba menjangkau sandal itu dengan tangan kirinya yang masih memegang satu sandal yang lain. Namun menyadari bahwa ini tidak akan berhasil, beliau merelakan sandal kesayangannya itu.

Kami basah kuyup, tidak saja karena terkena air hujan dari atas, tapi juga karena air sungai yang setinggi dada Mbah. Rasanya, payung itu jadi tidak berguna sama sekali.

Tak lama kemudian, akhirnya kami bisa mencapai tepi desa seberang. Bersyukur sekali saya saat itu. Tapiii, tas pengajian Mbah yang berusi Al-Qur'an dan mukena, basah. Begitu juga baju kami berdua. Akhirnya, Mbah memutuskan untuk menjemur mukenanya di dahan pohon yang terletak di tepi sungai. Jaman dulu, mukena dijemur di tepi sungai tanpa ditunggu pun tidak hilang, hehe..


Sungai
Sungai ini yang kami seberangi kala itu
 
 
Mukena terusan berwarna putih polos itu, menjadi saksi perjuangan kami menaklukkan derasnya sungai. Saksi perjuangan Mbah yang berniat menuntut ilmu.

Setelah selesai menjemur mukena, kami melanjutkan perjalanan melewati ladang dan sawah, menuju rumah kakak perempuan Mbah. Disana, Mbah mengganti pakaiannya, meminjam baju kakaknya. Masjid tempat pengajian ada tepat di sebelah utara rumah kakak perempuannya itu. Saya, dipinjami pakaian ganti oleh sepupu saya yang juga tinggal di samping rumah kakak perempuan Mbah. 

Rasanya, perjalanan kami hari itu, antara mengerikan sekaligus mengharukan. Betapa perjuangan Mbah untuk mencari ilmu sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat sangat patut diteladani.

Dan hari ini, di 16 tahun kepergiannya, saya bersaksi bahwa Mbah adalah teladan yang sholihah. Beliau membagi ilmu dengan ikhlas, mengajar mengaji seluruh anak-anak kecil di kampung saya tanpa pernah meminta imbalan. Beliau juga selalu bersemangat menimba ilmu, hingga ke tempat yang jauh, meskipun untuk mencapai tempat itu beliau hanya mengandalkan kedua kakinya. Masya Allah :)





Read More

Super Gizi Qurban; Memuliakan Anak Yatim dengan Daging Qurban

Wednesday, October 1, 2014

Tiba-tiba hari ini saya teringat sebuah catatan yang ditulis oleh Pakde beberapa waktu setelah Uti (nenek) meninggal. Disitu beliau bercerita, dulu, sebagai anak yatim, mereka sering mengeluh. "Ibu, kenapa setiap hari kita makan daun-daunan terus. Seperti ulat saja," begitu kurang lebih suara rengekan anak-anak Uti setiap hari. Lalu Uti menjawab, "Le, memang sekarang kita seperti ulat yang setiap hari makan daun. Tapi kalian harus ingat, ulat itu kelak akan berubah menjadi kupu-kupu, sebagai buah dari kesabarannya."

Dulu, di tahun 1980-an, makan daging sapi adalah hal yang amat mewah. Bisa makan daging ayam saja sudah Alhamdulillah. Itu pun harus mengorbankan peliharaan. Keluarga Uti pun begitu. Bahkan, daripada ayamnya disembelih untuk dimakan, lebih baik ia dijual sehingga uangnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain. Anak-anak Uti saat itu masih kecil-kecil, kebutuhan pangan dan pendidikan pun tidak bisa dihindari. Sandang, sudah masuk kebutuhan sekunder bagi mereka.

Namun seperti janji Allah yang telah mengistimewakan anak yatim, do'a-do'a Uti dan anak-anaknya diijabah. Kini, Pakde, Om, juga Bulik, sudah menjadi "orang", mereka telah sukses dalam karirnya. Dari sini saya kemudian diingatkan, jangan main-main dengan anak yatim. Sayangi mereka. Penuhi hak-haknya. Keistimewaan anak yatim terlihat dalam beberapa firman Allah. Salah satunya dalam QS. Al-Ma'un : 1-3 yang berbunyi, "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin." 

Dalam ayat yang lain, "Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap pengemis janganlah menghardik." (QS. Ad-Dhuha: 9-10)

Rasulullah SAW pun bersabda: "Aku dan pengasuh anak yatim berada di Surga seperti ini, (beliau memberi isyarat dengan mendekatkan jari telunjuk dan jari tengahnya)". Dalam hadits yang lain: "Apakah kamu suka jika hatimu menjadi lembut serta terpenuhi segala keinginanmu? Sayangilah anak yatim, usaplah kepala mereka, serta beri makanlah mereka dari makananmu, niscaya hatimu akan lembut dan terpenuhi segala keinginanmu." (H.R. al-Thabraniy dari Abu Darda)

Uti ditinggalkan Mbah Kakung (kakek) di usianya yang masih muda. Setelah Mbah Kakung pergi, Uti harus berjuang menghidupi delapan anak yatim seorang diri. Empat laki-laki dan empat perempuan (salah satunya adalah ibu saya). Uti, dalam kesulitannya menjalani peran sebagai seorang janda, telah mengantarkan ulat-ulat kecil itu menjadi kupu-kupu yang terbang tinggi dengan sayapnya sendiri. 

Saat itu, perhatian terhadap anak yatim masih minim. Beruntung sekali di zaman sekarang ini, kesadaran untuk saling membantu sudah semakin tumbuh. Banyak yayasan yang didirikan untuk memfasilitasi orang-orang yang ingin menyalurkan zakat, infaq, dan shodaqohnya.

Seperti yayasan Yatim Mandiri, lembaga non profit yang fokus membantu anak-anak yatim. Hanya anak-anak yatim ya. Mengapa anak piatu tidak masuk kriteria? Atau kaum dhuafa misalnya? Karena, anak piatu tentu masih mempunyai ayah yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah. Sementara untuk dhuafa, terkadang kriteria dhuafa bisa berbeda-beda, sehingga dikhawatirkan bantuan yang diberikan akan salah sasaran. Menyadari bahwa santunan dana adalah amanah yang berat, maka Yatim Mandiri berusaha untuk menjaga amanah itu sebaik-baiknya.

Nah, beberapa hari lagi kita akan merayakan Idul Adha atau Idul Qurban. Yatim Mandiri juga mempunyai program yang bernama SGQ (Super Gii Qurban). SGQ adalah program untuk menyempurnakan kemanfaatan daging qurban dalam bentuk sosis. Langkah ini diambil untuk menjamin pendistribusian daging qurban sampai daerah-daerah pelosok, yang lebih membutuhkan daya tahan yang lama.

pendistribusian SGC

Dalam tinjauan syar'i, hal ini bukanlah masalah. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, dari Aisyah ra, beliau berkata: "Dahulu kami biasa mengasinkan (mengawetkan) daging udhiyyah (daging qurban) sehingga kami bawa ke Madinah. Tiba-tiba Nabi bersabda, 'Janganlah kalian menghabiskan daging qurban hanya dalam waktu tiga hari'". (HR. Bukhori-Muslim)

Keuntungan Super Gizi Qurban:
1. Sesuai syari'ah
2. Praktis dan higienis
3. Sarana peningkatan gizi anak yatim dhuafa
4. Distribusi hingga pelosok negeri
5. Tahan lama hingga 2 tahun meskipun tanpa pengawet
6. Sarana optimalisasi CSR untuk perusahaan

Pendistribusian SGC

Untuk Anda yang ingin berqurban melalui Yatim Mandiri, berikut harga paket qurban yang disediakan:
1 ekor sapi: Rp 12.600.000,-
1/7 ekor sapi: Rp 1.800.000,-

Mari berlomba-lomba menjalankan kebajikan. :)


Read More

Tips Membawa Anak ke Bioskop



Setelah menikah dan mempunyai anak, saya jarang sekali memiliki waktu berdua dengan suami. Tidak pernah malah. Ini karena saya dan suami sama-sama jauh dari saudara, sehingga tidak ada yang bisa dititipi. Jadi, kami hanya benar-benar bertiga di kota ini, dengan Amay tentunya.

Nah, suatu hari, tepatnya di libur Natal hingga Tahun Baru yang lalu, tiba-tiba saya ingin sekali menonton bioskop. Apalagi ada film baru yang sedang gencar dipromosikan saat itu, 99 Cahaya di Langit Eropa. Suami pun sama, ia ingin sekali menonton film Soekarno. Kebetulan dua film itu sama-sama mulai tayang.

Tapi ya, masa kita mau nonton pisah-pisah? Lalu Amay bagaimana? Mau ditaruh dimana coba? Akhirnya kami memutuskan untuk menonton film Walking With Dinosaurs. Haha, kami berdua sama-sama tidak bisa menonton film yang kami inginkan. Adil kan? Semua ini demi Amay.

sumber

Iya, Amay memang tertarik sekali dengan hal-hal yang berbau makhluk purbakala itu. Pernah, ketika kami hendak membelikannya baju, ia melihat satu kaos bergambar dinosaurus. Ia pun langsung mengambil kaos itu. Hehe, bahkan saking khawatir tidak akan dibelikan, dia menolak ketika kami meminta kaos itu untuk dibayarkan di kasir.

Nah, kembali ke soal menonton bioskop. Sebelumnya, Amay yang saat itu baru berusia dua tahun sembilan bulan, belum pernah sekali pun masuk ke gedung bioskop. Kalau menonton film di rumah sih sudah sering. Dia bisa fokus hingga film itu benar-benar selesai jika film yang ditontonnya menarik.

Karena ini adalah pengalaman pertama bagi Amay, maka sehari sebelumnya kami sudah memberi tahukan apa saja yang akan dia lihat nanti. Hari sebelumnya memang kami hanya memastikan jadwal film diputar, jadi kami tidak langsung membeli tiket untuk menonton saat itu juga. Waktu yang sehari itu kami pergunakan untuk memperkenalkan pada Amay apa sih bioskop itu.

Lalu apa saja sih yang penting untuk dilakukan ketika mengajak anak menonton bioskop? Yang terpenting dari semuanya sih, pastikan film itu cocok untuk usianya yaa... Dan berikut ini adalah hal-hal yang kami lakukan saat akan mengajak Amay ke bioskop:

1.    Bertanya padanya, apakah si anak mau untuk diajak menonton film? Jika iya, perkenalkan pada anak film apa yang akan ditonton. Biasanya ketika sebuah film diluncurkan, maka ada penjelasan singkat mengenai film tersebut. Cari tahu bersama-sama dengan si buah hati.
2.    Jelaskan pada anak kondisi di dalam bioskop, misalnya, “Kali ini Amay tidak menonton film melalui komputer seperti biasanya, tetapi melalui sebuah layar yang sangat besar dan bersuara keras.” Kami juga menjelaskan bahwa di bioskop nanti, lampu akan dimatikan. “Tapi Amay jangan khawatir, karena Mama dan Papa ada di samping Amay,” begitu pesan saya.
3.    Karena ini film 3D, sehingga film akan lebih jelas terlihat jika kita menggunakan kaca mata, maka Amay boleh memakai kaca mata. Ia pun boleh melepasnya jika merasa takut.
4.   “Karena di bioskop kita tidak menonton film sendirian, maka Amay tidak boleh berisik. Bicara pelan-pelan saja, karena jika terlalu keras bisa mengganggu orang lain yang sedang menonton juga.” Ucap saya berulang kali.
5.      Pesan terakhir saya, “Kalau Amay merasa takut, Amay bicara sama Mama dan Papa. Nanti kita keluar sama-sama, karena di bioskop tidak ada yang boleh menangis.”
6.      Belilah makanan ringan. Minta anak memilih makanan yang ia suka.
7.      Pastikan anak memakai baju yang hangat, mengingat udara di dalam bioskop yang dingin.
8.      Ajak anak untuk buang air sebelum film dimulai.


Dan ketika saatnya tiba, Alhamdulillah, semua yang kami khawatirkan di awal, apakah Amay akan menangis, ketakutan, dan yang lainnya, tidak terjadi. Ia begitu tertarik menyaksikan film itu dari awal hingga akhir. Sesekali ia berkata, “Amay kaget,” ketika tiba-tiba terdengar suara yang keras. Namun setelahnya ia tertawa, seperti menertawakan dirinya sendiri. 

Hmm..kapan ya kita nonton lagi? :D
Read More

Sharing Pengalaman, Menghasilkan Uang?

Monday, September 8, 2014

Membaca judul di atas, mungkin sebgaian orang akan bereaksi dengan mengerutkan dahi. Tapi inilah yang saya alami.

Berawal dari informasi yang saya dapat dari seorang teman, saya pun tertantang untuk mencoba. Suatu hari, seorang teman mengungkapkan syukurnya karena pengalamannya yang ia kirim ke sebuah media beberapa waktu sebelumnya berhasil dimuat. Ia pun membagi ilmu pada saya yang ingin tahu.

Media itu bernama SOLOPOS. Bagi teman-teman yang tinggal di seputaran Solo pasti tahu. Kantornya terletak di Jalan Adisucipto. Lalu, pengalaman seperti apa yang berhasil membuat saya bangga?

Adalah rubrik "Ah Tenane" dengan tokoh utama bernama Jon Koplo dan Lady Cempluk. Terkadang ada juga nama lain yang muncul, yaitu Genduk Nicole dan Tom Gembus. Nama-nama yang dipakai memang njawani sekaligus modern. Nama inilah yang biasa dipakai sebagai nama samaran bagi pengirim cerita.

Pengalaman yang dimuat disana biasanya berisi pengalaman lucu, konyol, atau sedikit memalukan hingga memilukan. Pokoknya, yang bisa membuat orang bertanya, "Ah, tenane?" Entah berapa kali saya mengirimkan cerita pengalaman saya kesana. Yang jelas, telah tiga kali cerita saya dimuat disana, sejak April hingga Agustus. Dari cerita pertama, saya mendapatkan sebuah wesel bernilai Rp 65 ribu (memang jika honor dikirim via wesel, nilainya akan dikurangi Rp 10 ribu). Kemudian dari dua cerita terakhir, saya mendapatkan transferan ke rekening sebesar Rp 150 ribu. Karena seringnya cerita saya dimuat di rubrik Jon Koplo ini, suami saya sampai menjuluki saya "Penulis Jon Koplo", hehehe...

Bagi sebagian orang, Rp 65 ribu atau Rp 75 ribu mungkin tak besar. Tapi percayalah, ini yang saya lakukan sebagai latihan untuk menulis. Menulis kemudian dimuat oleh sebuah media, bagi saya bisa meningkatkan rasa percaya diri. Toh, sekecil apapun nilai uangnya, tidak ada yang tidak berguna, bukan? 

Nah, inilah contoh cerita saya yang dimuat di rubrik "Ah Tenane". Saya kirim di bulan puasa lalu. Mungkin karena momennya pas, dimuat di bulan itu juga. Masa tunggu tidak bisa diperkirakan. Bisa sehari, seminggu, bahkan sebulan atau dua bulan. :)

Ojo Kesusu

Suatu hari di bulan Ramadhan, Lady Cempluk berkutat di dapur untuk menyiapkan buka puasa. Ia kemudian mendatangi suaminya, Jon Koplo, sambil menyerahkan sekaleng susu kental manis berwarna putih. "Pak, tulung dibukakke. Arep tak gawe nyiram es buah." ujarnya.
Jon Koplo pun beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil sebuah alat yang biasa digunakan untuk melubangi kaleng susu. Setelahnya, ia kembali duduk di tempatnya semula dan mulai beraksi.
Mungkin karena tekanan dari alatnya atau mungkin juga karena isinya terlalu penuh, maka ada susu yang ndlewer keluar. Dengan sigap tangan Jon Koplo mengusap tumpahan susu tadi, kemudian menjilatnya.
"Lho Pak, emange wis adzan opo?" tanya Cempluk.
"Oalah, lali, haha... Rejeki iki." Ujar Jon Koplo, menyadari bahwa waktu berbuka sebenarnya belum tiba.
"Walah. Sabar, Pak. Ojo kesusu!" Cempluk pun ikut menertawai suaminya.

Selamat mencoba yaa..
Oya, untuk ceritanya bisa ditulis sepanjang 100-150 kata. Berisi pengalaman nyata pribadi atau orang lain. Dikirim ke alamat email redaksi@solopos.com atau redaksi@solopos.co.id. Jangan lupa sertakan alamat lengkap dan juga nomor rekening. 





Read More

Mukena Cantik, Murah, dan Berkualitas? Ya, Zakizakia...

Kali ini mau cerita tentang Mukena Zakizakia, sebuah brand mukena kepunyaan sepupu suami saya. Kenapa sih koq pengen banget ngomongin tentang mukena?

Mukena Cantik Zakizakia

Jadi gini ceritanya…

Suatu hari di bulan Syawal, saya yang sedang berlebaran di kampung halaman suami, bersilaturrahmi ke beberapa saudara. Karena sudah masuk waktu ashar, saya minta ijin untuk numpang shalat. Tadinya sih mau cari musholla, supaya tidak merepotkan tuan rumah. Tapi, tuan rumah malah menawari untuk shalat disana. Saya pun dipinjami sebuah mukena. 

Begitu saya pakai, saya merasa nyaman dan langsung jatuh cinta. Pertama karena bahannya yang adem, kedua dan selanjutnya adalah karena tidak menerawang, pas di muka (nggak kedodoran), juga motifnya yang cantik. Belakangan saya mendapatkan kelebihannya yang lain, yaitu harganya yang miring. Harga mukenanya miring banget. Apalagi setelah saya bandingkan dengan harga-harga mukena dengan bahan yang sama, yang dijual di online shop – online shop yang berseliweran di Instagram. Asli, selisih harganya bisa mencapai 30 ribu, bahkan sampai 100 ribu.

contoh motif mukena
Ketika pulang, ternyata Mama mertua mengajak kami mampir ke sebuah ruko. Disitulah mukena itu diproduksi. Oh, saya baru tahu kalau sepupu suami saya itu punya usaha konveksi. Tidak hanya mukena sebenarnya, ada jilbab dan pakaian-pakaian muslimah juga. Saya pun langsung memburu mukena yang saya pakai tadi. Namun sayang, mukena yang saya cari sudah habis sebelum lebaran, dan saat itu mereka masih libur lebaran sehingga belum mulai produksi lagi.

Saya pun tergelitik untuk mewawancarai Teh Kiki, nama sepupu suami saya tadi. Tapi yah, wawancaranya masih taraf abal-abal, hehe..

Dari tanya jawab itu, saya akhirnya tahu kalau ternyata bisnis di bidang ini bukanlah hal yang asing bagi Teh Kiki, karena orang tua dan kakaknya juga menggeluti bidang ini. Teh Kiki memulainya setelah lulus kuliah, dengan modal awal dan pemasaran yang masih ikut dengan bisnis konveksi sang kakak, Rosy Collection.
motif mukena yang sedang dipersiapkan
Teh Kiki sendiri sebenarnya sempat bekerja di sebuah bank, namun ia memutuskan untuk resign, kemudian memulai bisnisnya lagi. “Untuk mukena ini, saya punya brand sendiri, Zakizakia,” begitu katanya. Nama ini diambil dari nama panjangnya, Kiki Zakiah.

Selain mukena, kerudung modern (pashmina) dan pakaian muslimah pun mulai ditekuni. Pesanan pakaian yang datang kebanyakan adalah pakaian-pakaian pesta, juga pakaian-pakaian bergaya hijabers. Sayangnya, ia agak kesulitan mencari penjahit untuk produk-produk pakaian seperti ini.

pakaian muslimah produksi zakizakia

Teh Kiki memilih memperbanyak produksi jilbab selain mukena, karena menurut pengalamannya, perputaran uangnya lebih cepat. Biasanya yang banyak dicari adalah jilbab instan. Konsumennya sendiri banyak dari luar Jawa, Bandung, juga Jakarta. Sampai saat ini, Teh Kiki memiliki enam orang karyawan/tukang jahit. “Kalau di Teh Ros mah udah banyak, ga tau berapa, hehehe…” sambungnya merendah, dengan logat Sundanya.

Sayangnya, ketika ditanya soal omset, Teh Kiki belum bisa menjawab dengan pasti. “Kalau masalah omset, belum rapi dibukukan. Masih belajar untuk manajemen keuangannya.”

Walau begitu, saya salut dengannya. Jarang sekali anak-anak muda yang memilih untuk membuka usaha sendiri. Kebanyakan lebih memilih untuk menjadi karyawan. Keputusan Teh Kiki untuk resign dari bank tempatnya bekerja juga patut diacungi jempol. Ia lebih memilih berkutat di pasar, memilih kain sambil berpanas-panasan, berhubungan dengan tukang becak dan pedagang-pedagang pasar. Ini berbanding terbalik dengan ketika ia bekerja di ruang ber-AC, bertemu dengan nasabah yang wangi, berangkat kantor dengan pakaian rapi.


Passion lah yang membuatnya berbalik arah. Tapi biasanya, orang yang sukses itu yang tahu tujuan, tahu kemana langkah kaki harus digerakkan. Semoga, pilihannya menggeluti bisnis ini tak hanya menjadi jalan rezeki untuknya sendiri, namun juga bagi orang lain. Aamiin…
Read More

Jatuh Cinta pada Rumah dengan Gaya Tahun '80-an

Sunday, August 31, 2014

Ketika masih mengajar dulu, saya pernah mengikuti tes psikologi yang diadakan oleh sekolah tempat saya mengajar, dan hasilnya adalah bahwa saya termasuk orang yang suka sekali menoleh ke belakang. Tapi beruntungnya, saya lebih suka mengingat-ingat kenangan indah daripada kejadian-kejadian buruk di masa lalu. Mungkin karena masa kecil saya yang memang amat sangat bahagia berada di tengah-tengah keluarga yang saling menyayangi, juga keadaan ekonomi yang berkecukupan meski tak bisa dibilang berlebihan, yang membuat saya senang memutar memori masa silam.

Kebiasaan menoleh ke belakang itu pun terbawa hingga dalam hal memilih rumah impian. Saya yang lahir di penghujung tahun ’80-an, mendambakan rumah bergaya ’80-an yang menjadi trend di masa itu. Rumah-rumah bergaya ’80-an bisa kita lihat dalam film-film Warkop DKI, Kadir dan Doyok, atau film-film karya Almarhum Benyamin S. Dengan kaca besar berbentuk persegi di muka rumah, dengan lantai terasonya, dengan ruangan-ruangannya yang besar, juga halamannya yang tak kalah luas, rumah bergaya tahun ’80-an benar-benar membuat saya jatuh cinta. Entah mengapa, saya beranggapan bahwa jika saya berada di dalam rumah itu, maka suasana yang akan saya rasakan adalah suasana bahagia seperti puluhan tahun silam dimana saya tumbuh di masanya.



Ciri khas rumah bergaya tahun ’80-an adalah sirkulasi udaranya yang baik dan mencerminkan arsitektur tropis. Dibanding dengan rumah modern, rumah dengan gaya seperti ini cukup aman dari cuaca dan tampias hujan.



Satu lagi kelebihannya, jika dilihat dari lantainya yang khas yaitu lantai teraso, adalah bahwa lantai ini terasa dingin karena tidak menyimpan panas seperti halnya keramik. Makin menarik bukan? Apalagi untuk kita yang tinggal di Indonesia dengan hawanya yang semakin hari semakin panas.



Rasanya damai sekali membayangkan ketika pagi dan sore hari saya bisa duduk santai dengan suami menikmati secangkir teh sambil membaca koran di teras depan. Dan sejauh mata memandang, hijau pepohonan, warna-warni bebungaan, juga ranum buah-buahan yang tertanam di halaman menjadi sebuah hiburan. Ah, indahnya.

Oya, biasanya rumah-rumah dengan gaya ini juga dipercantik dengan tanaman yang populer di tahun itu, misalnya puring, paku atau suplir, anggrek, kembang sepatu, dan lain-lain.



Saking besarnya keinginan saya memiliki rumah seperti itu, pernah suatu kali air mata saya menetes tanpa izin ketika saya memasuki halaman rumah seorang teman yang memiliki rumah bergaya sama. Huhu, nggak lebay ‘kan? Meskipun suami saya meledek habis-habisan, saya tetap pada pendirian, pokoknya saya jatuh cinta pada rumah ’80-an.



Namun memiliki rumah ideal seperti dalam khayalan tampaknya belum bisa terwujud dalam waktu dekat, mengingat kebutuhan lahan yang luas berbanding lurus dengan biaya yang harus dipersiapkan. Juga, lantai teraso yang semakin susah ditemukan. Kalaupun ada yang memproduksinya, harganya sangat mahal untuk ukuran kantong pribadi saya. Dari sebuah agen properti saya mendapatkan informasi bahwa kisaran harga pembuatan lantai teraso per meternya adalah antara Rp 200.000 – Rp 265.000. Lantai teraso juga memerlukan perawatan ekstra karena ia mudah berlumut, dan ini tentu juga membutuhkan biaya yang tak sedikit, karena jasa poles teraso saat ini berada di kisaran Rp 30.000 – Rp 45.000 untuk proses ulang. Oya, untung ada Mimpi Properti, jadi perkembangan harga tiap harinya bisa dipantau.

Sebenarnya, rumah-rumah bergaya seperti ini masih sering saya temui di Kota Solo, kota tempat saya tinggal kini. Bisa dibayangkan tidak, ekspresi saya ketika lewat di depan rumah-rumah itu? :D

Saya hanya bisa berharap agar para pemilik rumah itu tidak bosan dengan model rumah mereka yang sekarang. Kalaupun bosan, semoga mereka tidak terburu-buru merenovasi rumah itu dan menggantinya dengan bangunan modern misalnya. Yaa, siapa tahu nanti ada rezeki saya, sehingga rumah itu bisa berpindah kepemilikan menjadi milik saya sepenuhnya. Jadi saya tidak perlu repot membangun dari awal, hehe.. Mimpi boleh saja 'kan? Mumpung gratis dan tidak ada yang melarang. Dan kalau dana yang saya butuhkan sudah disediakan oleh Tuhan, Mimpi Properti akan saya jadikan rujukan untuk mewujudkan rumah yang saya idam-idamkan.





Read More

Mengelola Air Limbah Rumah Tangga, Untuk Indonesia yang lebih Sehat

"Kita bisa hidup tanpa emas dan minyak, namun tidak tanpa air bersih."

Air merupakan kebutuhan manusia yang paling utama. Berdasarkan laporan WHO, ada sekitar 748 juta masyarakat dunia masih kekurangan air bersih. "Sebanyak 90 persen di antaranya tinggal di daerah sub-sahara Afrika dan Asia. Masih banyak dari mereka yang belum menggunakan air minum yang baik dan bersih," kata WHO dan UNICEF dalam laporannya, seperti diberitakan oleh Mashable, Mei 2014. (1)

Juga berdasarkan perkiraan WHO dan UNICEF, sekitar 60 persen penduduk di kawasan pedesaan di Indonesia kekurangan akses terhadap sarana sanitasi yang pantas. Kegiatan mandi dan mencuci pakaian di sungai serta buang air besar di tempat terbuka membuat orang mudah terpapar penyakit, mengontaminasi air tanah dan permukaan, dan menurunkan kualitas tanah dan tempat tinggal. Sedangkan berdasarkan peringkatnya,Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi ( pengelolaan air limbah domestic ) terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar ( ANTARA News, 2006 ). Menurut data Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002, tidak kurang dari 400.000 m3 / hari limbah rumah tangga dibuang langsung ke sungai dan tanah, tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu (2).

sumber : http://www.solopos.com/2014/08/30/pencemaran-air-waduh-semua-sungai-di-solo-tercemar-531446
Pencemaran air juga terjadi dibeberapa tempat di Indonesia, mulai dari lingkup kecil seperti selokan, sungai, hingga perairan yang lebih luas semacam laut. Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup terhadap indeks kualitas air sungai, menunjukkan kecenderungan peningkatan pencemaran hingga 30 persen. Kecenderungan meningkatnya pencemaran air sungai tersebut merupakan akibat dari banyaknya kegiatan yang membebani media air sungai, dan semakin padatnya pemukiman penduduk tanpa fasilitas sanitasi dan pengolahan limbah rumah tangga yang baik (3).


Pengolahan Greywater skala Rumah Tangga

Pernahkah kita menanyakan sebuah pertanyaan kecil, dari mana air yang kita gunakan didapat? Atau sudah baikkah sistem sanitasi rumah kita? Pertanyaan tersebut merupakan sebuah kesadaran untuk kita bahwa limbah rumah tangga adalah salah satu penyumbang pencemaran air di lingkungan tempat tinggal. Limbah rumah tangga biasanya terbagi jadi 2 jenis. Pertama adalah greywater, biasanya berupa air sabun/detergen atau air lemak bekas cucian dan yang kedua adalah blackwater, yang berupa kotoran atau feses. 

Untuk pengolahan blackwater masyarakat di Indonesia biasa menggunakan septiktank. Namun untuk air greywater biasanya langsung dibuang melalui selokan, sungai ataupun saluran-saluran terdekat rumah kita. Tanpa kita sadari greywater yang mengandung detergen, lemak makanan, dan bahan-bahan lainnya sangat berpotensi mencemari habitat air dibawahnya, seperti ikan dan juga menyebabkan sumber penyakit seperti kolera dan disentri.

Salah satu cara pengolahan greywater sederhana adalah membuat bak filter organik di rumah kita. Caranya menyalurkan air bekas cucian dan mandi menuju bak-bak filter yang disusun bertahap. khusus untuk bekas cucian piring gelas terlebih dahulu masuk ke bak penangkap lemak. Bak filter tersebut dapat kita isi pasir, tanah dan tanaman penyaring air, seperti Enceng gondok, Kiambang dan Kangkung. 

Konsep Sistem Penyaring Air Detergen
Khusus Kiambang dan Kangkung, berdasarkan hasil penelitian, memiliki potensi untuk menjernihkan air limbah rumah tangga secara alami, namun air tersebut masih belum aman di konsumsi secara langsung. Selain itu, dengan Kiambang dan Kangkung, bau yang tidak sedap bisa berkurang, sehingga mengurangi polusi air sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk dan bakteri penular penyakit. Untuk tanaman kangkung memiliki kemampuan lebih cepat dalam menjernihkan air limbah rumah tangga dari pada tanaman kiambang (4). Artinya, dengan menggunakan Kangkung bisa menghasilkan dua manfaat sekaligus, pertama sebagai media filter dan sayuran yang bisa dikonsumsi. Sedangkan selain berfungsi sebagai penyaring, Kiambang dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan ikan.

 Sistem penyaringan greywater di Ocean of Life, Watukodok, Gunungkidul
Air hasil penyaringan greywater dapat dikumpulkan di sebuah bak yang bisa digunakan untuk menyiram tanaman atau mencuci kendaraan. Di beberapa negara maju, grey water yang telah difilter biasanya dipompa lagi ke sebuah tangki khusus yang kemudian digunakan untuk tangki flush (menyiram) closet.

Dengan memulai pengolahan greywater tersebut hasil buangan air limbah rumah tangga akan sangat aman bagi kehidupan ekosistem air pada tahapan siklus selanjutnya. Harapannya rumah sebagai lingkungan skala kecil kita, bisa memberi dampak awal yang positif terhadap konservasi air secara global dan juga bisa meciptakan peran air untuk kehidupan Indonesia yang lebih sehat.



Sumber Referensi :
1. Cina Krisis Air Bersih , Tempo.co , 12 Mei 2014
http://www.tempo.co/read/news/2014/05/12/118577113/Cina-Krisis-Air-Bersih
2. Proses dan Cara Pengolahan Limbah Rumah Tangga (Sanitasi) #shareiteveryday, Industrial Engineering. 13 November 2013
http://arykuss13024.blog.teknikindustri.ft.mercubuana.ac.id/?p=27
3. Pencemaran Sungai di Indonesia Meningkat 30 Persen, Kompas.com, 5 April 2012 
http://nasional.kompas.com/read/2012/04/05/23313147/Pencemaran.Sungai.di.Indonesia.Meningkat.30.Persen
4. Tanaman Penyaring dan Penjernih Air Secara Alami , 27 Juni 2013
http://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/06/27/tanaman-penyaring-dan-penjernih-air-secara-alami/
Read More

Marshanda (lagi) --> Foto-Foto Kebahagiaan Marshanda yang Bikin Iri

Wednesday, August 27, 2014

Haduh, saya memang suka sama artis yang ini, jadi maaf ya kalau nulis tentang dia lagi.

Berawal dari nonton Just Alvin dalam sesi wawancaranya dengan mantan suami Marshanda, Ben Kasyafani, saya langsung ingin mengulik kembali tentang Chacha. Jangan ada yang bilang, "Siapa elu? Kenal gitu ama Chacha?" gitu yaa... Hehe, lha wong jangankan saudaraan, berteman aja enggak. Jangankan kenal, bertatap muka aja belum pernah, apalagi ngobrol. 

Balik ke Ben. Adudu, si Ben ini bikin saya nangis bombay di kamar. Untung Amay udah bobo, jadi nggak tau kalau emaknya mewek, hiks hiks.. Ketika ditanya Alvin, adakah pesan yang ingin disampaikan untuk Chacha, Ben menjawab kurang lebih begini, "Pulang Cha. Pulang lah, pulang. Pulang ke aku, ke anak kita. Kita hidupkan lagi lah, hal-hal indah yang pernah terjadi di antara kita dari pertama ketemu sampe selama ini." Huwaaaa...siapa yang nggak sedih coba?

Dan terus terang, setelah menonton Just Alvin itu, foto-foto Marshanda dengan Ben juga Sienna yang pernah dia upload melalui fan pagenya di facebook, langsung terbayang-bayang. Duh Cha, koq bisa sih? Padahal kamu tuh selalu bikin perempuan-perempuan lain merasa iri. Udah cantik, kaya, artis pula, punya suami yang juga sayang, sholih, ganteng, keluarganya kelihatan harmonis dan saling dukung kegiatan masing-masing, punya anak yang juga nyaris sempurna..apa lagi coba yang kurang?

Dan inilah sebagian foto Marshanda yang bikin saya pribadi merasa iri. Semoga Marshanda dan keluarganya bisa kembali bahagia seperti dulu kala yaa..aamiin... Semua foto saya ambil dari fan page Marshanda di facebook, https://www.facebook.com/media/set/?set=a.10151778056358335.1073741827.15867768334&type=3

The world is preparing you for Greatness
Your beautiful crystal clear heart will surf through the tide of life.

Well its not gonna be easy...

Photoshoot cover majalah "Mom, Dad, and I" tadi pagi  

Happy 1 year old my baby @siennakasyafani makasih ya udh jengukin ibu di RS

Read More

Perjalanan ke Gunung Prau - Bagian 1

Sunday, August 24, 2014

Kali ini, suami saya berperan sebagai kontributor di blog ini, ingin menceritakan pengalamannya ketika mendaki puncak Gunung Prau, Dieng awal Agustus lalu. Semoga bermanfaat. :)

Persiapan Perjalanan, Om Pii dan Patak Banteng
Halo saya Yopie, suami pemilik blog ini. Bekerja di bidang kreatif bagi saya sangat membutuhkan rehat yang sangat optimal. Rutinitas harian saya di dalam studio sekitar 8 jam. Berhadapan dengan  komputer dan aktivitas internet mengharuskan otak saya rehat terhadap kegiatan digital untuk dapat berfikir segar dalam mendapatkan ide segar. Kebetulan sekali kebijakan studio sangat akomodatif akan hal itu. Libur lebaran kemarin setidaknya saya punya jatah libur sekitar 2 minggu. Saya coba optimalkan liburan itu dengan baik, satu minggu untuk mudik berkumpul keluarga, seminggu berikutnya akan saya gunakan untuk digital detox (istilah yang saya pakai) setidaknya selama 3 hari agar lebih fresh.

Trekking - Hiking adalah salah satu cara yang saya pakai untuk mengisi libur di minggu ke 2 ini, tujuannya adalah Gunung Prau, Dieng. Alasan saya ke Gunung Prau, Dieng adalah jarak tempuh pendakian yang tidak terlalu jauh dari pos yang katanya hanya sekitar 3 jam saja. Juga tentunya biaya perjalanannya yang cukup murah, maklum selesai Libur lebaran di minggu pertama kini THR saya sudah ada ekstraknya :)

Kali ini saya ditemani Apip,  rekan saya di studio. Sebenarnya Apip yang sangat semangat mengajak ke Gunung Prau, semangat membara untuk 'mengangkat ransel' pasca menonton film 5 cm. Motivasi saya sendiri hanya sekedar menenangkan diri sebelum kembali bekerja di 11 Agustus nanti. Play hard, work hard, prinsip keseimbangan hidup =)
Persiapan menuju ke Gunung Prau sudah kami lakukan. Setidaknya untuk menuju ke sana  saya membawa:
  • Carrier
  • Sleeping Bag
  • Jas Hujan 
  • Jaket gunung anti air+angin
  • Pakaian ganti + sarung tangan + kaos kaki
  • Makanan berkalori tinggi (coklat + biskuit) + minuman dengan Jerigen 2,5 liter
  • Sepatu Trekking + Sandal Gunung 
  • Kompor Portabel
Foto Barang Bawaannya Apip
Menuju Gunung Prau, Dieng saya rencanakan berangkat dari Purworejo, kebetulan saya sendiri masih mudik di kampung mertua di Purworejo.  Apip pun menyusul saya dari Solo. Sebagai traveler saya lebih senang menggunakan angkutan umum, tujuannya  agar bisa cair dengan suasana masyarakat. Di perjalanan bisa ngobrol dengan penumpang lain, kenek, atau supirnya, meski waktunya relatif lebih lama, tapi menurut saya lebih santai.  Perjalanan dari Purworejo menuju Dieng setidaknya ada 2 kali ganti angkutan. Pertama Purworejo-Wonosobo menggunakan Mini Bus, kemudian dari Wonosobo-Dieng juga menggunakan media yang sama.

Sebelum Berangka Photo Dulu... Kata Apip
Kami berangkat dari Purworejo pukul 09.00 melalui terminal bayangan di Brengkelan (atau jalan MTS). Tempat mini bus jurusan Magelang dan Wonosobo 'ngetem' menunggu penumpang. Beruntung kami dapat tempat duduk di belakang supir, posisi ini dipilih agar kami tidak mabuk darat karena perjalanan menuju wonosobo medannya sangat berkelok-kelok. Setelah menunggu penumpang selama 30 menit, pukul 09.30 mini bus berangkat menuju Wonosobo via Maron-Sapuran-Kretek-Wonosobo. Kuatir mabuk karena medan jalan yang berkelok-kelok, Apip memutuskkan untuk tidur sepanjang perjalanan sampai Sapuran.

Peta Google. Perjalanan dari Purworejo ke Dieng
Pukul 11.30 minibus yang kami tumpangi sudah memasuki pusat kota Wonosobo. Relatif lancar perjalanannya, pak Sopir pun menanyakan kami turun dimana. "di stasiun lama ya pak" jawab saya, stasiun lama adalah tempat minibus jurusan Dieng mangkal menunggu penumpang. Namun pak Sopir menyarankan saya turun di daerah Kauman saja, kalau menunggu di daerah stasiun akan lama karena minibus jurusan Dieng biasanya menunggu penumpang terlebih dahulu. Betul saja, sesampai daerah Kauman sudah ada bus jurusan Dieng yang menunggu. Setelah berganti bus dan memindahkan carier ke bagasi, 3 menit kemudian minibus jurusan Dieng pun berangkat. Tujuan kami selanjutnya adalah desa Patak Banteng, tempat basecamp pendakian gunung Prau. 

Perjalanan yang cukup menarik menuju Patak Banteng adalah ketika melewati desa Tieng. Pastikan ambil posisi duduk di sisi kanan jendela, karena kita akan disuguhkan pemandangan yang sangat menarik. Jalan yang berkelak kelok, juga melewati jalan yang berada di badan bukit Tieng  sehingga kita bisa melihat pemandangan luas Wonosobo dari atas bus. 

Foto Perjalanan dalam minibus, Purworejo-Wonosobo-Dieng
Selfie dulu biar nggak mabok darat :)
Setelah melewati Tieng, pukul 13.15 akhirnya sampai juga di desa Patak Banteng, kebetulan saya sudah buat janji dengan kenalan saya yang juga 'sesepuh' basecamp gunung Prau, namanya om Pii. Selain berprofesi sebagai staff di Balai Kehutanan dan seorang guide lokal, kebetulan Om Pii memiliki usaha menyewakan beberapa peralatan camping untuk para pendaki, seperti Tenda, Sleeping Bag, Matras, Senter dll. Maklum agar perjalanan tidak ribet, saya dan Apip menyewa tenda dari Om Pii, untuk tenda dome kecil dobel layer harganya cukup terjangkau.

Setelah masuk ke ruang basecamp Patak Banteng ternyata saya tidak sendiri, banyak para pendaki yang barusan turun maupun akan naik. Suasanya cukup penuh, ada sekitar 30 orang saat itu. Saya pun langsung menuju ke bagian pendaftaran Gunung Prau, biaya pendaftarannya  sebesar Rp. 4000,- untuk 1 orang. "Tiketnya tolong disimpan ya mas, kalau ada apa-apa saat mendaki ada nomor telepon kami di balik tiketnya" kata petugasnya. Saya pun mengiyakan sambil bertanya "Dimana om Pii?". " ada mas, sebentar lagi kesini kok". Tidak berselang lama Om Pii pun datang, "Hai Pie (Yopie), apa kabar? ini tendanya" katanya dengan gaya yang akrab. Kami pun meminta percobaan pasang tendanya, Om Pii membawa kami ke ruang gedung pertemuan desa Patak Banteng. Di ruang tersebut Om Pii memjelaskan cara mendirikan tenda yang akan kita sewa. Sekitar 5 menit tenda sudah berdiri, kami  mencoba membongkarnya kembali. 
Foto di dalam Basecamp Patak Banteng.
Gara-gara suasana cukup ramai dalam basecamp, Foto om Pii  (jaket biru) ngeblur :p 
Setelah urusan tenda beres, kamipun keluar dari ruang basecamp untuk mencari makan siang di warung persis di depan basecamp. Sebelum mendaki sangat penting untuk tidak membiarkan perut kosong, kami isi dengan makanan penuh kalori, yaitu Nasi dan Telur.  Harga makan siangnya cukup terjangkau nasi Rames lauk Telur, teh hangat dan tempe kemul khas Wonosobo cukup membayar Rp 10.000,- saja. Kami pun sempat ngobrol dengan beberapa pendaki makan siang sebelum bersiap naik.
Carrier kami dan Tenda Sewaan yang berwarna Orange.
Tiket pendakaian Gunung Prau, dikelola oleh masyarakat Patak Banteng dan Perum Perhutani.
Setelah makan siang selesai, saya dan Apip mencari mushola untuk Sholat dhuhur+ashar dan tentunya persiapan berangkat. Selesai sholat, kami melakukan persiapan seperti pemanasan kaki dan mengganti sandal yang kami pakai dengan sepatu Trekking. Dan Pukul 15.00, kamipun berangkat menuju pendakian Gunung Prau. 
Warung di depan basecamp Patak Banteng, Gunung Prau terlihat dari sini
Suasana masyarakat desa Patak Banteng, sambil menunggu waktu Ashar mereka berjemur.
Kebetulan dalam minggu ini matahari cukup cerah disekitaran Dieng
Bersambung..


Catatan Kaki dan Tips
  • Dalam perjalanan Purworejo-Wonosobo-Dieng, Supir dan kernet minibus sangat mungkin meng-oper penumpang ke bus lain kalau penumpang dalam busnya sedikit. jadi siap2 berpindah bus dadakan.  
  • Packing sedemikian rupa barang bawaan kita, setidaknya semua barang bisa masuk dalam 1 tas carrier. Jangan terlalu banyak menenteng barang, tujuannya agar kita tidak ribet dalam perjalanan. 
  • Untuk menyewa peralatan camping di gunung Prau, berikut nomor Om Pii yang bisa dihubungi 085228283428


Read More