Showing posts with label buku. Show all posts
Showing posts with label buku. Show all posts

Look I'm Very Beautiful

Saturday, February 6, 2021

 

Look, I'm Very Beautiful! 

Eits, jangan sirik dulu. Ini adalah judul buku karya Mbak Afifah Afra yang sudah saya miliki sejak beberapa tahun silam. Saya ingin mengulas sedikit isinya, karena kebetulan isinya ngga jauh-jauh dari "Self Love", sebuah topik yang sedang ramai diperbincangkan.

Btw, ada yang pernah mendapat bully-an karena fisik yang (menurut para pem-bully) ngga sesuai standar kecantikan di dunia? Entah kulit yang hitam lah, rambut keriting lah, gigi yang ngga rapi lah, whatever it is?

Saya pernah. Paling sering karena gigi saya yang ngga rapi. 

Karena kata-kata "gigi maju mundur", "untune jegang", yang sering orang lain ucapkan itu, saya pernah merasa jelek, lho. Ngga sempurna, begitu. Terbukti bahwa segala sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus, tanpa kita sadari bisa membentuk pola pikir dan kepribadian kita. Termasuk omongan orang.

Untuk kalian yang saat ini sedang menerima bully-an seperti itu, jangan diambil hati. Ingat kata Christina Aguilera, "You are beautiful, no matter what they say." Dan yang jelas, mengejek diri sendiri sebagai makhluk jelek, adalah salah satu tindakan kufur kepada Allah.

Coco Chanel mengatakan; "Beauty begins the moment you decide to be yourself."

Jadi sebenarnya, pertanyaan "gimana ya biar aku bisa jadi cantik?" itu, jawabannya mudah sekali. Cukup dengan menjadi diri sendiri.

Nah, untuk bisa menjadi versi terbaik dirimu sendiri, sebelumnya kamu harus paham tentang "Self Concept".

Look I'm Very Beautiful
Look I'm Very Beautiful, gambar diambil dari www.tokoafifahafra.com


Sekarang, ayo kita belajar tentang Konsep Diri / Self Concept!

Konsep diri itu apa?

Konsep diri atau self concept merupakan penggambaran tentang diri kita, serta apa yang kita inginkan tentang diri kita, yang sumbernya bisa berasal dari apa yang kita pikirkan maupun yang orang lain katakan. Tuh kan, konsep diri kita bisa dipengaruhi oleh omongan orang terhadap diri kita.

Konsep diri ada yang bersifat positif, ada juga yang besifat negatif. Untuk mengetahui apakah konsep diri kita positif atau negatif, kita perlu identifikasi dulu self ideal, self factual dan self esteem kita. Wah, apa lagi itu self ideal, self factual, dan self esteem?

Self Ideal, Self Factual, dan Self Esteem

Self Ideal adalah gambaran ideal tentang diri kita, yakni citra seperti apa yang kita inginkan atau kita harapkan. Biasanya, self ideal sangat dipengaruhi oleh sosok panutan kita, meski tidak selalu begitu juga.

Misalnya nih: Arinta yang saya harapkan adalah Arinta yang seorang blogger, pecinta lingkungan sekaligus penghafal Al-Qur'an. Wow yaa... 😂 Mari kita lihat kenyataannya.

Self Factual adalah diri kita yang sebenarnya. 

- Apakah Arinta sudah jadi seorang blogger? Sudah
- Apakah Arinta sudah benar-benar mencintai lingkungan? Sedang menuju ke arah sana. Saat ini sedang membiasakan diri untuk mengolah sampah dapur menjadi kompos, juga sedang berusaha untuk diet plastik meski sulit sekali karena masih suka lupa.
- Apakah sudah hafal Al-Qur'an? Beluuummm... Tapi sedang berusaha ikut menghafal surat-surat yang sedang dihafalkan oleh anak-anak.

Jadi, sudah bisa disimpulkan ya, bahwa self factual saya masih jauh dari self ideal yang saya patok sendiri. Meski begitu, saat ini saya cukup percaya diri dengan apa yang ada di dalam diri saya. Di tulisan selanjutnya, saya akan menulis cara menjadi versi terbaik dirimu sendiri.

Self Esteem

Self ideal dan self factual akan sangat mempengaruhi dosis self esteem (harga diri --> seberapa besar kita menghargai diri sendiri). Semakin dekat self factual dengan self ideal, berarti semakin besar self esteem kita. Rasa percaya diri pun akan terbangun semakin kokoh, dan kita akan pandai mencintai diri kita (Self Love). Inilah yang disebut dengan Konsep Diri Positif.

Jika self factual masih jauh dari self ideal, maka kita akan memiliki self esteem yang rendah. Kita jadi "membenci" diri kita, dan terbitlah rasa minder (underestimated). Berkebalikan dengan underestimated, ada overestimated, yaitu kondisi di mana seseorang merasa self factual-nya mendekati self ideal, padahal sebenarnya belum. Dia memiliki self esteem yang tinggi, meski kenyataannya palsu. Dengan kata lain, orangnya "kepedean".

Baik underestimated maupun overestimated, keduanya merupakan Konsep Diri Negatif.

Di halaman 29, Mbak Afifah Afra menuliskan; "Self Ideal yang ideal, mestinya adalah sesuatu yang digali dari diri kita sendiri. Kelebihan kita. Kita harus menjadi diri sendiri. Be yourself. Kun anta tazdada jamala."

Mungkin ada yang bertanya, apa artinya kun anta tazdada jamala? Kun anta tazdada jamala artinya kurang lebih begini; Jadilah dirimu sendiri, niscaya kamu akan menjadi cantik dengan sendirinya. Ini sejalan dengan pesan dari seorang Thich Nhat Hanh;

To be beautiful means to be yourself. You don't need to be accepted by others. You need to accept yourself. 

Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara membangun konsep diri yang positif? Untuk membangun konsep diri yang positif, harus diawali dengan "Mengenal Diri Sendiri". Jadi, sudahkah kamu mengenal dirimu sendiri?


Read More

10 Referensi Buku untuk Menemanimu Saat Harus #StayHome

Saturday, April 18, 2020


Mati gaya karena harus #dirumahaja? Capek masak melulu dan lagi pengen rebahan aja? Rebahannya sambil baca buku aja gimana? Nih, kayusirih kasih 10 buku asik untuk dibaca di tengah pandemi ini. 10 buku ini adalah buku favorit saya. Apa sajakah itu?

1. Recto Verso


Recto Verso

Buku ini selalu saya baca di saat gabut. Entah sudah berapa puluh kali kisah-kisahnya saya baca ulang, terutama di judul; Peluk, Aku Ada, Tidur, Hanya Isyarat, Malaikat Juga Tahu, Firasat, juga Cicak di Dinding. Wow, hampir semua judul saya suka. 7 dari 11 kisah, meski sebenarnya saya juga suka 4 judul lainnya, yaitu; Curhat buat Sahabat, Selamat Ulang Tahun, Grow a Day Older, dan Back to Heaven's Light.

Buku ini membuat pandangan saya kepada penulisnya yaitu Dewi "Dee" Lestari, berubah. Tadinya, saat Supernova, novel pertama Dee lahir, saya kira Dee hanya latah mengikuti beberapa artis yang juga menelurkan buku, seperti Rieke Diah Pitaloka misalnya, yang buku kumpulan puisinya berjudul "Renungan Kloset" terbit di tahun yang sama.

Sampai ketika tahun 2010 saya membaca Recto Verso yang dibeli suami, saya harus sepakat dengan pendapat Andrea Hirata yang menulis bahwa daya tarik tulisan Dee adalah ia selalu menghormati intelektualitas pembaca. Buat saya yang tingkat kecerdasannya ngga seberapa ini, membaca satu cerpen di Recto Verso saja memerlukan beberapa kali pengulangan untuk bisa benar-benar menangkap maksud penulisnya.

Alex Sriewijono juga menuliskan; Buku ini tak berujung dan juga tak berakhir, seperti mengalirnya hidup bersiklus. Buku ini bisa terasa dengan dan tanpa penokohan, karena siapa pun bisa menjadi tokoh dan orang-orang belakang layar untuk setiap penggalan episode cerita kehidupan. Ini bener banget sih, karena di hampir semua judul, tokohnya tak bernama. Bahkan cuma 'aku' dan 'kamu' saja.

Sebenarnya ada banyak kata yang ingin saya tuliskan untuk menunjukkan kekaguman saya pada buku ini (plus lagu-lagunya, karena saya juga suka semua lagunya), tapi artikel ini berjudul 10 Referensi Buku. Kalau satu buku saja saya ulas sepanjang ini, mau sampai sepanjang apa artikelnya? Wkwkwk...


2. Heidi


Heidi

Saya suka buku ini karena ada kenangan di dalamnya. Berawal dari sebuah film yang saya tonton bersama ibu, di TV, saat televisi kami masih hitam putih. Memorable moment banget. :)

Tentang buku ini pernah saya tulis di --> Heidi; Film, Buku, dan Sepotong Rindu

3. Megamendung Kembar


Novel Megamendung Kembar

Buku ini adalah pemberian Mak Ranny Afandi. Waktu itu Mak Ran bilang, "Karya Retni SB tuh bagus-bagus."

Saya tak percaya begitu saja, sampai ketika saya membaca beberapa halaman, eh, ternyata Mak Ran benar. Apalagi saat saya membaca tulisan di bagian belakang buku itu, saya langsung mencium aroma "patah hati" di sini. :)

Ketika cinta dan luka dirahasiakan oleh bibir, maka batik mampu menyuarakannya...

Buku ini juga pernah saya tulis di sini; Megamendung Kembar, Sebuah Novel tentang Batik Indonesia

4. A Thousand Splendid Suns


A Thousand Splendid Suns

Buku karya Khaled Hosseini ini berisi tentang kisah perjuangan yang memilukan seorang perempuan Afghan.

Mariam, gadis kecil yang dipanggil harami oleh ibunya sendiri, Nana, karena ia lahir dari hubungan gelap sang ibu dengan majikannya, Jalil. Mariam harus menerima amukan ibunya setiap hari, hingga suatu hari ia memutuskan untuk pergi ke rumah sang ayah. Mariam tidak mengindahkan nasihat ibunya, bahwa keluarga sang ayah tak mungkin menerima anak harami semacamnya. Ia yakin, ayahnya adalah seorang yang lembut hati, dan tentu akan melindunginya seperti bagaimana seharusnya seorang ayah.

Setelah membuktikan sendiri bahwa apa yang diucapkan oleh ibunya adalah sebuah kebenaran, Mariam pun kembali ke rumah sang ibu. Namun, kali ini ia tak akan pernah mendapatkan ibunya kembali seperti dulu, karena saat ia pulang, sang ibu telah mengakhiri hidupnya sendiri.

Bagaimana kehidupan Mariam selanjutnya? Siapkan tisu saat membaca novel ini yaa... Pesan moralnya adalah patuhi apa kata ibu. Jangan ngeyel.

5. Angel in the Rain


Novel Angel in the Rain

Thanks again to Mak Ran karena sudah meminjami saya buku ini. Angel in the Rain adalah novel karya Windry Ramadhina.

Sesungguhnya awal perkenalan saya dengan Windry Ramadhina agak kurang baik. Novel berjudul "Glaze" yang saya beli beberapa waktu lalu tidak berhasil membuat saya terpukau. Novel itu cenderung membosankan, dan bahkan saya harus mengumpulkan energi besar untuk mencapai separuhnya. Mungkin karena penggunaan kata "memberengut" yang terlalu berlimpah, yaa... Buat saya, itu cukup mengganggu dan menjatuhkan mood.

Namun, Mak Ranny, melalui novel-novel karya Windry yang dipinjamkan kepada saya, berhasil membuat penilaian saya kepada Windry berubah. Angel in the Rain, Walking After You, dan London, berhasil mencuri hati saya. Ketiga novel ini masih saling berkaitan ternyata.

Angel in the Rain bercerita tentang seorang penulis bernama Ayu yang sering mampir ke sebuah toko kue bernama Afternoon Tea. Nah, Walking After You bercerita tentang koki yang bekerja di Afternoon Tea tersebut.

Jika ingin membaca secara berurutan, maka pilihlah London terlebih dahulu, kemudian Walking After You, dan terakhir Angel in the Rain. Namun, karena ini bukan novel trilogi, jadi sah-sah saja mau baca dari mana. Kebetulan saya membaca Angel in the Rain terlebih dahulu, sehingga ketika membaca Walking After You, saya banyak menemukan kejutan. Hihi...

6. Totto-chan


Totto-chan

Pasti sudah banyak yang tahu buku ini kan, ya? Buku ini bercerita tentang seorang gadis kecil di Jepang yang dikeluarkan dari sekolahnya karena sifatnya yang unik. Namun, beruntunglah ia karena ia dipertemukan dengan kepala sekolah terbaique di sekolah bernama Tomoe Gakuen, yang sangat memahami karakter unik setiap anak didiknya.

Karena bersekolah di sekolah itu, Totto-chan selalu bersemangat setiap pergi ke sekolah, meski sekolahnya hanya terbuat dari gerbong kereta bekas.

7. Bumi Manusia


Bumi Manusia

Bumi Manusia adalah salah satu buku dari Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Berkisah tentang Minke, seorang pribumi yang sekolah di HBS (Hoogere Burgerschool) yaitu pendidikan menengah umum pada zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa, Tionghoa, dan elite pribumi, yang menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya.

Bumi Manusia sudah difilmkan, dengan Iqbaal Ramadhan sebagai Minke, Mawar de Jongh sebagai Annelies Mellema, dan Ine Febriyanti sebagai Nyai Ontosoroh.

3 buku lain yang termasuk dalam Tetralogi Buru berjudul; Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

8. Entrok


Entrok

Berawal dari keinginan untuk memiliki sebuah bra, seorang perempuan bernama Marni giat bekerja dan selalu memanjatkan harapannya pada leluhur yang ia puja. Hingga suatu hari, kegigihannya itu mengantarnya menjadi orang yang kaya raya, bahkan ia menjadi seorang rentenir terkemuka.

Setting waktu novel ini adalah di zaman orba, dan penulisnya pun memberikan gambaran politik di masa itu. Novel ini tak hanya menghibur, tetapi juga bisa memperkaya wawasan dan memperluas sudut pandang. Juarak!

9. Hafalan Shalat Delisa


Hafalan Shalat Delisa

Novel karya Tere Liye ini cukup istimewa karena saya beli saat mengunjungi Islamic Book Fair di Senayan belasan tahun silam. Saya menyisihkan sedikit demi sedikit gaji saya saat menjadi guru TK, sehingga saat di IBF, saya sangat selektif dalam memilih buku.

Jujur, pada awalnya saya ragu ketika akan mengambil buku ini, karena saat itu saya belum tahu siapa itu Tere Liye. Namun, setelah membaca buku ini, saya tidak menyesal telah membelinya karena ceritanya memang menarik. Pantas jika difilmkan.

10. Parenting with Heart


Buku Parenting Recommended

Ini buku parenting favorit karena gaya bahasanya yang ringan, ngga bertele-tele, ngga banyak teori ini anu ono, yang menjadikan buku ini cocok untuk dibaca oleh ibu-ibu yang agak lola alias loading-nya lama macam saya. Hehe...

Omong-omong, saya punya kebiasaan melipat halaman yang saya anggap penting, tetapi di buku ini, saya merasa harus melipat semuanya, karena semua halaman bagi saya sangat penting. Tidak mengherankan jika isinya bisa membuat pembaca baper, karena "Pendahuluan"-nya saja sudah sangat 'mak jleb'.

Anak-anak datang dalam keadaan baik dan bersih
Nanti, jika saatnya tiba,
Bisakah aku mengembalikannya sebersih semula?
Sanggupkah dagu kita tegak di hadapan-Nya
Sambil berkata, "Wahai Tuhanku, telah kutunaikan tugasku
Telah kujalankan amanah-Mu."

Huwaa, jleb kan? Dan ada banyak isinya yang semakin membuat 'mak jleb' pokoknya. Itulah alasan mengapa saya memfavoritkan buku ini. :)

*

Baiklah, itu dia 10 buku favorit saya, yang mungkin bisa menjadi rujukan seandainya teman-teman sedang kehabisan ide untuk mengisi hari-hari selama pandemi ini. Oya, ada yang pernah baca buku-buku di atas? Atau punya judul buku favorit juga? Sharing dong di komentar. :)



Read More

Megamendung Kembar, Sebuah Novel tentang Batik Indonesia

Saturday, August 17, 2019


Saya baru saja menyelesaikan sebuah novel karya Retni S.B. yang berjudul Megamendung Kembar. Novel ini mengangkat tema tentang Batik Indonesia, khususnya batik di kota kelahiran sang penulis, yaitu Cirebon.

Sesuai dengan judulnya, di novel ini, motif Megamendunglah yang diangkat ke dalam cerita. Ya, Megamendung memang menjadi motif kebanggaan Kota Cirebon. Bahkan, motif ini memiliki kekhasan yang tidak ditemui di daerah penghasil batik lain. Mengutip Wikipedia, kekhasan motif Megamendung tidak hanya terdapat pada motifnya yang berupa gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas, tetapi juga nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalamnya.

Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Motif Megamendung yang pada awalnya selalu berunsurkan warna biru diselingi warna merah, menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis, karena dalam proses pembuatannya ada campur tangan laki-laki. Kaum laki-laki anggota tarekatlah yang pada awalnya merintis tradisi batik. Warna biru dan merah tua juga menggambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka dan egaliter.


Batik Khas Cirebon
Motif Batik Megamendung, via batik-tulis.com


Dan layaknya sebuah novel pada umumnya, ada bumbu-bumbu percintaan yang menjadikan novel ini semakin menarik untuk dibaca. Agak sedih sebenarnya, karena novel ini berkisah tentang cinta terlarang. Cinta yang tak bisa termiliki. Perih, namun tak ada pilihan yang lebih baik dari ini. Namun begitu, ada setitik bahagia di akhir kisahnya. Dan ternyata, kekuatan cinta sejati memang tak bisa dibohongi. Energinya tetap saling bertautan, meski ada jarak yang memisahkan kedua insan.

Cinta sejati inilah yang pada akhirnya melahirkan sebuah kesamaan pemikiran dan perasaan, yang tertuang dalam Megamendung Kembar.

Novel ini ditulis dari sudut pandang orang ketiga. Ada 3 bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari beberapa bab.

1. Bagian pertama, terdiri dari 4 bab. Pada bagian ini, penulis bercerita tentang Awie, seorang art director di perusahaan periklanan yang cukup besar di Jakarta, yang pada akhirnya memilih untuk kembali ke kampung halamannya di Cirebon untuk meneruskan usaha batik sang nenek.

Keputusan untuk mundur dari kemewahan Jakarta diambilnya dengan penuh kesadaran, didasari rasa cinta yang besar pada sang nenek, dan didorong oleh rasa penasaran yang tinggi terhadap kebiasaan “aneh” sang nenek pada saat membatik.

2. Bagian kedua, terdiri dari 6 bab. Pada bagian ini, kita dibawa mundur ke tahun 1948, saat Indonesia baru saja merdeka, akan tetapi di daerah-daerah masih terjadi pemberontakan-pemberontakan. Di bagian ini, penulis berkisah tentang Sinur, buruh batik yang bekerja di sebuah pabrik. Ya, tepat sekali, Sinur adalah nenek Awie.

Di sinilah kisah cinta rumit itu diceritakan. Di sini pula kita akan menemukan penyebab kebiasaan “aneh” yang dilakukan nenek Awie. Tak heran bila bagian kedua ini sedikit lebih panjang dibandingkan dua bab lainnya. 

3. Bagian ketiga, terdiri dari 4 bab. Karena ini adalah bagian terakhir, tentu saja ini merupakan bagian penyelesaian. Bagian ini cukup membuat tegang, sedih, dan bahagia sekaligus. Pertanyaan-pertanyaan yang semula ada di kepala, perlahan-lahan menemukan jawaban.

Bagaimana bisa tercipta Megamendung Kembar itu? Mengapa Megamendung buatan Sinur bergradasi sembilan, dan bukan tujuh seperti pakemnya, atau lima atau tiga, seperti Megamendung yang biasa ditemui di pasaran? Lalu, bagaimana pula pertemuan Sinur dengan orang yang telah membuatnya susah move on hingga usia sesenja ini?


Novel Retni S.B.
Novel Megamendung Kembar karya Retni S.B.


Sungguh, novel ini benar-benar membuat saya berpikir bahwa cinta yang tak kesampaian, selalu akan membuat pelakunya penasaran. Mengapa ada orang yang bisa begitu mudah jatuh cinta, sementara ada juga orang yang harus bersusah payah melupakan orang yang dicintainya?

Jujur, saya suka novel ini. Tak hanya ide ceritanya yang menarik, cara bertutur penulisnya juga  sangat cantik. Diksinya kaya, akan tetapi tidak membuat pusing pembacanya. Dan jika teman-teman menilai bahwa novel yang baik adalah novel yang menambah pengetahuan pembacanya, maka novel ini termasuk di dalamnya. Dari sini saya jadi tahu proses pembuatan batik yang begitu panjang, seperti ngerengreng, ngiseni, ngobat, nembok, nyelup, atau ngelorod.

Retni S.B. menampar saya melalui novel ini. Saya selama ini tidak terlalu suka mengenakan batik, padahal nenek saya (ibunya bapak) dahulu adalah orang yang pandai membatik. Namun sayang, saya tak sempat belajar membatik dari beliau. Jadi teman-teman, mari kita cintai Batik Indonesia sejak sekarang. Kalau bukan kita yang menjaga warisan budaya Indonesia, siapa lagi coba?






Read More

Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil

Saturday, May 13, 2017

Sheila, Torey Hayden. Photo dari Google.

Saat menerima buku ini dari Mbak Hana Aina (FYI, i got this book for free, bonus dari beli cireng di Etalase Hana, hehe), saya sudah membayangkan akan seperti apa kisah di dalamnya. Torey Hayden yang merupakan seorang psikolog pendidikan sekaligus pengajar yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus, memang sering bercerita tentang anak-anak didiknya lewat sebuah buku. Sebelum Sheila, saya telah membaca Jadie dan Venus, dua buku Torey Hayden lainnya.

Mungkin karena sejak dulu saya tertarik dengan dunia pendidikan, maka buku-buku Torey ini selalu menarik minat saya. Membaca buku-buku Torey Hayden, saya seolah menyaksikan bagaimana Nanny 911 menyelesaikan sebuah masalah. Saya pun banyak belajar dari buku-buku ini. Seperti pemberlakuan reward and punishment. Adanya "time out" dengan menggunakan kursi diam untuk anak yang sedang marah atau bersalah, agar dapat menenangkan diri atau merenungi kesalahannya. Juga adanya reward misalnya dengan ice cream party tiap jumat sore apabila dalam seminggu itu anak-anak dapat bekerja sama menjaga kelas dari kericuhan.

Sekolah tempat saya mengajar dulu menerapkan pola "kosekuensi" sebagai pengganti reward and punishment. Jadi misalnya, "Kalau kamu tidak segera menghabiskan makananmu di snack time, maka waktu bermainmu di outside time akan berkurang. So, if you want to play longer, finish your meal as soon as possible!" Ya, inti dari reward and punishment juga "konsekuensi" ini sebenarnya sama saja, mengajarkan anak untuk bertanggung jawab akan dirinya sendiri.


Jadie, Torey Hayden. Gambar dari Google.

Buku-buku Torey Hayden, tak pernah jauh dari kisah anak terlantar dari keluarga miskin, yang bermasalah, dan rata-rata pernah mengalami kekerasan fisik maupun seksual. Ya, saya menyimpulkannya dari apa yang dialami Jadie dan Venus.

Lalu bagaimana dengan Sheila?

Awalnya saya sedikit lega. Torey menceritakan tentang Sheila yang pernah berlaku kriminal karena telah membakar seorang anak kecil berusia tiga tahun hingga nyaris tewas, dan di tangannya, Sheila sedikit mengalami perkembangan dengan menjadi anak yang terbuka dan mampu mengontrol emosi, meski untuk meluluhkan anak itu sangat tidak mudah.

Ya, setidaknya sampai bab 15 saya tidak menemukan kisah Sheila yang mendapat kekerasan seksual. Tapi kelegaan saya ternyata hanya sampai di halaman 363. Karena, seperti Jadie dan Venus, Sheila kemudian harus mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri.

Di bab 16 ini saya marah, sedih, geram dan akhirnya ikut menangis. Tergambar bagaimana perlakuan si paman pada Sheila, yang tak sanggup saya tuliskan di sini. Anak sekecil itu, sudah harus menanggung beban yang teramat berat. Tapi Torey dengan kasih sayangnya, mencoba memulihkan Sheila dari trauma.

Hubungan Torey dengan Sheila yang kian dekat, membuat Sheila menjadi ketergantungan dengan Torey. Ini menjadi sebuah dilema, karena cepat atau lambat, kelas mereka akan berakhir. Torey akan melanjutkan pendidikannya, dan Sheila akan dipindahkan ke Rumah Sakit Negara. Dalam dunia pendidikan, ini dianggap sebuah kesalahan, karena hubungan guru dan murid seharusnya tidak saling menggantungkan. Beruntung, di akhir cerita, Sheila kemudian bisa memahami perpisahan itu.


**

Dari buku ini dan buku-buku Torey lainnya, saya belajar bahwa perilaku seseorang sangat bergantung dari lingkungan yang membentuknya. Sheila menjadi pribadi yang keras, karena pengalaman hidupnya yang juga keras. Ditinggalkan ibu kandungnya di jalanan dan hidup dengan Papa pemabuk yang bahkan ragu untuk mengakuinya sebagai anak kandung, membuat hatinya sedemikian keras. Ia bahkan tak pernah menangis atau mengeluarkan air mata. Namun kelembutan hati Torey, perlahan bisa membuatnya mengeluarkan emosi hatinya.

Papa Sheila pun tak bisa sepenuhnya disalahkan, karena Torey yakin, ia pun dibentuk oleh lingkungan yang serupa. Ya, pola asuh kita pada anak-anak kita, akan menghasilkan pola asuh yang sama dari anak-anak kita pada cucu-cucu kita nantinya.

So, the choice is yours. Wanna break the chain of violence right now, or let it bloom?
Read More

Rekomendasi Buku Kisah Keteladanan untuk Usia 3-7 Tahun

Sunday, March 19, 2017

Seri Kisah Teladan; Menolong Binatang dan Akibat Sombong
Penulis: Idris Sardi
Ilustrator: Rendra M. Ridwan
Penerbit: Muffin Graphics (PT Mizan Pustaka)

Tahun terbit: Cetakan ke-1, Oktober 2014


2 tahun yang lalu, seorang teman menghadiahi Amay 2 buah buku. Teman baik itu bernama Tante Rina. *Hello Tante Rinaaa.. ❤❤* Buku ini baguuus banget. Apa sajakah itu? Yang pertama berjudul "Menolong Binatang", dan yang lainnya berjudul "Akibat Sombong". Sebagus apa buku itu? Baiklah, saya akan ceritakan keduanya.


1. Menolong Binatang

Menolong Binatang, kisah teladan untuk anak usia 3-7 tahun

Buku ini mengisahkan tentang seorang pemuda yang kehabisan bekal dan kehausan saat menempuh perjalanan yang jauh. Alhamdulillah, akhirnya ia menemukan sumur. Sumur itu tidak memiliki timba, sehingga untuk minum, terpaksa ia harus masuk ke dalamnya. Saat kembali ke atas, ada seekor anjing yang terlihat kehausan. Pemuda itu pun kembali masuk ke dalam sumur tersebut untuk mengambilkan air bagi anjing itu.

Karena kebaikannya pada si anjing, Allah pun mengampuni dosa-dosanya.



Amanah dari cerita di atas, antara lain:
1.       Kita harus berbuat baik pada binatang. Sedekah, meski “hanya” berupa air, ternyata sangat besar nilainya, hingga Allah menghadiahkan surga.

2.       Anjing biasanya merupakan binatang yang dihindari karena najisnya. Tapi karena anjing juga merupakan makhluq ciptaan Allah, kita tetap harus menyayanginya. Toh, najis masih bisa dibersihkan, iya ‘kan? 


2. Akibat Sombong


Akibat Sombong, kisah teladan untuk anak usia 3-7 tahun

Kisah tentang Qarun yang kaya tapi sombong, diceritakan dalam buku ini. Bagaimana Allah mengangkat Qarun dari kemiskinan, hingga kemudian ia berlimpah kekayaan, menjadi pejabat dan memiliki ratusan pelayan, dan ketika Allah menghukum Qarun yang sombong dan kikir dengan menenggelamkan dirinya beserta seluruh harta dan istananya.




Inilah awal mula istilah harta karun itu.

Amanah dari buku ini, adalah:
Harta yang kita miliki sesungguhnya hanya titipan dari Allah SWT. Kapanpun Allah berkehendak mengambilnya, maka bagi-Nya sangatlah mudah. Oleh karena itu, kita tidak boleh sombong dengan apa yang melekat pada kita, karena pada dasarnya kita tidak memiliki apa-apa.


Selain dari isinya yang mengajarkan keteladanan, ada hal lain yang saya sukai dari buku ini.
·         Bahasanya sederhana, mudah dimengerti oleh anak-anak.
·         Ilustrasinya bagus. Meski belum bisa membaca, tapi Amay yang saat itu berumur 4 tahun, bisa memahami isi buku ini dengan hanya membaca gambarnya.
·         Menggunakan “hard paper”, sehingga saya tidak khawatir buku ini akan mudah rusak ketika “dibaca” anak-anak. Kalau tidak salah, istilah untuk buku jenis ini adalah “board book” ya?
·         Tiap suku kata diberi warna yang berbeda. Ini memudahkan sekali ketika Amay belajar membaca. Dan buku berjudul “Menolong Binatang” adalah buku pertama yang berhasil Amay baca dari awal hingga akhir, setelah ia bisa membaca.





Seri Kisah Teladan recommended sekali untuk anak usia 3-7 tahun. Bahkan Aga yang masih batita pun suka. Nah, kalau buku kesukaan Han dan Kevin, kira-kira apa ya? Baca buku anaknya Mbak Rani dan Mbak Widut yaa...
Read More

Kasih Tak Sampai Antara Siti Nurbaya dan Samsul Bahri

Wednesday, July 20, 2016

Novel Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, karya Marah Rusli

Pertama kali membaca novel ini adalah ketika saya duduk di bangku SMA. Karena apa lagi jika bukan oleh tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia? Sebelumnya, saya hanya mendengar kisah Sitti Nurbaya dan Samsulbahri yang harus menderita karena kisah cintanya terhalang oleh Datuk Meringgih yang tak punya hati. Dan dulunya, saya pikir, orang tua Sitti Nurbaya lah yang tega menukar kebahagiaan sang putri hanya demi pundi-pundi duniawi. Apalagi, ini didukung dengan syair lagu yang dibawakan suara melengking milik Ari Lasso, yang saat itu masih menjadi vocalis grup band Dewa 19, berjudul "Cukup Siti Nurbaya".
"Oh... Memang dunia, buramkan satu logika
Seolah-olah, hidup kita ini

Hanya ternilai s'batas rupiah 
Cukup Siti Nurbaya yang mengalami
Pahitnya dunia

Hidupku, kamu, dan mereka semua

Takkan ada yang bisa memaksakan jalan

Hidup yang 'kan tertempuh 
Dengarkan manusia yang terasah falsafah
Sesaat katanya

Itu bukan dogma"

Tapi ternyata, setelah membaca keseluruhan isi novelnya, ada banyak sekali buah pikiran yang perlu diluruskan. Bahwa ternyata, Sitti Nurbaya tak pernah dipaksa oleh sang ayah untuk menikah dengan Datuk Meringgih. 

Berikut ini ringkasan cerita Sitti Nurbaya, Kasih Tak Sampai:

Samsulbahri dan Sitti Nurbaya, dua sahabat - teman sekelas - tetangga yang saling jatuh cinta. Rumahnya bersebelahan. Tak hanya mereka berdua yang dekat, kedua orang tua mereka pun sama-sama berhubungan baik. Suatu hari, mereka harus berpisah karena Samsu (Samsulbahri), merantau ke Jakarta untuk menempuh pendidikan dokter. Meski berjauhan, mereka berdua sepakat untuk saling setia.

Namun sayang, takdir mengharuskan Sitti Nurbaya tunduk pada kekuasaan Datuk Meringgih. Kisah bermula ketika Datuk Meringgih merasa iri pada Baginda Sulaiman yang usaha dagangnya melejit. Lelaki tua itu tak ingin tersaingi, sehingga ia pun menyusun strategi untuk membuat bisnis Baginda Sulaiman bangkrut. Ia menyuruh orang untuk membakar toko yang dimiliki Baginda Sulaiman, meracun kebun kelapa yang dimilikinya sehingga pohon-pohon kelapa itu tidak berbuah dan membusuk, juga menghasut partner bisnis Baginda Sulaiman agar beralih padanya. Sesuai dengan keinginannya, Baginda Sulaiman pun mengalami kebangkrutan.

Datuk Meringgih menawarkan bantuan, namun dengan bunga yang tinggi itu, Baginda Sulaiman tak mampu membayar hutangnya, hingga pilihan sulit pun harus diambilnya. Menyerahkan dirinya menjadi tahanan atau menyerahkan putri kesayangannya pada Datuk Meringgih. Nurbaya, yang sangat mencintai ayahnya, memilih untuk mengorbankan dirinya sendiri. 

Karena tak tahan dengan Datuk Meringgih, Nurbaya memutuskan untuk melarikan diri, namun itu tak bertahan lama karena Datuk Meringgih dapat membawanya kembali dengan taktik liciknya. Tak berhenti sampai disitu, Datuk Meringgih menyuruh orang untuk membunuh Sitti Nurbaya dengan meracuninya.

Mengetahui kekasihnya telah tiada, Samsulbahri tak lagi memiliki keinginan untuk hidup. Ia kemudian bergabung menjadi prajurit kolonial, dengan tujuan agar lebih mudah menemui kematian. Setiap ditugaskan ke medan perang, ia berharap bisa mati. Namun sayang, usahanya untuk "bunuh diri" tak tersampaikan, bahkan ia justru berhasil mengalahkan musuh-musuhnya sehingga dianggap sebagai prajurit berprestasi dan mendapatkan pangkat letnan.

Sepuluh tahun berlalu. Samsu yang saat itu telah berganti nama menjadi Mas, ditugaskan ke Padang untuk melawan Datuk Meringgih yang saat itu memimpin suatu revolusi melawan pemerintah Hindia Belanda sebagai protes atas kenaikan pajak belasting. 
Dalam peperangan menghadapi Datuk Meringgih ini, Samsu berhasil membalaskan dendamnya, meski ia sendiri mengalami luka yang cukup berat. Setelah bertemu dengan ayahnya dan meminta maaf, ia pun meninggal dunia. 


Setelah mengetahui ringkasan ceritanya, ada baiknya kita melihat unsur intrinsik dalam novel karya Marah Rusli ini:



  • Tokoh Utama
1. Sitti Nurbaya
Nurbaya adalah anak tunggal dari Baginda Sulaiman. Sosoknya digambarkan sebagai seorang gadis yang tak hanya memiliki paras cantik, namun kelakuan dan adatnya, tertib dan sopan santunnya, serta kebaikan hatinya, tidak kalah cantik daripada parasnya. 

2. Samsulbahri
Sam, begitu ia dipanggil, adalah putra tunggal dari Sutan Mahmud Syah, seorang Penghulu di Padang. Selain pandai, ia juga baik, tertib, sopan santun, halus budi bahasanya, lurus hati dan bisa dipercaya. Meski ia halus, namun ia juga pemberani dan suka membela kebenaran. 

3. Datuk Meringgih
Datuk Meringgih adalah tokoh antagonis di novel ini. Meski sebenarnya ada beberapa tokoh antagonis lain, seperti: Rubiah dan Sutan Hamzah (saudara kandung Sutan Mahmud Syah), juga beberapa anak buah Datuk Meringgih, akan tetapi Datuk Meringgih adalah sumber dari segala derita yang dialami Baginda Sulaiman hingga berimbas pada keberlangsungan cinta antara Sitti Nurbaya dan Samsulbahri. Jika Datuk Meringgih tak ada, tentu cerita cinta Sitti Nurbaya dan Samsulbahri tak akan berakhir setragis itu.

Datuk Meringgih adalah seorang saudagar Padang yang termahsyur. Sesungguhnya ia bukan berasal dari keturunan orang berada dan terhormat, tetapi hidupnya berubah. Kekayaannya dimana-mana. Orang-orang menaruh hormat padanya karena kekayaannya itu. Tiada seorang pun yang dapat melawan kekayaannya. Akan tetapi, sifatnya buruk, ia teramat kikir. Jika harus mengeluarkan uang, ia akan berpikir berkali-kali. Ia tidak bakhil untuk satu hal; perempuan.
Rupanya buruk, usianya lanjut, pakaian dan rumah tangganya kotor, adat dan kelakuannya kasar dan bengis, bangsanya rendah, pangkat dan kepandaian pun tak ada, selain daripada kepandaian berdagang. 

  • Alur
Marah Rusli menggunakan alur maju dalam menceritakan novel ini. Bermula dari masa Sitti Nurbaya dan Samsulbahri bersekolah bersama, hingga beberapa waktu kemudian Samsulbahri merantau ke ibukota. Lalu kisah-kisah memilukan yang menimpa keluarga Sitti Nurbaya hingga akhirnya gadis itu harus bersedia menyerahkan masa depannya pada Datuk Meringgih, dan berakhir pada kisah heroik yang dilakukan Samsulbahri terhadap musuh besarnya, Datuk Meringgih.

  • Tema
Meskipun tema ini termasuk mainstream, namun pada masa itu, Marah Rusli berhasil membuat kisah Sitti Nurbaya melegenda. Siapa sangka, dari tangannya, lahir Romeo-Juliet ala Indonesia? Iya, tema cinta memang tak ada habisnya, bukan?Apalagi disini, kisah cintanya dibuat sedemikian kompleks, mulai dari serba-serbi monogami dan poligami, hingga pemaksaan dalam pernikahan.

  • Latar atau Setting
Novel Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai, mengambil tempat di Padang-Sumatera Barat, pada awal abad ke-20. Di dalamnya penulis banyak menceritakan tentang budaya Minangkabau.

Penulis menuliskan contoh adat budaya Minangkabau, bahwa apabila kita memiliki anak, maka yang bertanggung jawab terhadap anak kita adalah pamannya. Jadi, seorang laki-laki bertanggung jawab terhadap kemenakannya.

Selain itu, pada masa itu, adalah wajar jika seorang laki-laki memiliki banyak istri. Justru hal yang aneh jika seorang laki-laki, apalagi ia adalah seorang yang berbangsa tinggi, berpangkat dan terhormat, hanya memiliki satu istri saja. Kakak dari Sutan Mahmud Syah berkata, "Bukankah harus orang besar itu beristri banyak? Bukankah baik orang besar itu beristri berganti-ganti, supaya kembang keturunannya? Bukankah hina, jika ia beristri hanya seorang saja? Sedangkan orang kebanyakan, yang tiada berpangkat dan tiada berbangsa, terkadang-kadang sampai empat istrinya, mengapa pula engkau tiada?"

  • Gaya Bahasa
Novel ini kental dengan bahasa Melayu, sehingga ada beberapa kosakata yang sedikit berbeda dengan bahasa Indonesia yang kita kenal saat ini, seperti: masakan (masa?), sebagai (seperti, bagai), bila (kapan), boleh (bisa, dapat), dll. 
Selain itu, seperti budaya Melayu juga ketika seseorang ingin mengungkapkan perasaan atau pikirannya, Marah Rusli menyisipkan pantun berbalas pantun. Hal ini dapat kita temui di beberapa dialog antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya.

Di sawah jangan memukat ikan,
ikan bersarang dalam padi
Susah tak dapat dikatakan
ditanggung saja dalam hati

Gantungan dua tergantung
tergantung di atas peti
Ditanggung tidak tergantung
sakit memutus rangkai hati

Di dalam novel ini pun akan sering kita temukan pepatah atau perumpamaan, seperti misalnya; "Arang habis, besi binasa", yang kira-kira memiliki arti bahwa semua usaha telah sia-sia.



  • Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan adalah Sudut Pandang Orang Ketiga.

  • Amanat
Novel ini sarat akan amanat, tidak hanya dari kisah dan perjalanan Sitti Nurbaya dan Samsulbahri serta orang-orang di sekelilingnya saja, namun juga dalam "cerita dalam cerita" di dalamnya. Misalnya, ada sebuah hikayat pendek yang diceritakan oleh Sam pada Nurbaya. Dari hikayat itu, ada pesan moral yang disampaikan, bahwa; "Tiap-tiap suatu yang hendak dikerjakan atau dikatakan, haruslah dipikirkan lbih dahulu dengan sehabis-habis pikir dan ditimbang dengan semasak-masaknya; Berkata sepatah, dipikirkan, supaya jangan salah; sebab kesalahan itu boleh mendatangkan sesal yang tak habis. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna." Dan masih banyak cerita-cerita lain yang mengandung pesan moral.


Lalu, seperti yang telah kita bahas di awal, apakah kisah Sitti Nurbaya dan Samsulbahri di novel ini seperti pemahaman orang-orang selama ini, bahwa mereka harus terpisah karena perjodohan? Ternyata tidak. Ayahanda Nurbaya tak pernah menjodohkan atau memaksa putrinya menikah dengan Datuk Meringgih itu. Apalagi sesungguhnya baik orang tua Sam maupun Baginda Sulaiman sendiri sebagai ayah Nurbaya, sesungguhnya telah merestui hubungan kedua anak ini. 

Beliau hanya berkata, "Jika sudi engkau menjadi istri Datuk Meringgih, selamatlah aku, tak masuk ke dalam penjara dan tentulah tiada akan terjual rumah dan tanah kita ini. Akan tetapi jika tak sudi engkau, niscaya aku dan sekalian kita yang masih ada ini, akan jatuh ke dalam tangannya." karena saat itu memang sudah tak ada pilihan lain. Hutang yang mesti dibayarkan pada Datuk Meringgih telah menumpuk, sedangkan harta bendanya telah habis. Dan demi mendengar perkataan putus asa ayahandanya itu, Nurbaya memilih mengorbankan dirinya demi ayah yang dicintainya.

Memang seperti memakan buah simalakama, tak ada pilihan yang baik untuknya.


Judul: Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai
Pengarang: Marah Rusli
Genre: Novel
Penerbit: Balai Pustaka
Tahun Terbit: 1922



Read More

Padang Bulan, Sebuah Novel Karya Andrea Hirata

Friday, December 11, 2015

Novel Padang Bulan, karya Andrea Hirata

Kalau guru-guru menulis saya mengatakan, karya fiksi yang bagus adalah yang membuat orang terkesan sejak kalimat pertamanya, maka novel ini sudah bisa dikatakan novel yang bagus karena saya terkesan sejak kalimat pertama, dan mata saya lekat hingga tak terasa habis satu bab.

Novel ini diawali dengan kisah yang mengharu biru, hingga air mata menitik. Namun saya bersyukur, meski dua tokoh central dalam novel ini memperjuangkan hidupnya mati-matian hingga jungkir balik, kisahnya berakhir dengan bahagia. Ini membuat saya makin percaya, bahwa setelah kesulitan ada kemudahan.

Enong, diceritakan terlahir dari keluarga yang amat miskin. Takdir menempanya, hingga ia menjadi sekuat besi baja. Jika engkau merasa hidupmu tak pernah bahagia, lihatlah Enong ini, kehidupannya jauh, jauh lebih sulit dari yang mungkin engkau rasa.

Kisah sedih Enong bermula ketika ayahnya, tulang punggung di keluarganya, meninggal karena tertimbun tanah di tambang timah. Padahal saat itu, Ayahnya tengah memberikan kejutan kepada ibunya, Syalimah, sebuah sepeda, yang rencananya akan dipakai untuk bersama-sama pergi ke pasar malam, malam harinya. Betapa kebahagiaan itu bisa terenggut dalam beberapa detik saja.

Dan saya pun semakin mengimani ke-Mahakuasa-an Allah Ta’ala. Apa yang Allah kehendaki, tak ada yang tak mungkin terjadi.

Enong, gadis cilik yang baru duduk di kelas 6 SD itu, mesti merelakan pendidikannya. Ia harus mengubur mimpinya menjadi guru bahasa Inggris, pelajaran yang amat disukainya. Ia harus ikhlas keluar sekolah tanpa ijazah, karena sebagai anak sulung ia memikul tanggung jawab sebagai tulang punggung.

Dan tahukah, ada yang lebih perih mengiris-iris. Jika ibunda Enong dihadiahi sepeda tanpa bisa menikmatinya dengan suaminya – sang lelaki penyayang – maka Enong, telah cukup bahagia dengan Kamus Bahasa Inggris Satu Miliar: 1.000.000.000 Kata pemberian almarhum ayahnya. Jika sedang dilanda rindu dan sendu, ia membaca pesan yang dituliskan sang ayah di halaman depan.
Buku ini untuk anakku, Enong.
Kamus satu miliar kata.
Cukuplah untukmu sampai bisa menjadi guru bahasa Inggris seperti Ibu Nizam.
Kejarlah cita-citamu, jangan menyerah, semoga sukses.
Tertanda,
Ayahmu

Suatu hari di Kantor Pos, Enong dewasa berjumpa dengan Ikal (Andrea Hirata). Tidak, kelanjutan kisah mereka tak seperti cerita kebanyakan, yang biasanya membuat sebuah pertemuan berakhir dengan percintaan. Karena sebuah kata dalam bahasa Inggris, Enong dan Ikal akhirnya dekat dan menjadi sahabat. Enong memang selalu kagum dengan orang yang pandai berbahasa Inggris. Dan kata yang mendekatkan mereka itu adalah; wound. Luka.

"Time heals every wound, waktu akan menyembuhkan setiap luka."

Saat bertemu dengan Enong ini, sesungguhnya Ikal juga sedang terluka. Bagaimana tidak? Satu-satunya perempuan yang dicintainya, A Ling, dikabarkan akan dilamar oleh seorang pria yang tinggi, tampan, dan multi talenta. Zinar, nama pria yang beruntung itu. Setidaknya, kabar inilah yang disampaikan oleh M. Nur, detektif di kampungnya.

Andrea Hirata pun berusaha menemui A Ling, namun yang dinanti-nanti tak pernah ada di rumah. Ia semakin pupus harapan. Rasa cemburu merasuki hatinya. Kalau cinta itu buta, rasanya memang benar adanya.

Entah, apakah kisah Ikal disini adalah kisah nyata yang dialami Andrea Hirata. Yang jelas, seperti di novelnya terdahulu – Tetralogi Laskar Pelangi – Andrea Hirata mengemas kepedihan dengan jenaka. Seperti di halaman 258, saya dibuat terpingkal-pingkal ketika membaca kisah Ikal yang dibonceng dua sahabatnya, M. Nur dan Enong, pasca peristiwa yang hampir merenggut nyawanya karena ia terobsesi menambah tinggi badannya barang empat senti.

Patah hati membuat Ikal semakin terpuruk. “Dan andai kata kesedihan karena putus cinta dapat dibasuh air hujan, aku mau berdiri di bawah hujan dan halilintar, sepuluh musim sekalipun.” – Hlm. 283

Di halaman berikutnya, memasuki mozaik (bab) ke-40, kepedihan Ikal terurai. Ternyata informasi yang diberikan detektif M. Nur selama ini salah. Nah, inilah yang saya maksud dengan happy ending itu. Pada akhirnya, setelah jungkir balik berusaha mengalahkan Nizar, hingga nyawa yang satu-satunya itu hampir melayang, Ikal kembali bisa tersenyum dan tidur dengan tenang.

Melalui Jose Rizal – Merpati pos yang telah dilatih M. Nur – detektif itu menyampaikan permohonan maafnya pada Ikal. Kasus antara Ikal vs A Ling telah usai. Namun Ikal masih harus menyelesaikan sebuah pe er dengan sang ayah. Akankah kemudian ayahanda Ikal menyetujui hubungannya dengan perempuan Tionghoa itu?

Ayah, pulanglah saja sendirian
Tinggalkan aku
Tinggalkan aku di Padang Bulan
Biarkan aku kasmaran”
(penggalan puisi Ada Komidi Putar di Padang Bulan)


Novel ini komplit. Kisah pilunya membuat menangis, dan kisah bahagianya membuat saya tertawa hingga mengeluarkan air mata. Kini saya penasaran dengan Novel Kedua Dwilogi Padang Bulan, Cinta di Dalam Gelas. 
Read More

Recto Verso, Melihat dan Mendengar Karya yang Sama

Wednesday, November 18, 2015


Buku adalah jendela dunia. Semua orang tahu itu. Meskipun kita hanya duduk berdiam, tapi jiwa dan imajinasi bisa pergi ke lain alam. Banyak sekali buku yang sudah menginspirasi saya, akan tetapi ada satu buah buku, yang karenanya saya kembali ingin belajar menulis.

Kalau artis saja bisa nulis, masa' saya enggak?

Benar, cita-cita saya semasa remaja dulu adalah menjadi seorang penulis. Namun, karena tak ada satu pun prestasi yang saya hasilkan dari kegiatan itu, saya menyerah, putus asa, lalu berhenti begitu saja.

Tiba-tiba di tahun 2010 saya menemukan pencerahan, sebuah cahaya yang telah hilang. Saat itu, karena saya sudah resmi serumah dengan suami setelah tujuh bulan menjalani LDR, saya memulainya dengan bersih-bersih rak buku milik suami. Ketika itu, sebuah buku berwarna hijau - berjudul aneh - dari pengarang yang saya sudah ketahui namanya sebagai seorang penyanyi, menyita perhatian saya.

Buku-buku yang berserakan tak karuan tak saya hiraukan.

Saya membaca semua endorsement tentang buku itu. Semua positif. Semua menyambut kelahiran buku itu dengan takjub. Apalagi sang penulis berhasil membawakan karyanya dalam dua versi, yaitu dalam bentuk tulisan dan lagu.

Sampai disini, pasti sudah bisa menebak 'kan, apa judul buku itu?

Iya, Recto Verso jawabannya.

Recto Verso
Recto Verso by Dee Lestari

Judulnya aneh 'kan? Bahkan penulisnya pun mengatakan demikian. Kata ini memang jarang terdengar. Dan Dee, berhasil "merampas" kata itu menjadi miliknya. Hehe, semoga kalimat saya tadi nggak lebay ya...

Coba deh, tanyakan pada orang-orang di sekitarmu, "Apa kamu tahu recto verso?"

Saya menebak, jawaban yang terbanyak adalah, "Itu kan karyanya Dee Lestari." Dee sendiri mengatakan bahwa recto verso memiliki arti sebuah gambar yang seolah-olah terpisah, padahal menjadi satu kesatuan yang menyeluruh. Dee menjadikan kata itu sebagai judul karyanya karena karyanya ini mempunyai dua versi, yaitu audio (lagu), dan visual (buku). Meskipun bentuknya berbeda, namun sejatinya baik lagu maupun buku itu adalah satu. Ia bisa dinikmati bersama-sama.

Mengutip armeyn.com, dalam dunia percetakan, recto dan verso dikenal sebagai halaman depan dan belakang. Recto adalah halaman di sebelah kanan, dan verso adalah halaman di belakangnya.

diambil dari armeyn.com

Dan mengapa recto verso ini begitu istimewa?

Selain karena lewat karyanya ini, Dee berhasil membangunkan passion saya yang mati suri, recto verso menjadi penghibur tersendiri. Jika saya sedang tidak tahu ingin melakukan apa, maka recto verso lah yang jadi pelampiasannya. 11 rangkaian nada dalam albumnya, telah puluhan kali saya dengarkan. 11 kisah yang Dee bawakan dalam bentuk tulisan, telah puluhan kali saya baca ulang. Dengan membaca satu atau dua cerpen saja, semangat saya bisa kembali ada. Itulah mengapa buku ini selalu ada di samping tempat tidur saya. :)

Gaya cerita Dee dalam buku ini begitu mempesona. Dia seperti berkata lewat huruf dan tanda baca. Dan ada beberapa cerpen favorit saya disana.

Dalam "Firasat", saya menyimpulkan bahwa terkadang terlalu peka itu menyiksa.
"Aku Ada" berkisah, meskipun raga telah terpisah dari jiwa, namun cinta bisa mendengar, melihat, tanpa perlu alat. Bahwa dia yang telah pergi, mungkin saja ada di sampingmu kini.
Dalam "Hanya Isyarat", saya ikut merasakan sesak karena perasaan yang tak sempat terungkap. 
Dalam "Peluk", saya seperti menangkap kisah yang menjadi pemisah antara penulis dengan suami pertamanya.
Dee pun tak perlu menulis kata "sedih" untuk melukiskan sebuah kesedihan. Kata-kata yang dipilihnya dalam "Tidur", cukup membuat saya menangkap bahwa hati tokohnya porak poranda.

Ahh, Andrea Hirata benar, Dee selalu menghormati intelektualitas pembacanya.



Read More

Heidi; Film, Buku, dan Sepotong Rindu

Friday, October 9, 2015

Heidi


Saya bukan pecandu film, yang menjadikan aktivitas menonton film sebagai rutinitas. Saya juga bukan tipe orang yang gemar "mencari" film yang bagus. Biasanya saya baru menonton film setelah teman-teman merekomendasikannya. Maka wajar saja jika saya jarang pergi ke bioskop, karena saya lebih sering menonton film di rumah. Tapi bukan berarti saya belum pernah ke bioskop yaa, hehe... Sesekali sih pernah, menyegaja kesana untuk melihat film yang sedang diputar. Dan pasca menikah kurang lebih enam tahun ini, saya baru sekali menonton film di bioskop, rame-rame dengan suami dan si sulung. Itu pun "Walking with Dinosaurs" yang kami tonton, karena Amay suka sekali dengan dinosaurus.

Saya kurang suka film action. Saya juga kurang suka film-film dari hollywood. Kalaupun ada, paling hanya beberapa. Hehe...biar lah saya dibilang udik.

Omong-omong soal film, beberapa hari lalu ketika beberes rumah, saya menemukan sebuah buku lama, Heidi judulnya.


dok. pribadi

Lima tahun lalu ketika menemukan buku ini, saya seolah mendapat harta karun. Heidi, buku karya Joanna Spyri ini, pernah saya lihat sekilas dalam bentuk film, dua puluh tahunan yang lalu. Waktu itu, sambil menatap layar kaca dua warna (hitam putih) berukuran 14 inch, saya menyaksikan sebuah penggalan film.

Yang membuat momen itu berkesan adalah karena saya melihatnya bersama almarhumah ibu tercinta. Ibu melarang saya memutar channel yang lain, karena menurut beliau film itu bagus. Dan kata ibu, beliau pernah menonton film ini sebelumnya. Saya patuh, meskipun saat itu saya kurang menikmati film itu.

Yang sangat saya ingat dalam film itu adalah ketika seorang gadis kecil menderita sakit hingga membuatnya tak mampu berjalan. Sepanjang hari, ia harus rela menghabiskan waktunya duduk di atas kursi roda. Kemudian suatu hari ia pergi ke sebuah tempat yang asri. Disana ia tinggal di sebuah rumah yang dikelilingi padang rumput yang hijau. Dan ajaibnya, setelah beberapa lama tinggal disana, ia bisa kembali berjalan.

Saya pikir gadis kecil yang lumpuh itulah yang bernama Heidi, tapi ternyata bukan. Maklum lah, karena film itu berbahasa inggris, saya yang masih kecil saat itu, kurang paham dengan jalan ceritanya. Namun buku ini membantu saya mengetahui jalan cerita sesungguhnya.

*

Heidi, adalah seorang gadis yang telah yatim piatu. Bibinya kemudian membawanya pada kakeknya yang tinggal di gunung. Alasannya saat itu adalah karena ketiadaan biaya, dan ia harus bekerja ke Frankfurt. 


www(dot)planet-series(dot)tv


Selang beberapa lama, Heidi yang sudah terlanjur betah hidup berdua dengan kakeknya kembali dijemput oleh Bibi Detie. Bibi Detie mengatakan bahwa ia telah menemukan sebuah keluarga yang mau menampung Heidi. Keluarga tersebut memiliki anak seumuran Heidi, Clara, yang sedang sakit. (Clara inilah yang sebelumnya saya kira adalah Heidi) 


mirvideo(dot)tv



Clara yang merupakan anak orang kaya, menyukai Heidi yang baik hati. Suatu hari, Heidi jatuh sakit. Sakitnya ini karena dia mengalami homesick dan ingin kembali pada kakeknya di gunung. Keluarga Clara pun dengan berat hati mengirimnya pulang. 

Singkat cerita, Clara yang merindukan Heidi pun menyusul gadis kecil itu. Di sanalah, di rumah-gunung milik kakek Heidi itu, akhirnya Clara bisa sehat dan dapat berjalan kembali.

Pesan moral yang saya dapatkan dari kisah Heidi adalah; "money could only buy material things, but it could not buy happiness."

Film Heidi, meskipun hanya sepenggal yang saya lihat, tapi ceritanya benar-benar melekat. Ini adalah satu-satunya film yang bisa membuat saya terkesan hingga puluhan tahun lamanya, dan belum tergeser oleh film lain.


Mungkin banyak film lain yang lebih bagus, namun history di belakang film ini lah yang membuatnya istimewa. Seperti ketika kita menemukan pasangan, meskipun banyak yang lebih kaya dan rupawan, tapi yang istimewa lah yang membuat hati kita tertawan. :D



Read More