Mamah; Do'a Ibu yang Terijabah

Tuesday, April 21, 2015

Semoga saya tidak terlihat lebay dengan judul itu. Tapi demi mengingat ucapan ibu, kemudian disandingkan dengan kenyataan yang saya rasakan saat ini, sepertinya memang Allah telah menjawab do'a ibu.

Saat itu, saya masih belasan tahun, masih berseragam putih abu-abu. Ketika duduk santai berdua di teras, tiba-tiba ibu berkata sambil matanya menerawang jauh, "Semoga kamu nanti dapat mertua yang sayang sama kamu."

Beliau lalu melayangkan pandangannya pada saya yang saat itu masih merasa bahasan ini tabu. "Soalnya kalau mertuamu saja sayang, pasti suamimu lebih sayang lagi," katanya melanjutkan. Saya yang mendengar kalimat itu hanya mengucap aamiin sambil membatin, "Aduh bu, masih lama lah kalau soal kayak gitu."

Dan dari peristiwa itu saya langsung percaya bahwa ucapan ibu pada anak-anaknya adalah do'a yang tidak tertolak. Mamah, begitu saya memanggil ibu mertua saya, adalah sosok mertua yang baik pada menantunya. Mamah sering menelepon saya, hampir tiap hari kegiatan itu dilakukannya. Tidak hanya sekedar menanyakan kabar anak cucunya. Lewat telepon kami bertukar cerita, bertukar rencana. Kadang kami pun saling bertukar resep dan menu masakan.

Mamah, De Ine (adik ipar), dan Saya
Ada yang lucu dari kisah kami bertiga; saya, ibu dan mamah. Dibanding saya, ibu lebih dahulu mengenal mamah. Bukan, ini bukan karena saya dan suami bertemu karena perjodohan. Mamah dan ibu berjumpa ketika sama-sama mengambil raport. Sekali lagi, bukan antara raport saya dan suami, akan tetapi raport suami dan kakak saya. Iya, suami saya dahulunya adalah teman sekelas Mas Pepi, kakak kedua saya. Pertemuan pertama saya dengan suami adalah ketika di tahun 2002, suami (yang saat itu sedang menanti kelulusan SMA) bertandang ke rumah. Ehem ehem..

Nah, pertemuan pertama saya dengan Mamah adalah ketika Mamah, Adik ipar, dan suami, sedang mengantar Ayah untuk terapi di Purworejo, tiga tahun kemudian. Daripada bengong menunggu Ayah yang sedang diterapi, Mamah memutuskan untuk datang ke rumah. Dari situlah ibu saya mulai "jatuh cinta" pada calon menantunya. Jatuh cintanya ya karena suami memiliki ibu yang peduli pada anaknya, atau lebih tepatnya, perhatian. Hehe... Iya, saat itu kami sudah menjalin hubungan, yang pendekatannya 3 tahun namun berakhir dalam waktu 7 bulan saja, hahaha.. Keputusan itu saya ambil karena saat itu saya memutuskan untuk tidak pacaran.

Namun jodoh memang tak perlu dikejar. Saya kembali berjumpa dengan suami ketika ibu saya meninggal. Sedih memang jika mengingat bahwa kami dipertemukan dalam kondisi saya yang sedang berduka. Tapi saya yakin, ini adalah petunjuk dari Allah, setelah sebelumnya ibu saya mengatakan rindu pada Mas Yopie (nama suami). Dibanding calon-calon yang lain, ibu saya memang jatuh cinta pada menantunya yang satu ini, hehe..

Dan firasat ibu memang benar. Feeling-nya berkata bahwa Mas Yopie adalah laki-laki baik-baik, berasal dari keluarga baik-baik, dan saya telah membuktikannya.

Mamah, begitu perhatian pada saya. Sering sekali beliau membelikan saya baju, hihi.. (menantu macam apa ini? koq malah kebalik, bukannya mantu yang beliin mertua?) Ya tapi memang begitulah Mamah. Mamah yang fashionable berhasil mengubah saya yang agak cuek dalam berpenampilan.

Oya, ada satu hal yang sedang berusaha saya teladani dari Mamah, yaitu kedermawanannya. Mamah senang berbagi, pada siapa pun, dalam kesempatan apapun. Mirip dengan almarhumah Ibu. Ahh, mereka berdua itu; Mamah dan Ibu, dua orang tercantik dalam hidupku. Semoga Allah senantiasa mencurahkan kasih sayang-Nya pada mereka berdua. Aamiin.


#K3Bkartinian

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Silakan tinggalkan komentar yang baik dan sopan. Komentar yang menyertakan link hidup, mohon maaf harus saya hapus. Semoga silaturrahminya membawa manfaat ya...