"Marriage with Heart", untuk Rumah Tangga yang Sehat

Wednesday, September 30, 2015

“Mereka datang dalam keadaan baik dan bersih
Nanti, jika saatnya tiba,
Bisakah aku mengembalikannya sebersih semula?
Sanggupkah dagu kita tegak di hadapan-Nya
Sambil berkata, “Wahai Tuhanku, telah kutunaikan tugasku
Telah kujalankan amanah-Mu.”

Puisi di atas adalah sepenggal pendahuluan yang bisa kita temukan dalam buku “Parenting With Heart” karya Elia Daryati dan Anna Farida. Syahdu bukan? Tidak berlebihan ‘kan jika setelah membacanya hati saya dipenuhi dengan perasaan bersalah dan penyesalan yang amat dalam?

Iya, buku “Parenting With Heart” itu bisa membuat mata saya terpaku membaca kalimat demi kalimat, hingga terkadang keduanya mengembun bahkan menganak sungai. Buku ini menyentil nurani saya, hingga saya tersadar bahwa saya masih sangat jauh dari predikat “ibu yang baik”.

Dan kini, sebuah buku baru terlahir dari penulis yang sama, Ibu Elia Daryati dan Mbak Anna Farida. “Marriage With Heart”, begitulah judulnya.

Sama seperti buku sebelumnya, buku ini disampaikan dengan bahasa yang ringan dan lugas sehingga mudah dicerna. Isinya tidak seperti buku-buku pernikahan kebanyakan, yang biasanya mengulas secara kaku tentang hak dan kewajiban suami istri dalam pandangan agama, lengkap dengan hukum fiqih dan dalil-dalilnya. Buku ini bisa kita nikmati kata demi kata tanpa harus membuat kening berlipat lima. Walaupun penulisnya adalah muslimah, Marriage With heart tidak hanya diperuntukkan untuk orang Islam saja. Bahasanya universal, dan bisa diaplikasikan oleh pemeluk agama apapun.

Yang menarik, membaca buku ini, saya seperti membaca jawaban-jawaban dari curhatan kebanyakan orang. Bahwa masalah dalam rumah tangga itu tidak hanya seputar urusan ranjang saja, tapi ternyata ada banyak hal lain yang mungkin luput dari pengamatan kita.

Hubungan antara mertua dan menantu yang tak harmonis, mungkin jadi salah satu yang sering kita lihat memicu retaknya sebuah ikatan perkawinan. Ups, jadi ingat sebuah iklan di televisi yang seolah menggambarkan begitu seramnya sosok ibu mertua, padahal nggak semua mertua begitu lho, contohnya mertua saya.

Selain itu, adanya PIL atau WIL, juga kerap menjadi bara dalam rumah tangga. Lalu bagaimana sebaiknya suami atau istri sebaiknya bersikap jika ada penelusup dalam rumah tangganya? Amit-amit deh, ya, semoga kita nggak mengalaminya. Namun jika sudah terlanjur ada, buku ini memuat beberapa saran penyelesaiannya.

Masalah lain yang dibahas, banyak!

Anda punya anak tiri? Sedang menjalani LDR? Atau merasa tak berguna karena “hanya” menjadi ibu rumah tangga? Atau, pasangan Anda kecanduan media sosial bahkan CLBK dengan mantannya? Atau merasa punya kesenjangan ekonomi dengan pasangan, merasa seperti ATM yang bisa selalu keluar uang? Eh, jangan salah, walaupun kelihatannya sepele, tapi jika berlarut-larut, bisa bikin hubungan dengan pasangan makin kusut.

Makanya, ada tips dan trik supaya keharmonisan rumah tangga menjadi awet adanya. Penasaran? Beli saja bukunya. Saran saya, jangan dibaca sendirian. Ajak pasangan Anda membacanya juga, supaya bisa belajar bersama-sama, dan pernikahan bisa dijalani dengan kompak sehingga bisa mencapai tujuan yang diinginkan.

Seperti tanaman, romantisme terhadap pasangan juga perlu dirawat agar tumbuh sesuai harapan. Komunikasi, baik secara verbal maupun sentuhan, penting dipelajari. Malu? Bingung memulainya bagaimana? Ibu Elia dan Mbak Anna membagi semua tipsnya. Bahkan, di halaman 156, mereka memberi bocoran sebuah link yang bisa Anda buka untuk melihat bagaimana lelaki Jepang menyatakan cinta pada istrinya. Ini bisa menjadi ide juga, bukan?

~~~

Pernikahan memang merupakan sebuah perjanjian yang berat, yang menyertakan Tuhan semesta alam. Allah mengirimkan kepada kita seseorang yang tak sepenuhnya kita kenal. Pasangan kita itulah yang menjadi teman hidup dan teman beribadah kita, tim yang kuat untuk pulang menuju Tuhan. Lalu apa yang akan Anda katakan ketika Anda dan pasangan sama-sama berada di hadapan-Nya kelak?


Semoga nanti di hari akhir, pasangan kita akan berkata, “Ya Allah, aku bersyukur Engkau telah memberikan dia kepadaku. Sesungguhnya aku ridha kepadanya.”


Read More

Rahasia Pelangi: Buktikan Jika Kau Cinta

Thursday, September 10, 2015

taken from my instagram @rien_arin

Novel ini lahir dari tangan dua orang yang peduli terhadap lingkungan. Di dalamnya, kita dapat menemukan penyebab terjadinya konflik antara gajah dan manusia, seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Ah iya, salah satu yang mendorong lahirnya novel ini memang karena kekhawatiran akan ancaman kepunahan gajah.

Benar kata orang, novel ini sangat informatif, karena secara detail Mbak Riawani dan Mbak Shabrina bercerita secara gamblang bagaimana kondisi Tesso Nilo dan Way Kambas. Mm, lebih tepatnya, bagaimana kondisi hewan-hewan yang dilindungi saat ini, gajah khususnya, juga kondisi hutan yang semakin berkurang. 

Diawali dengan kisah yang menghentak, ketika seorang Anjani kecil diajak ayahnya menyaksikan sebuah pertunjukan sirkus. Diceritakan, seekor ibu gajah; "Belalainya terulur, meraih belalai anaknya, melilit dengan cepat, lalu membanting tubuh gajah kecil itu ke tanah." Disitu bulu kuduk saya merinding. Apa yang terjadi kemudian dengan gajah kecil itu? Hhh... Dan masih ada hentakan lainnya, seperti saat Anjani dewasa yang telah menjadi seorang mahout, menolong kelahiran seekor bayi gajah yang akhirnya dinamai Akasia, bersama seorang mahout lainnya tanpa bantuan dokter hewan. Saya seperti merasakan jantung saya terpacu lebih cepat. 

Membaca novel ini, saya seakan diajak menaiki Beno, si gajah, sambil mengelilingi rimbunnya hutan. Saya bahkan seolah ikut merasa tubuh saya bergerak naik turun sambil menciumi bau hutan yang segar, aroma wangi durian hutan bercampur dengan aroma lumut dan dedaunan busuk. Hmmmhh... Namun, jangan mengharap cerita cinta di dalamnya naik turun bagaikan roller coaster, yang naik dan turun dengan drastis. Rasa cemburu Anjani akan kedekatan Rachel dengan Chay masih wajar, meskipun marahnya itu kemudian dianggap sebagai kelalaiannya hingga menyebabkan Rachel celaka. Keputusasaan yang dialami Rachel juga masih manusiawi, apalagi jika karakter Rachel memang digambarkan sebagai gadis tomboy yang tidak takut dengan apapun.

Secara keseluruhan, saya menilai, Mbak Shabrina dan Mbak Riawani adalah penulis yang cerdas. Salah satunya karena terpikir untuk menghadirkan tokoh Chay yang berasal dari Negeri Gajah Putih, Thailand. Seperti yang tertulis di halaman 123; "Negeri kelahirannya memuja gajah sebagai hewan suci." Tentu hal ini sangat cocok dengan bahasan utama dalam novel ini yaitu tentang gajah. Bagaimana keduanya mengolah data menjadi sedemikian mengalir pun patut diacungi jempol. Namun mungkin akan lebih komplit lagi jika dikisahkan bagaimana jatuh bangunnya Anjani menyembuhkan traumanya akan gajah, hingga memutuskan untuk bekerja menjadi mahout. Kalimat "Kau terlihat gugup. Yakin mau menjadi mahout?" yang dilontarkan Chay pada Anjani di halaman 41, bagi saya masih terlalu cepat membuat Anjani berubah jika mengingat rasa trauma pada gajah yang dialami Anjani sewaktu kecil termasuk berat.

Tapi tunggu, entah mengapa tiba-tiba mata saya melirik angka di pojok halaman. Hei, sudah halaman 286, tapi mengapa akhir cerita cinta antara Chay-Anjani dan Ebi-Rachel belum juga dibahas sih? Saya belum mendapatkan sedikitpun petunjuk untuk bisa mengambil kesimpulan apakah kedua pasangan itu akan bersatu? Apalagi, di halaman 289, Rachel justru mengatakan bahwa orang tuanya akan membawanya kembali ke Jakarta. Artinya, kemungkinan Ebi bersatu dengan Rachel menjadi semakin kecil.

Dan di halaman 302, saya mulai senyum-senyum sendiri. Untunglah kedua anak saya sudah terlelap dipeluk mimpi, hihi, jadi nggak ketahuan emaknya lagi ngapain. Hehe, habisnya saya seperti teringat ketika suami saya menyatakan cintanya dahulu. *ups

Yup, novel ini memang bukan novel romantis yang bisa mengaduk-aduk perasaanmu atau membuatmu menangis hingga menghabiskan satu pak tissue, tapi percayalah, jika kamu mencintai alam ini, hatimu akan tersentuh untuk memulai berbuat sesuatu. Dan Cinta bukan seberapa banyak kau mengatakan, melainkan sejauh mana kau membuktikan. Semoga novel ini bisa sekaligus menjadi ajang kampanye untuk lebih mencintai alam dan seisinya. :)

Read More