Saat Mas Amay Mengeluarkan Alibi

Tuesday, March 31, 2015

Hari ini, Alhamdulillah dapat rezeki diskonan sebesar 500 rupiah di warung. :)

Ceritanya, selepas ashar saya hendak pergi ke warung untuk membeli diapers, mumpung Aga masih tidur. Saya ambil selembar seratus ribuan dari dalam dompet. Ketika melihat uang sepuluh ribuan, lima ribuan, dan seribuan di meja, saya pun menyambarnya. Lumayan, buat pegangan.

Nah, ikutlah Amay bersama saya. Anak itu nggak bisa nggak lihat ibunya walau sebentar. Mau ke warung aja diikutin. Lalu, meluncurlah kami berdua dengan sepeda motor.

Begitu turun dari motor, langsung deh anak sholih itu mengambil es krim. Hhmmm... Kepada pemilik warung saya minta diapers. Kemudian ketika melihat beras, teringat beras di rumah yang tinggal beberapa butir. :D

Belum selesai, ingat lagi minyak goreng yang tinggal beberapa tetes, minyak telonnya duo krucils, dan shampoo. Eeeaaa, ini tanggal tua sih yaa.. Dan tepat sekali, semua sudah pada habis. :p

Saya masih pede, insya Allah uangnya cukup deh. Eee, tiba-tiba Mas Amay nyeletuk. "Mas Amay mau nyariin makanan buat Mama, ah.." kemudian saya tanggapi, "Tapi Mama ngga pengen makanan tuh, Mas."

Anak itu menjawab lagi, "Haai (pakai nadanya upin ipin dan boboiboy), Mas Amay cuma mau ngambilin makanan buat Mama koq. Kasihan Mama... (Maksudnya kasihan kenapa nih, Mas? Kasihan Mamanya ngga pernah makan? Haha...)"

Setelah bolak-balik-bolak, dia ternyata tidak menemukan makanan yang dia maksud. "Tapi ngga ada Ma, makanannya." Wooo, langsung dong saya komentari, "Lha itu apa? Ini makanan, itu makanan."

"Ngga ada koq, Ma..." katanya keukeuh. "Oh, ya udah, Mama juga lagi ngga pengen beli makanan koq." lanjut saya.

Tapi itu tidak berlangsung lama. Ketika Mas Amay mendongak ke atas lalu melihat sesuatu yang pating nggrandul, matanya langsung berbinar. "Nah, itu ada Ma. Mama suka itu kan?" katanya sambil menunjuk makanan tertentu.

"Hmm, bilang aja kalau Mas Amay yang pengen. Kamu mah pakai atas nama Mama segala." kata saya.

"Tapi Mama suka 'kan?" ledeknya. "Iya sih," kata saya dalam hati.

Mendengar obrolan saya dengan Mas Amay, si bapak pemilik warung senyam-senyum. "Kamu lucu ya..." katanya sambil melihat pada si ganteng.

Lalu tibalah saat berhitung. Diapers, minyak telon, minyak goreng, shampoo, es krim, makanan ringan, dan beras. Tetooot, seratus tujuh belas lima ratus.

Mendadak saya teringat uang di kantong. "Waduh, cukup nggak ya uangnya?" Huuu, kepedean sih, apa-apa diambil.

Dan ternyata uang saya cuma seratus tujuh belas ribu. "Yaah, kurang lima ratus pak. Apa ini aja ngga usah deh."

Si bapak dan istrinya senyum-senyum, "Sudah mbak, wong belanjanya banyak. Biar aja." Aduh, jadi ngga enak hati sebenarnya. Tapi Alhamdulillah ya, dapet rezeki. Untung cuma kurang lima ratus yaa..hihi..
Read More

Sego Wiwit

Sunday, March 22, 2015

Jika Anda berasal dari desa yang punya banyak sawah, khususnya di sekitaran Jawa Tengah, kemungkinan besar Anda tahu apa itu Sego Wiwit. Kenapa mesti desa yang punya sawah? Karena Sego Wiwit ada hubungannya dengan kegiatan bertani.

Sego Wiwit biasanya dibuat untuk mengawali panen. Ada juga yang membuat Sego Wiwit untuk mengawali musim tandur atau tanam padi. Di daerah saya, sebuah desa kecil di Purworejo, Jawa Tengah, Sego Wiwit lebih dikenal dengan nama Wiwitan.

Wiwit sendiri mempunyai arti “memulai” atau “mengawali”. Sedangkan Sego berarti “nasi”. Makna yang lebih luas dari dibuatnya Sego Wiwit ini sebenarnya adalah pengungkapan rasa syukur bahwa panen telah tiba, atau sebagai pengharapan akan hasil panen yang lebih baik di musim tanam kali ini (jika Sego Wiwit dibuat di awal musim tandur).

Sego Wiwit biasanya memiliki beberapa menu sebagai pelengkap, yaitu; urap atau klubanan (orang Solo menyebutnya gudangan), gereh (ikan teri, bisa juga diganti peyek teri), irisan telur rebus, dan tempe goreng.

sego wiwit

Sayangnya, sudah banyak petani yang meninggalkan tradisi ini. Di tanah kelahiran saya kini, hanya beberapa orang saja yang masih membuat sego wiwit untuk dihantar ke tetangga sekeliling setiap panen atau tandur.

Untuk mengobati kerinduan akan rasa sego wiwit, Alhamdulillah kini sudah ada tempat makan asik yang pas di lidah dan ramah di kantong.

alamat lesehan sego wiwit
Kebetulan, kemarin keluarga Akanoma berkunjung kesana sebagai ungkapan rasa syukur atas kemenangan Akanoma di National Holcim Award 2014.



Tempatnya yang asik, membuat pengunjung betah berlama-lama. Bahkan, bayi Aga pun sampai tidur nyenyak dibelai semilirnya angin yang bertiup sepoi-sepoi. :)






Read More

Saat Mas Amay Marah

Friday, March 20, 2015

Ada yang lucu kemarin pagi. Ketika tukang sayur langganan memanggil-manggil ibu-ibu sekomplek, Mas Amay dengan semangat menyuruh saya berbelanja. Dia ikut, pasti.

Sambil jongkok, dia melihat-lihat sayuran segar. Matanya tertuju pada sebungkus wortel yang berwarna oranye. Warnanya yang segar memang terlihat menggoda.
“Ma, beli wortel, Ma!” Pintanya.
“Oke,” jawab saya, “Memangnya Mas Amay pingin dimasakin apa sih?” tanya saya kemudian.
“Ya masak wortel aja. Mas Amay ‘kan bisa motongnya,” katanya. Kemudian saya terpikir untuk membuatkan sop ayam, wortel, buncis, dan makaroni untuknya.

Mas Amay memang terbiasa "membantu" saya memasak. Memotong-motong sayuran lebih tepatnya. Alhamdulillah, sejak kecil dia sudah terbiasa makan sayur. Cara saya ini (membiarkannya membantu saya memasak), ternyata bisa menambah kecintaannya pada sayur. Terbukti, Amay yang sebelumnya kurang menyukai brokoli, berubah menjadi sangat suka setelah saya mempercayakan "proses pemotongan" brokoli padanya.

Oke, dan saat memasak pun tiba. Saya mempersiapkan sayur-mayur. Sambil menemani Adik Aga dan Mas Amay yang sedang bermain lego, saya mulai meracik sayuran yang akan saya masak. Adik Aga saya dudukkan di "singgasana".

Beres, semua sayuran sudah siap dimasak. Saya memutuskan untuk memasak setelah Aga tidur nanti. Tiba-tiba Mas Amay memandang lama ke arah saya, juga sayur-sayuran itu. Lego dan mainan-mainannya ia taruh. “Mama, Mas Amay tuh pingin bantuin Mama, loh.” Dia mengatakannya sambil menangis. Oh, rupanya sedari tadi dia sudah menantikan saat memotong sayur, akan tetapi dia tidak menyadari bahwa saya sudah mulai meracik semuanya saat ia asyik bermain. Duh, saya bisa membayangkan betapa kecewanya dia.

Mas Amay, tanpa berkata apapun, langsung pergi. Ia masuk ke kamar. Hmm...saya ikut menyesal karena telah menghancurkan rencana yang sudah disusunnya sejak pagi. Saya pun membiarkannya sendiri.

Sambil menunggu amarahnya reda, saya membereskan mainannya. Biasanya saya menyuruhnya melakukan hal ini sendiri. Tapi kali ini, demi menebus rasa bersalah saya padanya, saya membantunya beberes mainan.

Tak lama kemudian, Adik Aga terlihat mengantuk. Saya bergegas meninabobokannya. Mungkin semua ibu tanpa asisten sama seperti saya. Sambil menggendong atau menyusui si kecil, pikiran terus mendata apa-apa yang akan kita lakukan selagi si kecil tidur, hehe..

Setelah menidurkan si kecil, saya menuju kamar dan bersiap untuk berbicara pada Mas Amay. Dan oouw, saya kecewa. Mas Amay ternyata sudah tidur. Duh kasihan sekali. Ia membawa rasa kecewanya hingga tertidur.

Memang ya, cara seseorang untuk mengungkapkan kemarahan berbeda-beda. Ada yang melakukannya sambil membanting segala benda di dekatnya, ada yang mengungkapkannya dengan kata-kata yang keras, ada juga yang seperti Mas Amay ini, mengutarakan kekecewaannya kemudian diam atau tidur.

Sebenarnya, ada beberapa macam gaya marah, antara lain;
1. Marah yang Diungkapkan.
Menurut pakar, cara paling sehat ketika marah adalah mengutarakan penyebab kemarahan secara tegas, tanpa ada kesan menyerang.

2. Marah yang Dipendam/Ditahan.
Orang yang marah berusaha untuk menahan amarahnya, namun tidak berusaha untuk mengungkapkan, sehingga tidak bisa dicarikan solusinya. Jika amarah sering dipendam tanpa dicarikan solusinya, lama kelamaan bisa menimbulkan depresi.

3. Marah yang Diredakan.
Cara yang ke tiga ini yaitu, marah dengan mengendalikan sikap, serta menenangkan hati dan perasaannya.

Mungkin gaya marah Mas Amay termasuk yang pertama dan ketiga. Mengungkapkan penyebab amarahnya, kemudian ia berusaha meredamnya dengan menyendiri untuk menenangkan hati dan perasaannya.

Jadi ingat sebuah hadits yang berbunyi; "Laa taghdhob walakal jannah" yang artinya, "Jangan marah, maka surga bagimu". Dan manusia yang paling kuat bukanlah ia yang selalu menang dalam perkelahian, namun yang paling kuat adalah ia yang bisa mengendalikan amarahnya.






Read More

Berjilbab Kok Gitu?

Friday, February 27, 2015

Orang yang berilmu, biasanya memang tak butuh pengakuan akan keilmuannya. Mereka seolah berjalan tanpa kata. Mereka menebarkan apa yang diketahui, tanpa terlihat menggurui. Orang-orang yang menjadikannya sebagai guru, secara sukarela meneladaninya tanpa merasa dipaksa.


Seperti Bulik Ning, yang berhasil membuat saya berkeinginan menutup aurat, tanpa perlu terlebih dulu berkhutbah. Beliau memberi saya teladan, dengan perilakunya yang mungkin hanya bisa saya lihat saat bertemu di hari lebaran.

Pun setelah saya mulai berjilbab dan masih dalam tahap jilbab gaul, Bulik tidak menegur saya dengan dalil ini itu. Saya membetulkan sendiri gaya berjilbab saya, setelah beliau menghadiahi saya baju muslim. :)

Terkadang, apa yang tampak dalam pandangan mata kita, tak sesuai dengan situasi yang orang lain hadapi. Maka dari itu, jangan terlalu buru-buru memberikan judgement. Berjilbab rapi itu tidak mudah lho, bagi saya. Teringat jelas saat pertama kali memutuskannya, banyak sekali kendalanya. Makanya, belajar dari itu, saya berusaha tidak menghakimi seseorang seenaknya.

Pemahaman itu baru saya renungi akhir-akhir ini. Kalau saya kembalikan pada diri sendiri, seandainya ketika itu Bulik Ning "mencacat" gaya berbusana saya, mungkin saja saya akan antipati pada beliau, bahkan yang terekstrim mungkin saya akan melepas jilbab. Untuk itu, saat ini ketika saya sudah belajar bagaimana memahami orang lain, jika saya bertemu dengan orang yang "minus" dalam berperilaku, saya berusaha menahan diri untuk tak berprasangka terlalu jauh. Mungkin, mereka-mereka itu belum menemukan teladan yang baik (role model) di lingkungan terdekatnya.

Tugas kita hanyalah berusaha berperilaku sebaik-baiknya, mulai detik ini. Selanjutnya terserah penilaian orang terhadap kita. Seandainya ada yang terinspirasi karena kita, itu adalah bonus saja, dan seharusnya hal itu tak lantas membuat kita jumawa. Saya teringat sebuah pesan klise, "ketika kamu merasa dirimu paling benar, maka pada saat yang sama sebenarnya kamu telah menjadi orang yang paling buruk".

Mengutip tulisan ust. Salim A. Fillah:

"Jika kau merasa besar, periksa hatimu
Mungkin ia sedang bengkak
Jika kau merasa suci, periksa jiwamu
Mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani
Jika kau merasa tinggi, periksa batinmu
Mungkin ia sedang melayang kehilangan pijakan
Jika kau merasa wangi, periksa ikhlasmu
Mungkin itu asap dari amal shalihmu yang hangus dibakar riya'


Dan ingatlah bahwa pengajaran yang terbaik adalah melalui sebuah keteladanan.
Read More

Kopdar IIDN di Hik-nya Amay :)

Wednesday, February 18, 2015

Tanggal 15 Februari yang lalu akan menjadi hari bersejarah untuk saya. Hari itu, untuk pertama kalinya di tahun 2015, kopdar IIDN Solo dilaksanakan. Dan yang membuatnya spesial adalah karena sayalah yang menjadi tuan rumahnya.

Sudah saya niatkan sejak awal memang, kopdar IIDN pasca saya melahirkan akan bertempat di rumah saya, sekaligus menjadi momen syukuran sambil memperkenalkan bayi Aga.



Sempat bimbang, saya dan suami kembali dan kembali berdiskusi apakah kopdar akan tetap diadakan di rumah, mengingat rumah yang masih dalam status kontrak itu tidak terlalu luas. Suami memberi beberapa alternatif rumah makan yang terdekat, namun pada akhirnya pilihan kembali pada dilaksanakannya acara kopdar di rumah. Dan memang iya, ibu-ibu harus rela berbagi tempat lesehan. Haduh..koq ya sempit yaa? Ooh, saya tahu..ini pasti karena ada gerobak yang nangkring di tengah-tengah, wkwkwkwk...


Yaah, walaupun sempit, tapi alhamdulillah ibu-ibu tetap belajar dengan ceria. Uti dan Mbak Fafa berbagi ilmu "Cara Jitu Tembus Media", karena sebelumnya Opini mereka dimuat di harian JogloSemar. Acara semakin marak dengan kehadiran tamu dari Sragen, seorang bidan yang berbakat menjadi pelawak, yang juga mengidolakan Dodit SUCI. Beliau adalah Bu Puji Hastuti (jilbab biru katon ayu), yang untuk datang ke rumah saya harus melewati jalan yang panjang karena tersesat, hehehe. Duh jiann, ibu ini sepertinya sukses menularkan bakatnya pada sang idola. *eh, kebalik ya? Lha wong lucunya lebih-lebih dari Dodit SUCI je... :D


Oiya, demi menjamu tamu-tamu yang unyu-unyu itu, saya mengimpor seorang chef dari Semarang, mbakyuku sendiri. Alhamdulillah, walaupun menu yang kami suguhkan amat sederhana, tapi rasanya bisa dipertanggungjawabkan. Uenaaakkkk.... Kakak saya ini memang mewarisi kehebatan ibu saya dalam meramu masakan. Kapan-kapan dimasakin lagi yaaa.. :)

Sungguh, rasa bahagia itu tidak bisa diungkap dengan kata. Bahkan hingga detik ini, saya masih mengucap syukur yang tak terkira. Terima kasih untuk kesediannya meluangkan waktu ke Gedongan ya teman-teman, semoga kita selalu diberi kesehatan dan rezeki yang melimpah, supaya bisa bertemu kembali di lain hari. Aamiin.. Love you all... :)


Read More

Melahirkan Normal Pasca Caesar, Apa Kiatnya?

Friday, February 13, 2015

Tanggal 15 November 2014 yang lalu, Alhamdulillah saya melahirkan putra kedua saya secara normal. Ini adalah hal yang luar biasa untuk saya, mengingat bahwa saya termasuk pelaku VBAC, Vaginal Birth After Cesarean. Saya melahirkan Amay, putra pertama saya, secara Caesar. 

Sebelumnya, saya percaya pada mitos bahwa jika sebelumnya kita melahirkan lewat operasi caesar, maka pada persalinan berikutnya pun harus dilewati dengan metode yang sama. Namun, Alhamdulillah saya mendapat pencerahan. Di awal kehamilan yang kedua, saya membaca kisah seorang kawan yang menuturkan pengalamannya melahirkan normal pasca caesar. Wah, harapan baru pun terhembus.

Alhamdulillah, dokter kandungan langganan saya di Solo adalah dokter yang pro normal. Kata beliau saat itu, saya bisa melahirkan normal asalkan berat badan bayi tidak terlalu besar dan rahim saya kuat, mengingat pernah ada jahitan sebelumnya. Bahkan di usia kandungan yang memasuki tujuh bulan saat itu, saya disarankan untuk diet karena BB bayi yang normal. Khawatirnya, bayi saya akan besar seperti bayi-bayi pada umumnya. Namun di bulan berikutnya, dokter mengatakan bahwa saya tak perlu lagi menjalani diet, setelah sebelumnya melihat perawakan Amay yang kurus kering. Hihihi, kata beliau, "Sepertinya panjenengan adalah tipe ibu yang melahirkan anak-anak yang kecil."

Jelang kelahiran, saya pulang ke kampung halaman, kota Purworejo. Sejak beberapa bulan sebelumnya, saya sudah mencari tahu rumah bersalin mana di Purworejo yang kira-kira pro normal. Alhamdulillah ketemu juga.

Amay saat menunggu saya yang sedang diobservasi di ruang bersalin.
Dan Allah memang Maha Pemberi Petunjuk, saya dipertemukan dengan dokter yang baik. Sebelumnya beliau bertanya, ingin melahirkan secara caesar lagi atau ingin mencoba normal. Tentu saja saya menjawab normal. Itu adalah impian saya. Sama seperti dokter saya di Solo, beliau mengatakan bahwa salah satu syarat untuk melahirkan normal pasca caesar adalah rahim harus kuat dan berat badan bayi tidak terlalu besar . Ada beberapa syarat tambahan, yakni; air ketuban cukup, posisi bayi sudah bagus, dan yang terakhir adalah melewati proses bukaan secara alami (artinya tidak boleh diinduksi, untuk menghindari resiko terhadap bekas jahitan terdahulu).

Hari itu pun tiba. Kamis tanggal 13 November 2014, saya merasakan sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Ketika melahirkan Amay dulu, saya tidak mengalami mulas dan sama sekali tidak ada bukaan, jadi ini benar-benar merupakan pengalaman pertama bagi saya. Ada bercak darah yang keluar, dan iya itu adalah salah satu tanda jelang persalinan.

Wah, ternyata luar biasa ya rasanya? Saya melewati proses kontraksi hingga dua hari dua malam, sekali lagi karena bukaan harus alami tanpa adanya induksi, dan di 15 November jam setengah tiga pagi, saya berhasil melahirkan adik Aga yang beratnya 2900 gram.

Amay, menyambut adiknya. :)

Oiya, ketika hamil, saya menjalankan tips yang diberikan oleh ibu bidan yang baik hati, ibu Mugi Rahayu. Saya melakukan duduk tawarruk, yaitu duduk dengan mengarahkan tumit kiri ke vagina di setiap takhiyat akhir shalat. Harapannya agar jalan lahir lebih elastis sehingga luka robekan tidak terlalu besar. Dan memang, meski saya mendapat jahitan, namun tidak terlalu banyak. Itu pun karena dokter yang menangani saya memang selalu melakukan pengguntingan di jalan lahir.

Nah..jadi untuk ibu-ibu hamil yang dahulunya melahirkan secara caesar dan ingin melahirkan secara normal, Anda tak perlu lagi khawatir, Harapan itu masih ada. :)
Read More

Cintaku Terbagi Dua

Wednesday, February 11, 2015

Untuk anak-anak Mama...

you both, are my universe
Mas Amay, 
15 November 2014 yang lalu, adikmu Aga keluar dari perut Mama. Sejak hari itu pula, telah resmi panggilan "Mas" kami sematkan di depan namamu. Kamu bahagia? Iya, Mama bisa melihatnya. Mama menyimpulkannya dari caramu melindungi adik Aga dari tamu-tamu yang datang dan mencandaimu bahwa mereka akan meminjam adik Aga untuk dibawa pulang. Terkadang kamu marah karena candaan mereka, tak jarang pula kamu menangis karenanya. Kamu tidak rela, bukan? Tentu, karena kamu sudah menantinya sejak lama. Sama seperti Mama.

Dan beberapa hari setelahnya, Mama tergugu. Mama menyadari ada api cemburu di mata indahmu. Waktu yang selama ini penuh untukmu, harus terbagi dengan kehadiran adikmu. Perih hati Mama melihatmu menangis. Tapi apa mau dikata? Tangan Mama hanya dua. Mama harus melakukan semuanya bergantian. Menyusui adikmu kemudian memandikanmu atau menyuapimu lalu terburu-buru menggendong adikmu? Ahh, Mama tahu, Mama harus berbicara padamu.

Dan benar, anak Mama memang pintar, sangat mengerti kondisi Mama. Mama sangat berterima kasih karena telah mendengarkan penjelasan Mama. Terima kasih karena cemburumu tak berlarut-larut. Bahkan setelah menjadi seorang kakak, kini kau sudah bisa mandi sendiri, walau Mama masih merasa perlu untuk membilasnya lagi. Kau pun sudah pandai melepas bajumu sendiri sebelum mandi. Terima kasih sudah membantu meringankan pekerjaan Mama. Mama bahagia, anak Mama tambah pintar sekarang. Walau begitu, ada saja rasa haru yang terbersit di hati Mama. Ah, rasa bersalah lebih tepatnya. Rasa bersalah karena Mama merasa belum sempurna menemanimu, mengurusmu, memperhatikanmu. 

Tahukah kau, Mas Amay? Kadang saat malam membawamu terbang, Mama memperhatikan wajahmu dalam-dalam. Mama peluk dan ciumi wajahmu. Lalu perlahan air mata Mama menitik. Pelan Mama berbisik, "Maafkan Mama ya sayang... Percayalah, cinta Mama padamu tetap besar seperti dulu. Walau anak Mama ada dua, cinta Mama untuk kalian bulat sempurna." 

Mas Amay, ingat selalu pesan Mama ya; Jadilah anak yang sholih karena Mama dan Papa akan selalu mengharapkan do'a-do'a yang tulus keluar dari bibirmu. Jadilah anak yang bermanfaat untuk semua. Pelihara hatimu. Kau tahu? Kau adalah anak Mama yang lembut hati dan berjiwa mulia. Jangan lupa untuk menjaga adik Aga, sayangi ia selalu. Bimbing ia, tegur ia jika berlaku salah. Rukun selalu bersamanya, karena kalian semua adalah cinta Mama. Mama bahagia memiliki kalian berdua. 


Adik Aga,
Kau tahu? Selain Mama dan Papa, ada yang sabar menunggu kelahiranmu. Iya, dia adalah Mas Amay. Dulu, Mas Amay selalu berdo'a di perut Mama. Katanya; "Adik, sehat-sehat terus ya. Nanti keluarnya yang gampang ya. Mas Amay sayang adik." Mas Amay juga yang menemani Mama dan Papa di rumah sakit. Mereka selalu bersabar menantimu, dan selalu mendo'akan kelahiranmu.

Adik Aga,
Kau tahu? Ada yang setia menjagamu ketika Mama sibuk di dapur. Iya, dialah Mas Amay yang selalu berkata; "Ceep, ceep adik...jangan nangis. Mas Amay disini lho." Ohya, Mas Amay adalah kakak yang baik. Mas Amay tidak akan rela meminjamkanmu pada orang lain. Jika ada orang lain menggendongmu, Mas Amay selalu khawatir kau akan dibawa pergi. Kenapa? Karena rasa sayang Mas Amay sangat besar padamu.
Jadi, Adik Aga harus jadi adik yang baik ya... Yang sholih... Rukun selalu bersama Mas Amay. Saling sayang menyayangilah kalian, karena tidak ada yang lebih membahagiakan Mama dan Papa selain melihat kalian tumbuh bersama, saling sayang satu dengan yang lainnya. 


Mas Amay dan Adik Aga, ingat selalu ya; Berapapun banyaknya anak Mama, cinta Mama pada kalian tetap bulat sempurna. :)
Read More

Sharing Pengalaman Menghasilkan Uang (2)

Thursday, October 23, 2014

Sebelumnya saya telah menulis tentang Sharing Pengalaman Menghasilkan Uang bagian 1 disini. Sekedar berbagi, bahwa dari kisah yang terjadi sehari-hari, asalkan kita peka menangkapnya menjadi sebuah momen berarti, kemudian menuliskannya, maka akan menjadi rezeki untuk kita.
Inilah yang saya lakukan. Setelah belajar menjadi penulis Jon Koplo (julukan yang diberikan oleh suami karena beberapa kali tulisan saya dimuat di rubrik “Ah Tenane” Solopos), saya pun menuliskan kisah lucu lainnya ke media yang lain. Kali ini Reader’s Digest lah sasarannya.
Cerita lucu saya yang dimuat disana bercerita tentang kelucuan Amay, putra pertama saya. Anak itu sedang lucu-lucunya kalau bicara. Kadang memang saya tuliskan di status facebook, tapi ada juga yang saya kirim ke media.
Ada tiga rubrik yang bisa disasar disana, yaitu Humoria, HahaHihi, kemudian 9 to 5. Untuk rubrik terakhir, yaitu 9 to 5, lebih dikhususkan untuk candaan yang terjadi di tempat kerja. Untuk lebih jelasnya, supaya ada bayangan tulisan-tulisan yang dimuat disana, teman-teman bisa membeli majalah ini dengan harga Rp 25.000,-. Majalah ini terbit bulanan yaa..
Pokoknya, kalau teman-teman punya kisah lucu, menggelikan, atau memalukan, kirim saja ke RDI (Reader’s Digest Indonesia). Syaratnya, tidak lebih dari 100 kata, dan cerita belum pernah dipublikasikan. Imbalannya, lebih besar dari yang “itu”. Dua kali lipatnya, tapi itu nilai sebelum dipotong pajak dan biaya transfer yaa.. Yah, pokoknya lumayan besar lah.
Oya, asiknya, majalah ini profesional sekali. Apabila kisah kita dimuat, kita akan mendapatkan bukti terbitnya, dilampiri sebuah surat yang bisa kita isi untuk pengiriman honor. Jadi nggak perlu nagih-nagih lagi. Asik kan?
Jadi tunggu apa lagi? Ayo ingat-ingat peristiwa lucu yang pernah teman-teman alami, tulis, lalu kirimkan ke alamat email Redaksi Reader’s Digest Indonesia: editor.rd@feminagroup.com
Read More

Enam Tahun Ibu

Friday, October 17, 2014

Oktober datang, hujan pun menyambang. Dan tiap kali rerintik itu menyapa bumi, yang kuingat adalah sosok almarhumah ibu tersayang.

Seperti lagu yang dilantunkan Opick bersama Amanda, Satu Rindu, rindu ini pun menderu-deru. Persis sama dengan yang Opick tulis dalam liriknya, saya pun memohon pada-Nya, pada Sang Pencipta;

"Allah, ijinkanlah aku
Bahagiakan dia
Meski dia t'lah jauh
Biarkanlah aku, berbakti untuk dirinya"

"Terbayang satu wajah, penuh cinta
Penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan..."





Kenangan indah bersama ibu, bertebaran dalam memori saya. Setiap mengingatnya, rasanya sakit sekali hingga berlinangan air mata penuh penyesalan. Andai bisa sekali saja menarik waktu, saya ingin mengulang masa lalu untuk bisa memperbaiki semuanya, sehingga bisa membuat beliau bangga dan bahagia memiliki saya sebagai putrinya.

Pengorbanan ibu tak pernah putus, bahkan hingga beliau menutup mata. Saya ingat betul, dulu sewaktu saya duduk di bangku kelas 3 SD, kebetulan saya selalu mendapat ranking 1. Ibu, yang teramat bangga dengan prestasi saya, berinisiatif membelikan sepatu baru seusai saya menempuh Ulangan Umum Caturwulan 3. Katanya dalam bahasa jawa, siapa tahu nanti Arin dapat juara lagi, malu kan kalau pas dipanggil ke depan saat penyerahan hadiah kelihatan sepatunya mangap?  Duh, kalau mengingat saat itu, rasa sesal semakin dalam karena saya tidak bisa menjadi apa yang beliau inginkan.

Pengorbanan lain yang lekat dalam ingatan, tiap malam beliau "beroperasi" memasuki kamar-kamar kami. Dan paginya, kami menyadari, goresan di dinding yang berasal dari darah nyamuk-nyamuk pun bertambah. Iya, ibu selalu melakukannya setiap malam. Memeriksa apakah ada nyamuk yang kurang ajar menggigiti anaknya? Ibu, mengesampingkan rasa kantuknya demi kami.

Ada banyak lagi kenangan bersamanya yang tak kan selesai dituliskan. Satu yang pasti, "Hanya di pangkuan ibu, semua gundah, gelisah, dan amarah akan punah. Hanya dalam pelukan ibu, empedu akan terasa bak madu." 

Hari ini, enam tahun sejak kepergiannya, Jum'at 17 Oktober 2008 lalu. Perasaan saya sejak pagi tadi, antara sedih, rindu, juga haru. Saya merindukan sesi curhat bersamanya. Saya merindukan belaian lembut tangannya yang kasar karena bekerja keras, di kepala dan punggung saya. Ingin sekali saya katakan padanya, "Ibu, sebentar lagi cucumu akan bertambah satu. Andai ibu masih ada, tentu ibu bisa menemaniku disaat persalinan nanti. Memberiku semangat, kekuatan, juga do'a."

Sekarang ini, yang bisa saya lakukan hanyalah berdo'a, supaya Allah menyayanginya, mengharamkan api neraka menyentuhnya, mengampuni dosanya, melapangkan kuburnya, dan berkenan mempertemukan kami kelak di jannah-Nya. Aamiin...

Read More

Mustofa: Oleh-oleh Dari Majalengka

Thursday, October 16, 2014

Siapa yang tahu apa itu Mustofa? Bukan, ini bukan nama orang yaa. Ini nama makanan. Hehe..kedengarannya lucu ya? Saya saja sampai susah menahan tawa saat mendengarnya.

Lalu makanan seperti apa sih Mustofa itu? Ternyata, ini makanan kesukaan suami saya. Kami sih biasa menyebutnya kering kentang balado. Namun di Majalengka sana, makanan seperti ini lebih dikenal dengan nama Mustofa. Entahlah bagaimana sampai dinamakan Mustofa. Mungkin, dulunya ada yang menjual makanan ini dengan merk Mustofa. Atau mungkin juga Pak Mustofa-lah yang pertama kali menemukan resep makanan enak ini.



Seperti yang saya jelaskan di atas, Mustofa ini sebenarnya adalah kering kentang balado. Jadi jelas bahan baku utamanya adalah kentang.

Saat hajatan pernikahan adik ipar saya hari minggu lalu, Mustofa menjadi salah satu makanan yang disajikan. Saat saya mencicipi, saya langsung berkata pada Mama mertua, "Mama, Arin mau ini. Besok arin bawa ke Solo yaa.." Hehe..habis enak sih. Alhamdulillah, masih ada sisa sehingga saya bisa membawanya. Lumayan buat cemilan atau tambahan lauk. Suami saya, jangan ditanya deh, sepiring pun habis olehnya sendiri.

Kata Mama, yang membuat Mustofa ini renyah adalah karena bahan bakunya yang merupakan kentang pilihan. Kentangnya adalah kentang yang berasal dari daerah Dieng. Iseng saya browsing, apa sih keunggulan kentang Dieng dibanding kentang lainnya? Ternyata, selain ukurannya yang relatif lebih besar, kadar air kentang Dieng juga lebih tinggi sehingga kentang Dieng memiliki daya tahan yang lebih baik. Selain itu, kadar karbohidrat dan gulanya juga rendah.

Cara membuatnya sih sama seperti membuat kering kentang balado yang lain. Iris kentang kecil-kecil, goreng hingga benar-benar garin, lalu masukkan ke dalam bumbu balado yang sudah disiapkan. Aduk deh sampai rata.

Nah, siapa yang mau makanan ini? Hehe, datang saja ke hajatannya orang Majalengka, hihi, siapa tahu ada menu ini di hidangannya. :D


Read More

Jodoh Pasti Bertemu

Friday, October 3, 2014

Pernah denger lagunya Kangmas Afgan yang judulnya “Jodoh Pasti Bertemu” kan? Percaya atau tidak? Katanya, jodoh harus dikejar. Jadi, percaya yang mana nih? Menunggu atau mencari? Hehe.. Saya sih percaya dua-duanya.

E tapi, jodoh itu nggak cuma soal PH alias pendamping hidup loh. Cari tanah atau rumah, juga tergantung jodoh. Kalau nggak berjodoh, mau punya uang sebanyak apa juga nggak akan termiliki. Sama aja dengan, jatuh cinta dengan rumah yang kayak gimana, tapi kalau uangnya nggak ada juga cuma bisa gigit jari. *Eh, lha koq jadi curhat? :p

Pekerjaan pun begitu. Dan masih banyak hal lainnya yang tergantung jodoh, termasuk tulisan. Kalau teman-teman menggeluti dunia tulis-menulis, pasti sudah paham lah ya...

Saya mengalaminya. Sebagai penulis pemula, benar-benar pemula, saya belajar dari banyak orang. Kata teman-teman, yang perlu kita lakukan untuk menjadi penulis adalah, menulis, menulis, dan menulis, lalu membaca. Kalau membaca, itu memang hobi saya. Tapi menulis, meskipun bagi sebagian orang merupakan pekerjaan yang remeh temeh, bagi saya ini adalah kegiatan yang susah susah gampang. Iya, karena saya masih sering merasa kesulitan untuk menuangkan apa yang saya pikirkan menjadi sebuah tulisan yang enak dibaca.


Singkatnya, suatu hari muncullah sebuah ide di kepala untuk dijadikan cerita pendek. Nah, penyakit saya adalah, sulit menciptakan ending yang berkesan. Tapi entah mengapa kali itu saya mengeksekusi dengan cukup mudah. Mungkin karena ini cerita anak, dan saya terbiasa mengarang cerita untuk Amay, jadi sedikit mudah bagi saya menyelesaikan ceritanya. 

Saya pun merasa percaya diri untuk mengirimkan cernak saya itu ke sebuah koran. Menurut saya, cerita yang saya buat memiliki amanah atau pesan yang positif untuk membangun karakter seorang anak. Menurut saya loh yaa...dan karena itu saya pun harap-harap cemas menanti kabar dari koran tadi. Cerita saya kirimkan melalui email. Seminggu, dua minggu, tiga minggu, saya setia menanti kabar. Namun, tidak juga ada tanggapan. Saya pun menanyakan nasib naskah cernak saya tadi, akan tetapi sayangnya pihak koran tersebut kurang interaktif. Email saya didiamkan, hiks hiks. Lalu apakah saya menyerah? No!! Saya kembali mengirimkan email ke koran tersebut, namun kali ini isinya tentang niat saya menarik kembali naskah yang telah saya kirim.

Baiklah, akhirnya saya kabur dari koran tadi. Huhuhu, tahu kan rasanya dicuekin? Tapi ya, bukan Arin namanya kalau langsung menyerah. Berbekal rasa percaya diri bahwa cernak yang saya buat itu bagus, wehehehe, akhirnya saya kembali mengirimkannya. Kali ini ke sebuah lomba. Ups, tapi ternyata ada batasan karakter di persyaratannya. Ya, terpaksa deh, mengedit lagi. Saya potong beberapa bagian, dan saya efektifkan kalimat demi kalimat di dalamnya, sehingga cerita anak yang tadinya sepanjang empat halaman, kini menjadi dua halaman saja. Mudahkah? Tentu tidak! Saya butuh waktu seminggu hingga akhirnya benar-benar mantap untuk mengirimkan naskah itu ke email panitia lomba.

Wis, saat itu saya cuma bisa berdo'a lalu pasrah. Tiba di hari pengumuman yang dijanjikan, ternyata panitia mengumumkan bahwa pengumuman pemenang diundur satu bulan karena jumlah naskah yang masuk lebih dari 1000. Wow, makin jiper saya. Apalagi saya tahu bahwa saingan-saingan saya beuraaattt... Rata-rata mereka adalah penulis yang sudah sering nangkring di majalah anak. 

Saya terus berdo'a. Masih ada satu bulan kan untuk melangitkan harapan? Dan Alhamdulillah, di hari yang dijanjikan, pemenang pun diumumkan. Saya termasuk di dalamnya, meskipun hanya juara harapan. Hehe...akhirnya, keyakinan saya terbukti. Tulisan saya ada pesan moralnya, dan layak untuk ditampilkan. Ini kembali meningkatkan rasa percaya diri.

Selanjutnya, saya masih menunggu jawaban dari naskah-naskah yang telah saya tulis dan saya kirimkan. Saya tahu di luar sana persaingan teramat ketat. Banyak penulis yang bermunculan dengan ide dan karya-karya yang luar biasa. Tapi kalau saya tidak bertekad untuk menang dari mereka, ya saya akan begini-begini saja. Iya kan? :D


Read More

Kisah Dibalik Mukena Putih

Thursday, October 2, 2014


Tiap kali melihat mukena terusan berwarna putih, hati saya tergetar. Ingatan saya berlari ke masa dua puluh tahun silam. 

Saat itu, usia saya baru enam tahun. Mbah (nenek dari pihak bapak), mengajak saya ikut ke pengajian yang terletak di desa seberang. Benar-benar seberang, karena untuk mencapai desa itu saat itu kami harus menyeberangi sebuah sungai.

Sebelumnya, Mbah meminta ijin pada ibu untuk "meminjam" saya sebagai teman perjalanan. Ibu mengijinkan, tentu saja. "Kasihan Mbah kalau tidak ada teman," begitu yang selalu diucapkannya. 

Setelah bersiap-siap, kami pun berangkat. Mbah tak lupa membawa jarik (kain/selendang) berwarna merah, untuk menggendong saya sewaktu-waktu saya lelah berjalan. Detail warna dan motif jarik itu masih saya ingat dengan jelas.

Benda lain yang juga dibawa adalah sebuah payung berukuran besar, karena hari terlihat sedikit mendung. Selain itu, ada sedikit makanan kecil yang disimpan di tas pengajiannya.

Kami berjalan pelan-pelan pagi itu, melintasi jalan-jalan sempit di antara pesawahan. Sesekali Mbah bertanya, "Kesel po ra? (Capek tidak?)", dan Mbah pun mengajak saya berhenti sejenak untuk beristirahat sambil menyantap bekal.

Kami hampir mencapai sungai ketika hujan mulai turun rintik-rintik. Gemuruh aliran air makin jelas terdengar. Mbah membuka payung dan mengeluarkan jarik merah dari tasnya untuk digunakannya menggendong saya.

Tiba di tepi sungai, Subhanallah...banjir. Air berwarna keruh seperti kopi susu mengalir di depan kami. Saya yang saat itu hanya setinggi perut Mbah, mendongak ke atas, menatap wajah Mbah. "Akankah perempuan kecil yang sudah sepuh ini mundur, lalu mengajakku pulang?"

Ternyata tidak. Dikencangkannya jarik yang mengikat saya dengan tubuhnya itu. Dipegangnya payung besar dengan tangan kanan. Dilepasnya sandal, lalu dipegangnya dengan tangan kiri, sembari tangan kiri itu memastikan saya aman di gendongannya. Bismillah, kakinya siap melangkah menembus air keruh yang tingginya mencapai dadanya.

Saya menahan tangis, ngeri dan takut kalau-kalau kami hanyut. Apalagi jika ingat cerita ibu bahwa di sini, di kali yang kami seberangi ini, ada ikan sebesar mesin jahit yang siap menyantap anak kecil yang bermain di sana. Tentu cerita ibu itu hanya untuk menakut-nakuti saya agar tidak bermain di sungai tanpa sepengetahuan orang tua. 

Tiba-tiba, Mbah terpeleset, hampir jatuh. Sebuah sandal di tangan kirinya lepas, hanyut terbawa air. Mbah mencoba menjangkau sandal itu dengan tangan kirinya yang masih memegang satu sandal yang lain. Namun menyadari bahwa ini tidak akan berhasil, beliau merelakan sandal kesayangannya itu.

Kami basah kuyup, tidak saja karena terkena air hujan dari atas, tapi juga karena air sungai yang setinggi dada Mbah. Rasanya, payung itu jadi tidak berguna sama sekali.

Tak lama kemudian, akhirnya kami bisa mencapai tepi desa seberang. Bersyukur sekali saya saat itu. Tapiii, tas pengajian Mbah yang berusi Al-Qur'an dan mukena, basah. Begitu juga baju kami berdua. Akhirnya, Mbah memutuskan untuk menjemur mukenanya di dahan pohon yang terletak di tepi sungai. Jaman dulu, mukena dijemur di tepi sungai tanpa ditunggu pun tidak hilang, hehe..


Sungai
Sungai ini yang kami seberangi kala itu
 
 
Mukena terusan berwarna putih polos itu, menjadi saksi perjuangan kami menaklukkan derasnya sungai. Saksi perjuangan Mbah yang berniat menuntut ilmu.

Setelah selesai menjemur mukena, kami melanjutkan perjalanan melewati ladang dan sawah, menuju rumah kakak perempuan Mbah. Disana, Mbah mengganti pakaiannya, meminjam baju kakaknya. Masjid tempat pengajian ada tepat di sebelah utara rumah kakak perempuannya itu. Saya, dipinjami pakaian ganti oleh sepupu saya yang juga tinggal di samping rumah kakak perempuan Mbah. 

Rasanya, perjalanan kami hari itu, antara mengerikan sekaligus mengharukan. Betapa perjuangan Mbah untuk mencari ilmu sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat sangat patut diteladani.

Dan hari ini, di 16 tahun kepergiannya, saya bersaksi bahwa Mbah adalah teladan yang sholihah. Beliau membagi ilmu dengan ikhlas, mengajar mengaji seluruh anak-anak kecil di kampung saya tanpa pernah meminta imbalan. Beliau juga selalu bersemangat menimba ilmu, hingga ke tempat yang jauh, meskipun untuk mencapai tempat itu beliau hanya mengandalkan kedua kakinya. Masya Allah :)





Read More

Super Gizi Qurban; Memuliakan Anak Yatim dengan Daging Qurban

Wednesday, October 1, 2014

Tiba-tiba hari ini saya teringat sebuah catatan yang ditulis oleh Pakde beberapa waktu setelah Uti (nenek) meninggal. Disitu beliau bercerita, dulu, sebagai anak yatim, mereka sering mengeluh. "Ibu, kenapa setiap hari kita makan daun-daunan terus. Seperti ulat saja," begitu kurang lebih suara rengekan anak-anak Uti setiap hari. Lalu Uti menjawab, "Le, memang sekarang kita seperti ulat yang setiap hari makan daun. Tapi kalian harus ingat, ulat itu kelak akan berubah menjadi kupu-kupu, sebagai buah dari kesabarannya."

Dulu, di tahun 1980-an, makan daging sapi adalah hal yang amat mewah. Bisa makan daging ayam saja sudah Alhamdulillah. Itu pun harus mengorbankan peliharaan. Keluarga Uti pun begitu. Bahkan, daripada ayamnya disembelih untuk dimakan, lebih baik ia dijual sehingga uangnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain. Anak-anak Uti saat itu masih kecil-kecil, kebutuhan pangan dan pendidikan pun tidak bisa dihindari. Sandang, sudah masuk kebutuhan sekunder bagi mereka.

Namun seperti janji Allah yang telah mengistimewakan anak yatim, do'a-do'a Uti dan anak-anaknya diijabah. Kini, Pakde, Om, juga Bulik, sudah menjadi "orang", mereka telah sukses dalam karirnya. Dari sini saya kemudian diingatkan, jangan main-main dengan anak yatim. Sayangi mereka. Penuhi hak-haknya. Keistimewaan anak yatim terlihat dalam beberapa firman Allah. Salah satunya dalam QS. Al-Ma'un : 1-3 yang berbunyi, "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin." 

Dalam ayat yang lain, "Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap pengemis janganlah menghardik." (QS. Ad-Dhuha: 9-10)

Rasulullah SAW pun bersabda: "Aku dan pengasuh anak yatim berada di Surga seperti ini, (beliau memberi isyarat dengan mendekatkan jari telunjuk dan jari tengahnya)". Dalam hadits yang lain: "Apakah kamu suka jika hatimu menjadi lembut serta terpenuhi segala keinginanmu? Sayangilah anak yatim, usaplah kepala mereka, serta beri makanlah mereka dari makananmu, niscaya hatimu akan lembut dan terpenuhi segala keinginanmu." (H.R. al-Thabraniy dari Abu Darda)

Uti ditinggalkan Mbah Kakung (kakek) di usianya yang masih muda. Setelah Mbah Kakung pergi, Uti harus berjuang menghidupi delapan anak yatim seorang diri. Empat laki-laki dan empat perempuan (salah satunya adalah ibu saya). Uti, dalam kesulitannya menjalani peran sebagai seorang janda, telah mengantarkan ulat-ulat kecil itu menjadi kupu-kupu yang terbang tinggi dengan sayapnya sendiri. 

Saat itu, perhatian terhadap anak yatim masih minim. Beruntung sekali di zaman sekarang ini, kesadaran untuk saling membantu sudah semakin tumbuh. Banyak yayasan yang didirikan untuk memfasilitasi orang-orang yang ingin menyalurkan zakat, infaq, dan shodaqohnya.

Seperti yayasan Yatim Mandiri, lembaga non profit yang fokus membantu anak-anak yatim. Hanya anak-anak yatim ya. Mengapa anak piatu tidak masuk kriteria? Atau kaum dhuafa misalnya? Karena, anak piatu tentu masih mempunyai ayah yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah. Sementara untuk dhuafa, terkadang kriteria dhuafa bisa berbeda-beda, sehingga dikhawatirkan bantuan yang diberikan akan salah sasaran. Menyadari bahwa santunan dana adalah amanah yang berat, maka Yatim Mandiri berusaha untuk menjaga amanah itu sebaik-baiknya.

Nah, beberapa hari lagi kita akan merayakan Idul Adha atau Idul Qurban. Yatim Mandiri juga mempunyai program yang bernama SGQ (Super Gii Qurban). SGQ adalah program untuk menyempurnakan kemanfaatan daging qurban dalam bentuk sosis. Langkah ini diambil untuk menjamin pendistribusian daging qurban sampai daerah-daerah pelosok, yang lebih membutuhkan daya tahan yang lama.

pendistribusian SGC

Dalam tinjauan syar'i, hal ini bukanlah masalah. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, dari Aisyah ra, beliau berkata: "Dahulu kami biasa mengasinkan (mengawetkan) daging udhiyyah (daging qurban) sehingga kami bawa ke Madinah. Tiba-tiba Nabi bersabda, 'Janganlah kalian menghabiskan daging qurban hanya dalam waktu tiga hari'". (HR. Bukhori-Muslim)

Keuntungan Super Gizi Qurban:
1. Sesuai syari'ah
2. Praktis dan higienis
3. Sarana peningkatan gizi anak yatim dhuafa
4. Distribusi hingga pelosok negeri
5. Tahan lama hingga 2 tahun meskipun tanpa pengawet
6. Sarana optimalisasi CSR untuk perusahaan

Pendistribusian SGC

Untuk Anda yang ingin berqurban melalui Yatim Mandiri, berikut harga paket qurban yang disediakan:
1 ekor sapi: Rp 12.600.000,-
1/7 ekor sapi: Rp 1.800.000,-

Mari berlomba-lomba menjalankan kebajikan. :)


Read More

Tips Membawa Anak ke Bioskop



Setelah menikah dan mempunyai anak, saya jarang sekali memiliki waktu berdua dengan suami. Tidak pernah malah. Ini karena saya dan suami sama-sama jauh dari saudara, sehingga tidak ada yang bisa dititipi. Jadi, kami hanya benar-benar bertiga di kota ini, dengan Amay tentunya.

Nah, suatu hari, tepatnya di libur Natal hingga Tahun Baru yang lalu, tiba-tiba saya ingin sekali menonton bioskop. Apalagi ada film baru yang sedang gencar dipromosikan saat itu, 99 Cahaya di Langit Eropa. Suami pun sama, ia ingin sekali menonton film Soekarno. Kebetulan dua film itu sama-sama mulai tayang.

Tapi ya, masa kita mau nonton pisah-pisah? Lalu Amay bagaimana? Mau ditaruh dimana coba? Akhirnya kami memutuskan untuk menonton film Walking With Dinosaurs. Haha, kami berdua sama-sama tidak bisa menonton film yang kami inginkan. Adil kan? Semua ini demi Amay.

sumber

Iya, Amay memang tertarik sekali dengan hal-hal yang berbau makhluk purbakala itu. Pernah, ketika kami hendak membelikannya baju, ia melihat satu kaos bergambar dinosaurus. Ia pun langsung mengambil kaos itu. Hehe, bahkan saking khawatir tidak akan dibelikan, dia menolak ketika kami meminta kaos itu untuk dibayarkan di kasir.

Nah, kembali ke soal menonton bioskop. Sebelumnya, Amay yang saat itu baru berusia dua tahun sembilan bulan, belum pernah sekali pun masuk ke gedung bioskop. Kalau menonton film di rumah sih sudah sering. Dia bisa fokus hingga film itu benar-benar selesai jika film yang ditontonnya menarik.

Karena ini adalah pengalaman pertama bagi Amay, maka sehari sebelumnya kami sudah memberi tahukan apa saja yang akan dia lihat nanti. Hari sebelumnya memang kami hanya memastikan jadwal film diputar, jadi kami tidak langsung membeli tiket untuk menonton saat itu juga. Waktu yang sehari itu kami pergunakan untuk memperkenalkan pada Amay apa sih bioskop itu.

Lalu apa saja sih yang penting untuk dilakukan ketika mengajak anak menonton bioskop? Yang terpenting dari semuanya sih, pastikan film itu cocok untuk usianya yaa... Dan berikut ini adalah hal-hal yang kami lakukan saat akan mengajak Amay ke bioskop:

1.    Bertanya padanya, apakah si anak mau untuk diajak menonton film? Jika iya, perkenalkan pada anak film apa yang akan ditonton. Biasanya ketika sebuah film diluncurkan, maka ada penjelasan singkat mengenai film tersebut. Cari tahu bersama-sama dengan si buah hati.
2.    Jelaskan pada anak kondisi di dalam bioskop, misalnya, “Kali ini Amay tidak menonton film melalui komputer seperti biasanya, tetapi melalui sebuah layar yang sangat besar dan bersuara keras.” Kami juga menjelaskan bahwa di bioskop nanti, lampu akan dimatikan. “Tapi Amay jangan khawatir, karena Mama dan Papa ada di samping Amay,” begitu pesan saya.
3.    Karena ini film 3D, sehingga film akan lebih jelas terlihat jika kita menggunakan kaca mata, maka Amay boleh memakai kaca mata. Ia pun boleh melepasnya jika merasa takut.
4.   “Karena di bioskop kita tidak menonton film sendirian, maka Amay tidak boleh berisik. Bicara pelan-pelan saja, karena jika terlalu keras bisa mengganggu orang lain yang sedang menonton juga.” Ucap saya berulang kali.
5.      Pesan terakhir saya, “Kalau Amay merasa takut, Amay bicara sama Mama dan Papa. Nanti kita keluar sama-sama, karena di bioskop tidak ada yang boleh menangis.”
6.      Belilah makanan ringan. Minta anak memilih makanan yang ia suka.
7.      Pastikan anak memakai baju yang hangat, mengingat udara di dalam bioskop yang dingin.
8.      Ajak anak untuk buang air sebelum film dimulai.


Dan ketika saatnya tiba, Alhamdulillah, semua yang kami khawatirkan di awal, apakah Amay akan menangis, ketakutan, dan yang lainnya, tidak terjadi. Ia begitu tertarik menyaksikan film itu dari awal hingga akhir. Sesekali ia berkata, “Amay kaget,” ketika tiba-tiba terdengar suara yang keras. Namun setelahnya ia tertawa, seperti menertawakan dirinya sendiri. 

Hmm..kapan ya kita nonton lagi? :D
Read More

Sharing Pengalaman, Menghasilkan Uang?

Monday, September 8, 2014

Membaca judul di atas, mungkin sebgaian orang akan bereaksi dengan mengerutkan dahi. Tapi inilah yang saya alami.

Berawal dari informasi yang saya dapat dari seorang teman, saya pun tertantang untuk mencoba. Suatu hari, seorang teman mengungkapkan syukurnya karena pengalamannya yang ia kirim ke sebuah media beberapa waktu sebelumnya berhasil dimuat. Ia pun membagi ilmu pada saya yang ingin tahu.

Media itu bernama SOLOPOS. Bagi teman-teman yang tinggal di seputaran Solo pasti tahu. Kantornya terletak di Jalan Adisucipto. Lalu, pengalaman seperti apa yang berhasil membuat saya bangga?

Adalah rubrik "Ah Tenane" dengan tokoh utama bernama Jon Koplo dan Lady Cempluk. Terkadang ada juga nama lain yang muncul, yaitu Genduk Nicole dan Tom Gembus. Nama-nama yang dipakai memang njawani sekaligus modern. Nama inilah yang biasa dipakai sebagai nama samaran bagi pengirim cerita.

Pengalaman yang dimuat disana biasanya berisi pengalaman lucu, konyol, atau sedikit memalukan hingga memilukan. Pokoknya, yang bisa membuat orang bertanya, "Ah, tenane?" Entah berapa kali saya mengirimkan cerita pengalaman saya kesana. Yang jelas, telah tiga kali cerita saya dimuat disana, sejak April hingga Agustus. Dari cerita pertama, saya mendapatkan sebuah wesel bernilai Rp 65 ribu (memang jika honor dikirim via wesel, nilainya akan dikurangi Rp 10 ribu). Kemudian dari dua cerita terakhir, saya mendapatkan transferan ke rekening sebesar Rp 150 ribu. Karena seringnya cerita saya dimuat di rubrik Jon Koplo ini, suami saya sampai menjuluki saya "Penulis Jon Koplo", hehehe...

Bagi sebagian orang, Rp 65 ribu atau Rp 75 ribu mungkin tak besar. Tapi percayalah, ini yang saya lakukan sebagai latihan untuk menulis. Menulis kemudian dimuat oleh sebuah media, bagi saya bisa meningkatkan rasa percaya diri. Toh, sekecil apapun nilai uangnya, tidak ada yang tidak berguna, bukan? 

Nah, inilah contoh cerita saya yang dimuat di rubrik "Ah Tenane". Saya kirim di bulan puasa lalu. Mungkin karena momennya pas, dimuat di bulan itu juga. Masa tunggu tidak bisa diperkirakan. Bisa sehari, seminggu, bahkan sebulan atau dua bulan. :)

Ojo Kesusu

Suatu hari di bulan Ramadhan, Lady Cempluk berkutat di dapur untuk menyiapkan buka puasa. Ia kemudian mendatangi suaminya, Jon Koplo, sambil menyerahkan sekaleng susu kental manis berwarna putih. "Pak, tulung dibukakke. Arep tak gawe nyiram es buah." ujarnya.
Jon Koplo pun beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil sebuah alat yang biasa digunakan untuk melubangi kaleng susu. Setelahnya, ia kembali duduk di tempatnya semula dan mulai beraksi.
Mungkin karena tekanan dari alatnya atau mungkin juga karena isinya terlalu penuh, maka ada susu yang ndlewer keluar. Dengan sigap tangan Jon Koplo mengusap tumpahan susu tadi, kemudian menjilatnya.
"Lho Pak, emange wis adzan opo?" tanya Cempluk.
"Oalah, lali, haha... Rejeki iki." Ujar Jon Koplo, menyadari bahwa waktu berbuka sebenarnya belum tiba.
"Walah. Sabar, Pak. Ojo kesusu!" Cempluk pun ikut menertawai suaminya.

Selamat mencoba yaa..
Oya, untuk ceritanya bisa ditulis sepanjang 100-150 kata. Berisi pengalaman nyata pribadi atau orang lain. Dikirim ke alamat email redaksi@solopos.com atau redaksi@solopos.co.id. Jangan lupa sertakan alamat lengkap dan juga nomor rekening. 





Read More