Amay, Cita-Cita dan Morinaga Chil-Go!

Sunday, July 31, 2016

Bicara tentang Amay, berarti bicara tentang anak berumur 5 tahun. Tentang kegiatannya, tentang sekolahnya, juga tentang cita-citanya.

Kegiatan rutin Amay setiap Senin hingga Jum'at, adalah pergi ke sekolah. Hari Senin sampai Kamis, ia akan pulang pukul 12:30, sementara di hari Jum'at, sekolah berakhir pukul 11:00 siang. Sekolahnya tidak terlalu jauh dari rumah. Saya sengaja memilih yang dekat dengan rumah, agar tak terlalu repot saat mengantar dan menjemputnya, mengingat saya masih punya bayi yang beranjak gede, yaitu Aga yang berumur 20 bulan. Beruntungnya, di dekat tempat tinggal saya ada TK Islam Terpadu yang insya Allah bagus dan sesuai dengan keinginan saya.

Amay sekolah

Pulang sekolah, biasanya Amay akan bermain di rumah dengan saya dan adiknya. Ia hampir tak pernah tidur siang. Entahlah, susah sekali diajak tidur siang. Jam 4 sore, adalah saatnya bermain dengan teman-teman kecil di sekitar rumah.

Tentang cita-cita, beberapa kali Amay berganti keinginan. Pernah dia berkata, "Mas Amay mau kerja kayak Papa aja, bikin rumah," sewaktu melihat papanya yang berprofesi sebagai seorang Arsitek, menggambar desain rumah kliennya. Namun di lain waktu, saat kami terbang dari Jogja menuju Makassar, ia juga mengatakan ingin menjadi seorang Pilot. "Terbang 'kan enak, Ma..." katanya beralasan. Akan tetapi, keinginan itu masih berubah-ubah, bahkan saat di sekolahnya diadakan "costume party", dimana anak-anak diminta berpakaian sesuai cita-cita, Amay justru memilih menjadi pemain sepak bola.


Amay dan cita-cita
Sebagai orang tua, saya berusaha mendukung setiap pilihannya, asal itu baik baginya. Dukungan ini tentu saja bukan hanya berbentuk kata-kata semangat, namun juga niat untuk memberikan pendidikan terbaik untuknya.

Ada beberapa cara yang saya lakukan untuk mempersiapkan tabungan pendidikan bagi Amay dan Aga. Salah satunya dengan menyisihkan sebagian uang belanja harian untuk mereka. Selain itu, saat ini saya sedang mengikuti Program Bekal Masa Depan yang diselenggarakan oleh Morinaga Chil-Go! Hadiahnya besar lho. Ada Dana Asuransi untuk Pendidikan senilai total 3 Milyar Rupiah, juga ribuan voucher yang akan dibagikan sebagai hadiah hiburan.

Barangkali teman-teman mau ikutan juga? Caranya mudah koq, ada yang secara online, ada pula yang offline. Ini ya langkah-langkahnya:

Mekanisme Pendaftaran Online
1. Ayah atau Bunda perlu membeli Morinaga Chil-Go! minimal 6 botol di www.orami.com atau www.kalbestore.com dalam satu kali transaksi pembelian untuk mendapatkan kode unik. Kode unik akan dikirimkan melalui email selambat-lambatnya 2x24 jam setelah pembayaran diterima. Kode unik ini akan berlaku selama 30 hari hitungan kalender setelah dikirimkan. Artinya, pengiriman ide hanya akan diterima pada periode yang sama.

2. Setelah mendapatkan kode unik tersebut, Ayah atau Bunda dapat melakukan registrasi melalui www.BekalMasaDepan.com. Ayah atau Bunda bisa memilih kecerdasan mana yang sesuai dengan kecerdasan majemuk pilihan Ayah atau Bunda tentang bagaimana cara Ayah atau Bunda mencerdaskan Si Kecil agar menjadi Generasi Platinum yang multitalenta.

3. Ayah atau Bunda dapat menambahkan foto atau video untuk mendukung ide yang dituliskan.


Mekanisme Pendaftaran Offline
1. Ayah atau Bunda perlu membeli Morinaga Chil-Go! minimal 6 botol dalam 1 struk transaksi pembelian di toko-toko retail yang bekerjasama yang tercantum dalam website www.BekalMasaDepan.com termasuk Hypermart, Supermarket, dan minimarket (saya membeli di Alfamidi) berlaku kelipatan dimana pembelian dilakukan selama periode program.

struk pembelian Morinaga Chil-Go!
2. Ayah atau Bunda harus mengirimkan struk pembelian dan formulir pendaftaran ke PT. Bounche Indonesia dengan alamat Thamrin City Office Park AA03-AA05, Jl. Boulevard Teluk Betung - Jakarta 10240. Formulir dapat diunduh di www.BekalMasaDepan.com.

formulir yang telah saya unduh dari www.BekalMasaDepan.com

3. Ayah atau Bunda wajib menyimpan bukti pengiriman. Bukti struk pembelian yang dianggap sah adalah struk pembelian yang diterbitkan oleh toko-toko retail yang tercantum di www.BekalMasaDepan.Com. Struk yang berlaku adalah struk asli pembelian produk Morinaga Chil-Go! yang diterima oleh PT Bounche Indonesia selambat-lambatnya 30 hari kalender dari tanggal yang tercantum dalam struk. Pihak penyelenggara akan memberikan kode unik terhadap berkas yang diterima setelah melakukan verifikasi 5x24 jam.

4. Kode unik akan dikirimkan melalui email dan SMS yang dapat berlaku selama 30 hari kalender setelah dikirimkan. Artinya, pengiriman ide hanya akan diterima pada periode yang sama.

saya dapat SMS tentang kode unik

5. Setelah mendapatkan kode unik tersebut, Ayah atau Bunda dapat melakukan registrasi melalui www.BekalMasaDepan.com. Ayah atau Bunda bisa memilih kecerdasan mana yang sesuai dengan kecerdasan majemuk pilihan Ayah atau Bunda tentang bagaimana cara Ayah atau Bunda mencerdaskan Si Kecil agar menjadi Generasi Platinum yang multitalenta.

jika belum daftar, klik "daftar". jika sudah pernah mendaftar, klik "masuk"

mendaftar Morinaga Chil-Go!

saya menuliskan stimulasi kecerdasan visual spatial dengan permainan yang saya buat

saya mengupload foto dan video

cerita saya menunggu diverifikasi


6. Ayah atau Bunda dapat menambahkan foto atau video untuk mendukung ide yang dituliskan.

Ini Video saya: 


 
Jadi tunggu apa lagi, yuk buruan ikutan mumpung masih banyak waktu. Siapa tahu kita jadi salah satu pemenangnya, ya 'kan? :)
Untuk info yang lebih lengkap, Ayah/Bunda bisa mengunjungi : 
Website: www.BekalMasaDepan.com
Facebook: Morinaga Platinum
Twitter: @Morinagaid
Instagram: @MorinagaPlatinum
 
 
 
 
Read More

Kasih Tak Sampai Antara Siti Nurbaya dan Samsul Bahri

Wednesday, July 20, 2016

Novel Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, karya Marah Rusli

Pertama kali membaca novel ini adalah ketika saya duduk di bangku SMA. Karena apa lagi jika bukan oleh tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia? Sebelumnya, saya hanya mendengar kisah Sitti Nurbaya dan Samsulbahri yang harus menderita karena kisah cintanya terhalang oleh Datuk Meringgih yang tak punya hati. Dan dulunya, saya pikir, orang tua Sitti Nurbaya lah yang tega menukar kebahagiaan sang putri hanya demi pundi-pundi duniawi. Apalagi, ini didukung dengan syair lagu yang dibawakan suara melengking milik Ari Lasso, yang saat itu masih menjadi vocalis grup band Dewa 19, berjudul "Cukup Siti Nurbaya".
"Oh... Memang dunia, buramkan satu logika
Seolah-olah, hidup kita ini

Hanya ternilai s'batas rupiah 
Cukup Siti Nurbaya yang mengalami
Pahitnya dunia

Hidupku, kamu, dan mereka semua

Takkan ada yang bisa memaksakan jalan

Hidup yang 'kan tertempuh 
Dengarkan manusia yang terasah falsafah
Sesaat katanya

Itu bukan dogma"

Tapi ternyata, setelah membaca keseluruhan isi novelnya, ada banyak sekali buah pikiran yang perlu diluruskan. Bahwa ternyata, Sitti Nurbaya tak pernah dipaksa oleh sang ayah untuk menikah dengan Datuk Meringgih. 

Berikut ini ringkasan cerita Sitti Nurbaya, Kasih Tak Sampai:

Samsulbahri dan Sitti Nurbaya, dua sahabat - teman sekelas - tetangga yang saling jatuh cinta. Rumahnya bersebelahan. Tak hanya mereka berdua yang dekat, kedua orang tua mereka pun sama-sama berhubungan baik. Suatu hari, mereka harus berpisah karena Samsu (Samsulbahri), merantau ke Jakarta untuk menempuh pendidikan dokter. Meski berjauhan, mereka berdua sepakat untuk saling setia.

Namun sayang, takdir mengharuskan Sitti Nurbaya tunduk pada kekuasaan Datuk Meringgih. Kisah bermula ketika Datuk Meringgih merasa iri pada Baginda Sulaiman yang usaha dagangnya melejit. Lelaki tua itu tak ingin tersaingi, sehingga ia pun menyusun strategi untuk membuat bisnis Baginda Sulaiman bangkrut. Ia menyuruh orang untuk membakar toko yang dimiliki Baginda Sulaiman, meracun kebun kelapa yang dimilikinya sehingga pohon-pohon kelapa itu tidak berbuah dan membusuk, juga menghasut partner bisnis Baginda Sulaiman agar beralih padanya. Sesuai dengan keinginannya, Baginda Sulaiman pun mengalami kebangkrutan.

Datuk Meringgih menawarkan bantuan, namun dengan bunga yang tinggi itu, Baginda Sulaiman tak mampu membayar hutangnya, hingga pilihan sulit pun harus diambilnya. Menyerahkan dirinya menjadi tahanan atau menyerahkan putri kesayangannya pada Datuk Meringgih. Nurbaya, yang sangat mencintai ayahnya, memilih untuk mengorbankan dirinya sendiri. 

Karena tak tahan dengan Datuk Meringgih, Nurbaya memutuskan untuk melarikan diri, namun itu tak bertahan lama karena Datuk Meringgih dapat membawanya kembali dengan taktik liciknya. Tak berhenti sampai disitu, Datuk Meringgih menyuruh orang untuk membunuh Sitti Nurbaya dengan meracuninya.

Mengetahui kekasihnya telah tiada, Samsulbahri tak lagi memiliki keinginan untuk hidup. Ia kemudian bergabung menjadi prajurit kolonial, dengan tujuan agar lebih mudah menemui kematian. Setiap ditugaskan ke medan perang, ia berharap bisa mati. Namun sayang, usahanya untuk "bunuh diri" tak tersampaikan, bahkan ia justru berhasil mengalahkan musuh-musuhnya sehingga dianggap sebagai prajurit berprestasi dan mendapatkan pangkat letnan.

Sepuluh tahun berlalu. Samsu yang saat itu telah berganti nama menjadi Mas, ditugaskan ke Padang untuk melawan Datuk Meringgih yang saat itu memimpin suatu revolusi melawan pemerintah Hindia Belanda sebagai protes atas kenaikan pajak belasting. 
Dalam peperangan menghadapi Datuk Meringgih ini, Samsu berhasil membalaskan dendamnya, meski ia sendiri mengalami luka yang cukup berat. Setelah bertemu dengan ayahnya dan meminta maaf, ia pun meninggal dunia. 


Setelah mengetahui ringkasan ceritanya, ada baiknya kita melihat unsur intrinsik dalam novel karya Marah Rusli ini:



  • Tokoh Utama
1. Sitti Nurbaya
Nurbaya adalah anak tunggal dari Baginda Sulaiman. Sosoknya digambarkan sebagai seorang gadis yang tak hanya memiliki paras cantik, namun kelakuan dan adatnya, tertib dan sopan santunnya, serta kebaikan hatinya, tidak kalah cantik daripada parasnya. 

2. Samsulbahri
Sam, begitu ia dipanggil, adalah putra tunggal dari Sutan Mahmud Syah, seorang Penghulu di Padang. Selain pandai, ia juga baik, tertib, sopan santun, halus budi bahasanya, lurus hati dan bisa dipercaya. Meski ia halus, namun ia juga pemberani dan suka membela kebenaran. 

3. Datuk Meringgih
Datuk Meringgih adalah tokoh antagonis di novel ini. Meski sebenarnya ada beberapa tokoh antagonis lain, seperti: Rubiah dan Sutan Hamzah (saudara kandung Sutan Mahmud Syah), juga beberapa anak buah Datuk Meringgih, akan tetapi Datuk Meringgih adalah sumber dari segala derita yang dialami Baginda Sulaiman hingga berimbas pada keberlangsungan cinta antara Sitti Nurbaya dan Samsulbahri. Jika Datuk Meringgih tak ada, tentu cerita cinta Sitti Nurbaya dan Samsulbahri tak akan berakhir setragis itu.

Datuk Meringgih adalah seorang saudagar Padang yang termahsyur. Sesungguhnya ia bukan berasal dari keturunan orang berada dan terhormat, tetapi hidupnya berubah. Kekayaannya dimana-mana. Orang-orang menaruh hormat padanya karena kekayaannya itu. Tiada seorang pun yang dapat melawan kekayaannya. Akan tetapi, sifatnya buruk, ia teramat kikir. Jika harus mengeluarkan uang, ia akan berpikir berkali-kali. Ia tidak bakhil untuk satu hal; perempuan.
Rupanya buruk, usianya lanjut, pakaian dan rumah tangganya kotor, adat dan kelakuannya kasar dan bengis, bangsanya rendah, pangkat dan kepandaian pun tak ada, selain daripada kepandaian berdagang. 

  • Alur
Marah Rusli menggunakan alur maju dalam menceritakan novel ini. Bermula dari masa Sitti Nurbaya dan Samsulbahri bersekolah bersama, hingga beberapa waktu kemudian Samsulbahri merantau ke ibukota. Lalu kisah-kisah memilukan yang menimpa keluarga Sitti Nurbaya hingga akhirnya gadis itu harus bersedia menyerahkan masa depannya pada Datuk Meringgih, dan berakhir pada kisah heroik yang dilakukan Samsulbahri terhadap musuh besarnya, Datuk Meringgih.

  • Tema
Meskipun tema ini termasuk mainstream, namun pada masa itu, Marah Rusli berhasil membuat kisah Sitti Nurbaya melegenda. Siapa sangka, dari tangannya, lahir Romeo-Juliet ala Indonesia? Iya, tema cinta memang tak ada habisnya, bukan?Apalagi disini, kisah cintanya dibuat sedemikian kompleks, mulai dari serba-serbi monogami dan poligami, hingga pemaksaan dalam pernikahan.

  • Latar atau Setting
Novel Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai, mengambil tempat di Padang-Sumatera Barat, pada awal abad ke-20. Di dalamnya penulis banyak menceritakan tentang budaya Minangkabau.

Penulis menuliskan contoh adat budaya Minangkabau, bahwa apabila kita memiliki anak, maka yang bertanggung jawab terhadap anak kita adalah pamannya. Jadi, seorang laki-laki bertanggung jawab terhadap kemenakannya.

Selain itu, pada masa itu, adalah wajar jika seorang laki-laki memiliki banyak istri. Justru hal yang aneh jika seorang laki-laki, apalagi ia adalah seorang yang berbangsa tinggi, berpangkat dan terhormat, hanya memiliki satu istri saja. Kakak dari Sutan Mahmud Syah berkata, "Bukankah harus orang besar itu beristri banyak? Bukankah baik orang besar itu beristri berganti-ganti, supaya kembang keturunannya? Bukankah hina, jika ia beristri hanya seorang saja? Sedangkan orang kebanyakan, yang tiada berpangkat dan tiada berbangsa, terkadang-kadang sampai empat istrinya, mengapa pula engkau tiada?"

  • Gaya Bahasa
Novel ini kental dengan bahasa Melayu, sehingga ada beberapa kosakata yang sedikit berbeda dengan bahasa Indonesia yang kita kenal saat ini, seperti: masakan (masa?), sebagai (seperti, bagai), bila (kapan), boleh (bisa, dapat), dll. 
Selain itu, seperti budaya Melayu juga ketika seseorang ingin mengungkapkan perasaan atau pikirannya, Marah Rusli menyisipkan pantun berbalas pantun. Hal ini dapat kita temui di beberapa dialog antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya.

Di sawah jangan memukat ikan,
ikan bersarang dalam padi
Susah tak dapat dikatakan
ditanggung saja dalam hati

Gantungan dua tergantung
tergantung di atas peti
Ditanggung tidak tergantung
sakit memutus rangkai hati

Di dalam novel ini pun akan sering kita temukan pepatah atau perumpamaan, seperti misalnya; "Arang habis, besi binasa", yang kira-kira memiliki arti bahwa semua usaha telah sia-sia.



  • Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan adalah Sudut Pandang Orang Ketiga.

  • Amanat
Novel ini sarat akan amanat, tidak hanya dari kisah dan perjalanan Sitti Nurbaya dan Samsulbahri serta orang-orang di sekelilingnya saja, namun juga dalam "cerita dalam cerita" di dalamnya. Misalnya, ada sebuah hikayat pendek yang diceritakan oleh Sam pada Nurbaya. Dari hikayat itu, ada pesan moral yang disampaikan, bahwa; "Tiap-tiap suatu yang hendak dikerjakan atau dikatakan, haruslah dipikirkan lbih dahulu dengan sehabis-habis pikir dan ditimbang dengan semasak-masaknya; Berkata sepatah, dipikirkan, supaya jangan salah; sebab kesalahan itu boleh mendatangkan sesal yang tak habis. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna." Dan masih banyak cerita-cerita lain yang mengandung pesan moral.


Lalu, seperti yang telah kita bahas di awal, apakah kisah Sitti Nurbaya dan Samsulbahri di novel ini seperti pemahaman orang-orang selama ini, bahwa mereka harus terpisah karena perjodohan? Ternyata tidak. Ayahanda Nurbaya tak pernah menjodohkan atau memaksa putrinya menikah dengan Datuk Meringgih itu. Apalagi sesungguhnya baik orang tua Sam maupun Baginda Sulaiman sendiri sebagai ayah Nurbaya, sesungguhnya telah merestui hubungan kedua anak ini. 

Beliau hanya berkata, "Jika sudi engkau menjadi istri Datuk Meringgih, selamatlah aku, tak masuk ke dalam penjara dan tentulah tiada akan terjual rumah dan tanah kita ini. Akan tetapi jika tak sudi engkau, niscaya aku dan sekalian kita yang masih ada ini, akan jatuh ke dalam tangannya." karena saat itu memang sudah tak ada pilihan lain. Hutang yang mesti dibayarkan pada Datuk Meringgih telah menumpuk, sedangkan harta bendanya telah habis. Dan demi mendengar perkataan putus asa ayahandanya itu, Nurbaya memilih mengorbankan dirinya demi ayah yang dicintainya.

Memang seperti memakan buah simalakama, tak ada pilihan yang baik untuknya.


Judul: Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai
Pengarang: Marah Rusli
Genre: Novel
Penerbit: Balai Pustaka
Tahun Terbit: 1922



Read More

Cilok Setengah Juta, Dimuat di Gado-Gado Majalah Femina

Sunday, July 3, 2016


Sebut saya norak. Hehe... Tapi saya memang sedang norak-norak bergembira. Apa pasal? Setelah perjuangan yang paaannnjjaaannggg dan laaammmmaaaa, akhirnya saya bisa menakhlukkan satu media besar itu. Iyap, tulisan saya akhirnya bisa nangkring di rubrik Gado-Gado Majalah Femina.

Majalah Femina, foto oleh Mbak Rien DJ

Selama ini saya hanya bisa iri, melihat tulisan teman-teman muncul di rubrik itu. Ini bukan soal honor yang memang cukup besar dibanding media yang lainnya ya, tapi ini soal mengukur kemampuan diri. Bisakah saya seperti teman-teman lain?

Memang, tulisan saya sebelumnya sudah pernah nangkring di beberapa media cetak seperti Jawa Pos dan Solo Pos. Ada yang mau baca? Ini tulisan saya di Jawa Pos untuk rubrik Gagasan: Bersahabat dengan Bumbu Dapur, dan ini salah satu cerita lucu saya yang dimuat di Rubrik Ah Tenane, Solo Pos, yang menggunakan tokoh utama bernama Jon Koplo.

Tak hanya itu, cerita lucu tentang Amay pun pernah saya kirimkan ke Majalah Reader's Digest Indonesia, yang masih satu grup dengan Majalah Femina. Sayangnya, sejak Oktober 2015 lalu, majalah ini hanya bisa kita baca dalam versi digital. :(

Haha Hihi di Reader's Digest Indonesia

Menulis untuk Majalah Femina ini cukup sulit bagi saya, karena hingga belasan kali mengirim tulisan, nyatanya saya kurang bisa menangkap selera Majalah ini. Belasan ide, belasan judul sudah saya kirimkan, namun tak satu pun berhasil memenuhi syarat. Padahal untuk media lain, terkadang 1-2 kali kirim saja, Alhamdulillah tulisan saya bisa sesuai dengan karakter mereka.

Baca Tiada Alasan Tak Menanam, tulisan saya yang dimuat di Majalah Ummi. Juga, Do'a yang Dinantikan, yang dimuat di Majalah Hadila.

Dan tibalah saat yang saya tunggu-tunggu. Saya dihubungi oleh Mbak Ratna dari Femina melalui SMS, yang menanyakan apakah tulisan saya berjudul "Cilok Setengah Juta" adalah karya asli saya dan belum pernah diterbitkan? Alhamdulillah, secercah harapan muncul. Saya tidak bisa berhenti tersenyum. Saya pun mengirimkan berkas-berkas yang diminta, via email dan via pos. 

Dan hari itu tiba. Hari dimana tulisan saya muncul di edisi 25 tahun 2016. Rasanya penasaran. Persis seperti seorang ibu yang hendak melahirkan, seperti apa rupa anakku?

Tapi rasa penasaran itu mesti ditahan, karena saya belum bisa menemukan majalah itu di tukang koran sekitaran Colomadu, Karanganyar. Hiks... Mau ke toko buku, tapi suami belum sempat mengantar. Iya, saya kemana-mana memang mesti sama beliau, hehe... Tapi Alhamdulillah, Allah menolong saya melalui tangan Mbak Saptorini alias Mbak Rien DJ yang bersedia mencarikan majalah itu di toko langganannya. Alhamdulillah Alhamdulillah.. :)

Hingga kini sebenarnya saya belum melihat secara langsung bagaimana penampakan tulisan saya, karena majalahnya masih di Mbak Rien. Tapi saya cukup puas, melihat judul besar yang terpampang disana, dan nama saya yang tertulis di ujung kanan bawah. :)

tulisan saya di Gado-Gado Femina


Buat yang penasaran, ini adalah tulisan saya, versi asli yang saya kirimkan tanggal 5 Januari 2016. 

Cilok Setengah Juta

“Mas, mau udang, boleh?” pinta saya.
“Tapi dirimu kan alergi udang. Jangan aneh-aneh, ah!” Jawab suami saya, tegas.
Tapi karena tak tahan melihat wajah saya yang begitu ingin menyantap makanan itu, suami saya akhirnya mengambilkan setusuk sate udang untuk saya yang sedang hamil muda, lengkap dengan segelas susu dan air kelapa muda. Dua minuman itu untuk penawar racun, katanya. 
Ajaib, kondisi hamil membuat saya tak pantang memakan makanan yang biasanya menimbulkan gatal di sekujur tubuh itu. Tanpa meminum susu dan air kelapa muda pun, tubuh saya tidak mengalami reaksi alergi. Anehnya, setelah bayi saya lahir, saya kembali alergi dengan udang, kepiting, dan makanan laut lainnya.

Kebanyakan ibu-ibu yang sedang hamil muda memang mengalami yang namanya ngidam. Bahkan pertanyaan “ngidam apa nih?”, termasuk yang paling sering dilontarkan.
Orang ngidam itu macam-macam. Ada yang ingin melakukan sesuatu yang biasanya terdengar aneh, ada juga yang ingin makan makanan yang tak biasa.
Tetangga saya, saat hamil hanya ingin makan sayur nangka muda (sayur gori) saja. Dan jika dia sudah memasaknya, orang lain tidak boleh ada yang ikut mencicipi. Haha, lucu sih kedengarannya, timbang sayur gori doang. Tapi itu nyata, dan dia selalu tertawa jika mengingatnya.
Salah satu orang tua murid di sekolah anak saya lain lagi, saat hamil dia tidak suka memakai alas kaki. Entah itu sandal atau sepatu. Dan kini anaknya berperilaku persis seperti sang ibu. Kalau kami sedang menjemput anak-anak saat pulang sekolah, biasanya anak ini langsung berlari ke arah ibunya sambil menjinjing sepatu dengan kedua tangannya. Malah pernah, disaat anak-anak lain sedang berdo'a di dalam kelas, dia berlari keluar sambil menjinjing sepatunya menuju sang ibu yang menunggunya, kemudian dia kembali lagi ke kelasnya dan melanjutkan berdo'a sebelum pulang.
“Yang paling awet dari anak ini tuh, sepatunya. Gimana enggak, dipakainya cuma pas berangkat aja.” Kata si ibu sembari tertawa. Terkadang memang kebiasaan kita saat hamil terbawa oleh anak kita.

Berbeda dengan tetangga dan ibu dari teman anak saya tadi, saya pun mengalami ngidam yang aneh saat hamil anak pertama. Selain jadi kebal terhadap udang, tiba-tiba saya merasa sangat ingin makan cilok. Ini gara-gara sebuah tayangan televisi yang sedang menayangkan makanan-makanan lezat berbahan aci. Hmmm, tampaknya ibu hamil mesti berhati-hati ketika menonton televisi, karena bisa-bisa perasaan ngidam muncul tiba-tiba setelah melihat sebuah tayangan. J
Maka ketika mama mertua telepon dan bertanya kondisi kehamilan saya, saya mengatakan bahwa saya ingin sekali makan cilok. Demi calon cucunya, beliau sampai menelepon kenalannya di Solo untuk menanyakan dimana kira-kira penjual cilok berada, karena saat itu saya dan suami memang baru dua bulan tinggal di kota Bengawan itu, sehingga belum paham tempat-tempat jajanan. Dan sialnya, saat itu bulan puasa sehingga pedagang cilok yang biasa mangkal di sekolah-sekolah libur berjualan.
Akhirnya, karena hasrat makan cilok tak kunjung terpenuhi, mama mertua datang mengunjungi kami. Beliau bersama dua adik ipar datang ke Solo dengan menumpang travel dari Purwokerto. Kebetulan saat itu ayah mertua sedang dinas di Bumiayu.
Ketika datang, beliau membawakan saya cilok, lengkap dengan bumbu kacang, saos dan kecap.
Sambil menyuruh saya menyantap oleh-oleh paling spesial itu, beliau berkata, "Ini cilok istimewa ya, Rin, soalnya harganya setengah juta." Haha..seketika itu kami semua tertawa. Iya, harganya setengah juta karena ongkos travel dari Purwokerto ke Solo untuk 3 orang hampir setengah juta. Ada-ada saja. J


*tulisan yang terdapat di Majalah Femina, telah mengalami sedikit pengeditan. :)


Read More