Gizi Super Cream; Karena Kulit pun Perlu Nutrisi

Tuesday, February 23, 2016

Pada 2003, saat saya beranjak remaja, terjadilah sebuah obrolan antara seorang ibu dan anak gadisnya. Ini beneran, enggak bohong. :D
“Kamu coba pake itu, Rin.” Kata beliau dalam bahasa Jawa, bahasa yang kami pakai sehari-hari, ketika melihat sebuah iklan di tivi.
“Emang bagus ya?” tanya saya.
“Gizi Super Cream? Bagus, ibu pernah pake.” Jawab beliau singkat.
“Trus, kenapa sekarang yang ibu pake beda?” tanya saya menyelidik.
“Ya kan ibu nggak pernah kemana-mana, jadi nggak perlu dandan. Sabun muka juga ndompleng kamu.” Jawab beliau.
“Oh, hahaha... Itu juga kayaknya dipake Mbak Ita sama Mbak Ifah.” Kata saya, “Waktu aku ke Semarang aku lihat mereka pake Gizi juga.” Kebetulan kakak sulung saya tinggal di Semarang pasca menikah.

Nah, sejak saat itu, saya memakai Gizi Super Cream sebelum saya menaburkan bedak ke wajah. Bisa dibilang, Gizi Super Cream lah yang “memerawani” kulit wajah saya karena sebelumnya saya belum pernah memakai pelembab apapun. Memang, baunya sedikit berbau jamu. Tapi kata ibu, justru disitu letak kelebihannya, karena itu berarti Gizi Super Cream benar-benar terbuat dari bahan alami.

Apakah efeknya benar-benar nyata? Mungkin banyak yang bertanya-tanya seperti itu. Saya sih tidak terlalu niteni (memperhatikan), akan tetapi beberapa kali teman saya memuji bahwa kulit wajah saya terlihat cerah. Dan ya, itu tidak instan, it takes time. Perlu dicatat, jika ada kosmetik yang bisa mencerahkan wajah secara instan, maka perlu diwaspadai, karena khawatirnya kosmetik tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya untuk kulit.

Dan jujur saja, saya menggunakan Gizi Super Cream selama bertahun-tahun. ‘Kan saya termasuk tipe orang yang setia. #heleh

Waktu berlalu, saya semakin kesulitan menemukan Gizi Super Cream. Ia menghilang. Saya pun mencari pelarian dengan mencoba-coba berbagai macam kosmetik di pasaran.
Hingga suatu hari, teman-teman mengabarkan bahwa ia telah kembali. Iya, Gizi Super Cream kembali lagi dengan tampilan yang lebih menawan.



Kemasannya berbentuk tube, membuat saya semakin mudah menggunakannya. Pencet sedikit, keluarkan isinya sesuai dengan kebutuhan, lalu oleskan ke wajah. Saya tak perlu khawatir lagi karena dengan kemasan seperti sekarang ini, ia lebih terjaga kehigienisannya. Ya ‘kan, jika Gizi Super Cream masih tampil dengan kemasan lama (kemasan pot), siapa tahu ketika saya mencolek isinya, tangan saya kurang bersih dan bisa merusak kandungan di dalamnya.

Sejak muncul di tahun 1972, kita tahu bahwa Gizi Super Cream terbuat dari rumput laut yang mempunyai segudang kebaikan. Rumput laut ini kaya akan vitamin dan mineral yang dapat membantu menutrisi dan melembabkan kulit.

Kini, Gizi Secret of Seaweed tampil lebih sempurna dengan teknologi NANO dari LIPI. Ini menjadikan Gizi Secret of Seaweed tampil sebagai NANO HERBAL pertama di Indonesia. Dan sebagai seorang muslimah yang berusaha untuk menggunakan barang-barang yang telah terjamin kehalalannya, saya tak perlu khawatir lagi karena Gizi Secret of Seaweed telah mendapat sertifikat halal dari MUI. Alhamdulillah. J

Oya, selain rumput laut, ada enam bahan penting lain yang terkandung dalam Gizi Secret of Seaweed. Enam bahan itu, antara lain;
Beras. Beras berperan dalam membantu melindungi kulit dari efek buruk sinar UV.
Bligo. Bligo memiliki kandungan yang dapat membantu mencegah timbulnya jerawat dan mengurangi peradangan akibat jerawat.
Kedelai. Pasti sudah banyak yang tahu ‘kan, kalau kedelai ini dapat mencegah penuaan dini?
Lidah Buaya. Lidah buaya membantu melembabkan kulit lebih lama, menyejukkan kulit dan membantu mencerahkan kulit.
Jeruk Nipis. Kandungan Flavanoid dan Vitamin C di dalamnya berfungsi sebagai antioksidan alami yang juga berperan dalam mencegah penuaan dini.
Pepaya. Nutrisi dalam pepaya dapat membantu mengangkat sel kulit mati dan meremajakan sel kulit. Pepaya juga sangat baik untuk melembutkan dan mencerahkan kulit.

Kabar baiknya lagi, Gizi Secret of Seaweed ini kini hadir dalam serangkaian skin care yang kita perlukan sehari-hari. Ada Daily Natural Lightening Foam, Daily Nutrition Cream, dan Daily Nutrition Cream +SPF 18.
-                      Daily Natural Lightening Foam, untuk cuci muka. Pertama kali memakainya, bau jamu khas Gizi Secret of Seaweed tercium. Setelah memakainya, kulit terasa bersih, namun tidak terasa kering seperti jika saya menggunakan produk lain. Sayangnya busanya sedikit, jadi kurang bisa “bermain-main” saat cuci muka, hehe...
Tapi menurut informasi yang pernah saya dengar sih, kalau busanya sedikit berarti produk ini tidak mengandung deterjen. Entahlah...


ketahuan kalo habis dipake. masih basah dan sedikit penyok :p

-                      Daily Nutrition Cream. Krimnya ringan, langsung nempel di wajah, tapi tidak lengket dan juga tidak membuat wajah berminyak. Wajah menjadi lembab seketika. Saya biasa memakainya pagi hari setelah mandi. Sebenarnya ini bisa dipakai sebagai krim malam juga, tapi karena saya tipe pemalas, jadi biasanya langsung tidur bergitu terasa mengantuk. :p



-                      Daily Nutrition Cream +SPF 18. Ini untuk kita yang sering beraktivitas di luar ruangan. Saya biasa memakainya ketika akan menjemput Amay saat pulang sekolah. Amay keluar dari sekolahnya pukul 1 siang. Kebayang ‘kan, panasnya matahari di jam itu? Maka dari itu, wajah saya memerlukan perlindungan ekstra agar terhindar dari pengaruh buruk sinar UV.




Setelah memakai  tiga rangkaian skin care dari Gizi Secret of Seaweed ini selama kurang lebih seminggu, tampaknya saya akan mengganti kosmetik saya dan kembali ke cinta lama. Kenapa? Karena Gizi Super Cream:
1.                  Halal
2.                  Herbal
3.                  Hitech
4.                  Heritage. 43 menuju 44 tahun gitu loh... J

Nah, buat kamu yang masih ragu, mending coba sendiri deh. Atau, bisa juga cari tahu di;
Facebook: GIZI Super Cream
Twitter: @gizisupercream

Instagram: @gizisupercream
Read More

Do'a yang Dinantikan

Saturday, February 20, 2016

Pagi itu saya terburu-buru menyiapkan si sulung yang akan berangkat sekolah di TKIT dekat rumah. Jam dinding sudah menunjuk angka tujuh lewat dua puluh menit, padahal pelajaran akan dimulai sepuluh menit kemudian.
Si bungsu yang baru berusia satu tahun saya serahkan pada suami, dan biasanya setelah itu kami akan beralih posisi. Suami mengantarkan si sulung ke sekolah, dan saya akan kembali memegang si bungsu.
Hari itu, karena suami ada tugas tambahan di kantor, saya menjadi tergesa-gesa menyiapkan semuanya. Setelah menyuapi dan memandikan si sulung, saya pun segera memakaikannya seragam. Karena terburu-buru, saya pun melupakan sebuah "ritual". Saya baru mengingatnya setelah si sulung mengingatkan, "Mas Amay kok nggak dido'akan?"
"Ah iya, Mama lupa," jawab saya, dan sejurus kemudian saya pun melakukan hal yang saya sebut ritual itu. Bibir saya kemudian mengucap do'a-do'a untuk kebaikannya dan kebaikan adiknya.
Saya kemudian iseng bertanya, "Memangnya Mas Amay suka kalau Mama do'akan?" Dan jawabannya membuat saya termenung cukup lama. Ternyata, kebiasaan saya berdo'a setiap kali memakaikan mereka baju selalu diingat, dan hari itu saya menjadi tahu bahwa do'a-do'a saya dirindukan.
Dalam sehari, setidaknya empat kali saya mengucap do'a ini diluar waktu shalat. Empat waktu itu adalah saat memakaikan baju si sulung dan si bungsu, pagi dan sore. Karena seringnya, si sulung sampai hapal kata-kata dalam do'a saya yang saya lantunkan dalam Bahasa Indonesia.
Entah sejak kapan saya memulai ritual ini. Jika saya tak salah mengingat, saya memulainya ketika saya menyadari bahwa apa yang keluar dari bibir saya sebagai seorang ibu, akan berpengaruh pada kehidupan anak-anak kelak. Sejak itu saya mulai berhati-hati dalam berucap, karena saya meyakini bahwa setiap ucapan adalah do'a, sehingga saya berusaha untuk selalu mengatakan hal-hal yang baik tentang mereka.
Terlebih ketika saya membaca kisah Syaikh Abdurrahman as Sudais. Imam besar itu ketika kecil "dikutuk" oleh sang ibu hingga dapat menjadi seperti saat ini. Konon saat itu sang ibu sedang menjamu tamu-tamunya, namun Sudais kecil mengacaukannya setelah menaburkan debu pasir ke atas hidangan yang sudah disiapkan oleh ibunya untuk para tamu. Sang ibu marah sambil berkata, "Pergi kamu! Biar kamu jadi imam di Haramain!" Dari kisah itu saya kemudian belajar bahwa saat marah pun kita harus mengucapkan hal-hal yang baik.
Saat di dunia, anak membutuhkan do'a dari orang tuanya, terutama do'a seorang ibu. Dan saat di akhirat, orang tua lah yang membutuhkan do'a anak-anaknya.

~-~

Tulisan ini dimuat di Majalah Hadila edisi bulan Januari 2016



Read More

Berkat Geget Sang Kurir Motor, Bisnis Saya Lancar, Pelanggan pun Senang

Sunday, February 14, 2016

Sejak beberapa bulan lalu, saya mulai menjalankan bisnis di bidang kuliner. Memang, posisi saya disini hanya sebagai agen, bukan produsen. Produk yang saya jual ini termasuk memiliki banyak penggemar. Cilok, Siomay dan Puding Susu, siapa yang tidak suka? Makanya, ketika ada kesempatan menjadi agen, saya langsung mengambilnya. Apalagi kebijakan supplier dengan membuat aturan bahwa 1 kota hanya boleh diisi dengan 1 agen memang cukup menguntungkan.


cilok yang sudah direbus dan yang masih dalam packaging, juga beberapa botol puding susu yang siap dikonsumsi

Saya menjalani bisnis ini bukan tanpa kendala. Bukan, kendalanya bukan pada produknya, namun pada sistem pengirimannya.

Cilok dan Siomay yang saya jual, insya Allah tahan setidaknya 3 hari di perjalanan. Produk frozen food ini sudah teruji. Alhamdulillah, selama ini belum ada pelanggan yang komplain atau mengabarkan bahwa produk ini diterima dalam keadaan basi. Untuk informasi, saya pernah mengirim Cilok dan Siomay hingga ke Madiun, Salatiga, Purworejo, Purwodadi, Semarang, bahkan Madura.

Dan untuk puding susu, sedari awal berpromosi memang sudah saya jelaskan bahwa puding susu ini hanya dijual di Solo. Meskipun banyak permintaan dari luar kota seperti Jogja dan Purworejo, namun saya belum berani memenuhinya, karena memang puding ini hanya bisa tahan sehari di suhu ruang. 

Lalu?

Nah, ini dia masalahnya. Jika konsumen datang dari luar kota, biasanya mereka sudah siap dengan biaya pengiriman yang harus dibayarkan. Karena penasaran dan ketagihan dengan rasanya, mereka tidak masalah mengeluarkan biaya tambahan untuk ongkos kirim. Akan tetapi jika pembeli datang dari dalam kota, biasanya mereka lebih perhitungan. "Masa' sama-sama di Solo mesti bayar segitu untuk ongkos kirimnya saja?" seperti itu. Apalagi, jika dikirim dengan jasa ekspedisi, ongkos kirim dihitung per kilogram, makin mahal lagi jadinya.

Awalnya saya sempat bingung. Sempat terpikir untuk mengantarnya sendiri ke rumah para pembeli, namun sebagai pendatang, saya tidak terlalu paham dengan daerah-daerah di luar Solo. Solo Raya itu luas, meliputi; Karanganyar, Boyolali, hingga Sukoharjo. Ditambah lagi dengan kondisi saya sebagai ibu dari dua balita, hal ini menjadi pertimbangan lain. Saya tidak mungkin (lebih tepatnya tidak tega), untuk meninggalkan anak-anak di rumah. Membawa mereka berkeliling pun bukan ide yang bagus juga.

Terkadang saya memberi solusi pada calon pembeli, bagaimana jika kami bertemu di tengah-tengah, supaya sama-sama enak. Ada yang menyanggupi, akan tetapi ada juga yang mengurungkan niat untuk membeli karena urusan ini.

Ini salah satunya.



Saya sempat berpikir lama sekali. Hingga suatu hari, saat seseorang datang ke rumah, saya menawarinya untuk menjadi kurir. Seseorang itu, Geget namanya. Setidaknya sebulan sekali, dia memang selalu silaturrahmi ke rumah kami. Saya ingat dia pernah bercerita bahwa sebelum dia bekerja di kantornya yang sekarang, dia adalah seorang kurir lepas. Pucuk dicinta ulam tiba, ia pun bersedia. :)

Geget saat bersiap mengantar pesanan. Tetap profesional meski diguyur hujan.

Alhamdulillah, sekarang, untuk jasa pengiriman di sekitar Solo Raya, saya menyerahkan urusan ini padanya. Hubungan bisnis kami ini seperti simbiosis mutualisme. Keuntungan-keuntungan yang saya dapat dengan memberdayakan Geget, antara lain:
1. Bisnis saya lancar.
2. Pembeli senang karena barang lebih cepat diterima. Jika menggunakan jasa ekspedisi, biasanya barang baru akan dikirim keesokan harinya.
3. Ongkos pengiriman lebih murah karena tidak tergantung berat barang. Ini membawa keuntungan lain, yaitu, pelanggan menjadi tidak ragu untuk membeli lebih banyak lagi. 
4. Sebagai kurir, Geget pun mendapat penghasilan tambahan. Ini membawa kebahagiaan tersendiri karena saya bisa membuka jalan rezeki untuk orang lain.

testimoni konsumen yang puas dengan produk dan pelayanan kami

Alhamdulillah, karena kesediaan Geget, bisnis saya sudah menemukan celah untuk berkembang. Untuk selanjutnya, saya punya mimpi. Saya ingin membeli kendaraan untuk sarana mengantar pesanan karena selama ini Geget menggunakan sepeda motornya sendiri.

Namun untuk saat ini, kondisi keuangan saya belum memungkinkan untuk membeli sepeda motor baru. Saya pun mulai berpikir untuk menyisihkan sebagian keuntungan dari penjualan cilok, siomay dan puding.

Mungkin ada yang bertanya, "Mengapa saya tidak membeli sepeda motor dengan cara kredit? Bukankah sama saja?" Nah, untuk ini saya mempunyai pertimbangan sendiri. Salah satunya karena saya tidak mempunyai cukup uang untuk membayar uang muka.

"Sekarang dengan Rp 500.000,- saja sudah bisa membawa pulang sepeda motor lho...", mungkin ada yang berkata begitu. Jawaban saya, "Iya, tapi cicilannya akan lebih besar juga." :)

Maka dari itu, saya memilih menabung saja.

Begitu tahu bahwa BTPN menyediakan halaman  http://menabunguntukmemberdayakan.com/ , saya pun membuka dan mencoba simulasi ini, untuk mengira-ira sambil merencanakan jalan untuk membangun mimpi saya.




Setelah link saya buka, muncul halaman di atas. Saya kemudian meng-klik "Mulai Simulasi", lalu muncullah halaman berikut ini,



Saya pun memilih "connect facebook to start" dan setelah itu kita dikoneksikan dengan akun facebook kita.



Setelah muncul halaman berikutnya, saya mulai menimbang-nimbang. Berapa sebaiknya jumlah yang ditabung dan berapa lama?

Saya memutuskan untuk menggeser anak panah ke nominal paling rendah, yaitu Rp 500.000,- dan  di kolom bawahnya, anak panah saya geser ke jangka waktu 2,5 tahun.

Mengapa?

Alasannya, Rp 500.000,- adalah nominal yang umum dikeluarkan setiap bulannya untuk membeli sepeda motor dengan cara kredit. Dan 2,5 tahun adalah jangka waktu yang umumnya diambil untuk melunasi sepeda motor.




Setelah itu, saya pun meng-klik kolom "Lihat Hasil Simulasi" dan keluar halaman ini



Setelah memasukkan nomor handphone saya, saya kembali meng-klik kolom "Lihat Hasil Simulasi", dan keluarlah hasilnya disini




Wah, jadi semakin jelas. Tanpa harus susah-susah menghitung, tinggal klak-klik, hasil bisa kita lihat secara langsung.

Dengan menabung di BTPN sebesar Rp 500.000,- tiap bulannya selama 2,5 tahun, tabungan yang terkumpul adalah Rp 15.981.759. Terbukti ya kalau suku bunganya kompetitif? Dan saya rasa dengan nominal ini sudah cukup untuk membeli sepeda motor baru.

Semoga ke depannya bisnis saya semakin lancar, semakin banyak yang bisa saya sisihkan untuk ditabung, sehingga saya bisa memberdayakan lebih banyak orang lagi. Aamiin. :)


Read More

Pawon Omahkoe, Tempat Kuliner Lezat di Solo

Thursday, February 11, 2016

Haloo..

Siapa yang minggu lalu nge-trip alias piknik?

Saya enggak dong... :(

Tidak seperti kebanyakan orang yang menikmati long weekend dengan pergi ke tempat-tempat wisata, atau pergi ke luar kota untuk mencari suasana yang berbeda dari biasanya, saya (bersama suami dan anak-anak), hanya menikmatinya di rumah saja. Tiga hari looh...yakin betah?

Hehe..ternyata ngga sampe tiga hari, kami udah bingung mau ngapain. Ya sudah, agak memaksakan diri memang, mengingat kondisi suami dan De'Aga yang kurang fit. Tapi daripada bosan, akhirnya kami memutuskan untuk keluar, sekedar untuk jajan.

Akhirnya kami menuju sebuah rumah makan, Pawon Omahkoe namanya. Ini pertama kalinya kami kesini. Letaknya di Jalan Adi Sucipto, Solo. Ancer-ancernya; dari Hotel Lor In, masih ke barat lagi, sebelum IHS. 

Sayangnya, saya lupa mem-foto tampak depan rumah makan ini, hehe.. Maaaafff...

Begitu masuk, saya bingung mau pilih tempat duduk dimana. Di dalam memang tidak terlalu ramai sih, karena memang pengunjungnya tidak terlalu banyak, jadi kami masih punya banyak pilihan tempat duduk. Akhirnya, kami memilih sebuah tempat dengan view ke belakang. 

lucu kan ya? Ada Liliput. :)
Kami pilih disini karena ada patung liliput yang lucu-lucu. Tujuannya sih biar anak-anak senang. :)
Melihat ke sebelah kanan, ada kereta juga. Sebelum makanan datang, kami sempat kesana, mengajak anak-anak duduk di dalamnya.

kereta mini
tempat duduk kami

Oiya, mau tau nggak, kami pesan apa? Hihihi... *sok penting banget sih arin...
Walaupun nggak ditanya, tapi saya tetep mau cerita, hahaha...

rawon bakar
Nah, itu pesanan saya, Rawon Bakar. Rasanya gimana? Hhmm...enak... Beneran. Dagingnya empuk, kuahnya juga pas rasanya. Saya kebetulan pakai semua sambal yang disediakan, dan itu menambah kelezatan rawonnya. Sayur-sayurannya segar, dan bersih-bersih. Makanya nggak heran kalau harganya Rp 22.000,-

Suami saya pesan Rawon Kuah, mirip rawon-rawon pada umumnya, dengan daging yang sudah dicampurkan di kuahnya. Rasanya juga enak. Cocok lah sama lidah kami. 

Untuk anak-anak, kami pesan sop ayam. Ini juga yummy banget lhoo.. Nggak nyangka deh disini makanannya enak-enak, karena dari luar memang kelihatan sepi pengunjung.

sop ayam

Tapi memang ada yang kurang. Untuk minumannya, suami pesan lemon squash, dan itu kurang greget, hehe... Kalau es campur pawonnya sih lumayan lah, segar... Jus jeruknya juga enak, pas.

Oya, kami juga sempat foto-foto lhoo, hihi... Sayang banget kan kalau patung-patung itu didiamkan saja? :)


Untuk pertemuan keluarga besar atau untuk arisan, tempat ini bisa dijadikan rujukan. Makanannya enak, harganya juga standar nggak kemahalan, dan yang juga penting buat yang punya anak kecil, ada arena yang cukup luas di belakang untuk bermain-main.

Oya, ini dia daftar menu yang sempat saya dokumentasikan. Selamat berkunjung kesana yaa... :)






Read More

Cafe Tiga Tjeret; Cafe Bercitarasa Angkringan

Saturday, February 6, 2016

Hai Hai... Memasuki hari ke 6 di bulan Februari, sepertinya hujan sehari-hari sudah bukan di Januari lagi ya? Hehe, secara sudah seminggu ini hujan turun membasahi kota ini. Alhamdulillah... :)

Hujan-hujan memang enaknya makan, hihi... Nah, hari minggu lalu, di penghujung Januari kami pergi ke sebuah tempat makan yang cukup terkenal di Solo.

Solo itu terkenal dengan angkringannya. Jadi, pilihan paling gampang kalau ingin mengajak teman atau keluarga untuk makan, ya Angkringan. Beberapa tahun terakhir, Angkringan yang menjual "suasana" mulai menjamur di kota bengawan ini. Salah satunya adalah Cafe Tiga Tjeret.


dengan Miss Fety dan suaminya.
Maka dari itu, ketika sahabat saya dari Bogor datang, kami langsung terpikir untuk mengajak kesana. Selain menyediakan tempat yang luas dan nyaman, makanan yang ditawarkan pun enak-enak. 


alat tempur suaminya Ms Fety oke banget deh buat narsis :D

Berbeda dengan angkringan pada umumnya, Cafe Tiga Tjeret menyediakan tempat yang luas, nyaman dan terkonsep. Gaya "nyentrik" sudah terlihat dari interiornya. Begitu kita masuk halamannya, pasti kita akan terpesona dengan lampu-lampunya, kursi dan mejanya, hingga dindingnya yang sungguh "nyeni".


dengan keluarga saat ultah Aga yang pertama

Oiya, meja yang kami tempati itu sebenarnya adalah dua buah mesin jahit tua yang dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi meja yang panjang. Unik kan? Di lantai dua, bahkan kursinya merupakan recycle dari krat-krat minuman.

Meskipun di dua kesempatan di atas kami selalu mengambil posisi di bagian belakang, tapi sebenarnya di bagian depan tempat duduknya tidak seperti ini lho... Ini karena jumlah pasukan kami banyak, sehingga kami memilih meja yang panjang dengan kursi yang banyak juga. Di bagian depan cafe ini, tersedia juga tempat duduk yang asik dengan payung sebagai pelindung dari panas dan hujan.


Alhamdulillah, kumpul keluarga

Untuk anak-anak, tersedia juga ayunan cantik. Hehe...saya juga sering naik ayunan ini sih, tapi kalau sedang sepi saja. Kalau pas rame, malu euy... ^_^

Di belakang ayunan itu terdapat mushola kecil. Jadi tak perlu khawatir terlewat waktu shalat yaa.. Toiletnya pun lumayan bersih. Saya biasa ke toilet untuk berwudhu, karena tempat wudhu di dekat mushola ini terbuka.



Udahan dulu yaa ngomongin soal bangunan fisiknya. Sekarang waktunya kita bahas makanan disana. *cleguk
Angkringan itu identik dengan menu nasi kucing, ya 'kan? Di cafe tiga tjeret ini tersedia berbagai macam menu nasi kucing. Ada nasi kucing dengan lauk oseng tempe dan bandeng, yang memang lazim ada di setiap angkringan. Ada juga nasi rica bebek, ini favorit saya - dan sepertinya favorit pengunjung lainnya juga, karena sering banget kehabisan. 

nasi kucing

Varian lainnya adalah nasi granat (dari kikil) - siap-siap yaa, pedasnya mancaaaap. Kalau nggak kuat pedas, mending jangan coba deh, hehe.. Lalu ada nasi kucing sapi lada hitam (nasi kucing apa nasi sapi sih? :p), ini juga enak. Nasi-nasi itu dibedakan dari cara membungkusnya. 

Nah, kira-kira kamu mau coba yang mana? 

aneka gorengan

Selain nasi kucing, ada juga aneka gorengan dan lauk-pauk. Banyak banget deh pilihannya. Ini sih cuma sebagian aja yang sempat terdokumentasi, hehe... 

Minuman yang ditawarkan pun macam-macam. Kalau suami saya biasanya pesan teh kampul (teh yang diberi irisan jeruk nipis) atau wedang uwuh. Mau minuman tradisional seperti beras kencur juga ada; bisa pilih antara es (dingin) atau wedang (panas). Ngga usah khawatir, menu milkshake dan jus-jusan juga ada koq. Banyak pilihan deh pokoknya. :D


menu angkringan

Nah, soal harga, ini sih relatif yaa... Kalau dibandingkan dengan angkringan-angkringan yang biasa kita temui di pinggir jalan, jelas sedikit berbeda. Tapi jika dilihat dari suasana yang ditawarkan, kebersihan dan kenyamanan, serta banyaknya pilihan makanan yang disediakan, maka harganya masih masuk akal. :)

So, kalau kamu ke Solo, tertarik kesini jugakah? Harusnya sih, iya. :)
Read More

Momen Manis di Es Krim Tentrem Solo

Monday, February 1, 2016


Di penghujung Januari, kami kedatangan tamu istimewa. Teman sejak jaman perjuangan, Miss Fety namanya. Dia datang ke Solo bersama suaminya, yang biasa dipanggil Aa', setelah sebelumnya menghadiri acara di Jogja. Oiya, sebelum semuanya saya tulis, saya informasikan bahwa semua foto dalam postingan ini adalah milik Mas Wahyudi, suami Miss Fety.

Ketika beberapa hari sebelumnya Miss Fety mengabari akan pergi ke Jogja, saya sudah wanti-wanti, "Pokoknya harus mampir Solo!" Dan Alhamdulillah, kedatangannya adalah rezeki yang dinanti-nanti.

Awalnya, kami berencana pergi ke "Grebeg Sudiro". Tapi karena Grebeg Sudiro dimulai jam 2 siang, sementara Miss Fety baru sampai di rumah jam 3, akhirnya rencana itu kami urungkan. Ya masa' baru datang langsung diajak keluar, hehehe... 

es krim Jamaica, es krim tentrem

Akhirnya, jam 5 sore kami meluncur dengan taxi, ke angkringan modern, Cafe Tiga Tjeret. Cafe Tiga Tjeret memang jadi andalan kami untuk menjamu tamu. :)

Disana, kami shalat maghrib sekalian.

Setelah puas menikmati makanan di Cafe Tiga Tjeret, kami berjalan ke arah selatan, melewati Pasar Triwindu, pasar yang menyediakan barang-barang antik di Solo. Kami berjalan di trotoar. Solo itu memang nyaman, trotoarnya lebar, enak buat jalan.

Es Krim Upin Ipin, Es Krim Tentrem Solo

Saat berjalan ke arah selatan itu, mata kami tertuju pada bangunan di pojokan perempatan Ngarsopuro. Iya, ada bangunan bertuliskan Es Krim Tentrem. Awalnya kami masih bingung apakah akan mampir kesana atau tidak, karena terus terang perut kami sudah kenyang. Lalu suami saya bilang, "Udah, ntar penasaran, lho. Kita beli 1-1 aja buat berdua." Aha, ide bagus! 

Kami pun sepakat untuk masuk ke dalam.

Agak rame, tapi Alhamdulillah kami malah dapat tempat duduk "sisa" yang oke. Dengan sofa yang empuk, pas banget deh buat pasukan kami. Saya langsung menghempaskan tubuh disana. Maklum, menggendong Aga dan berjalan dari Cafe Tiga Tjeret sampai Es Krim Tentrem, lumayan bikin ngos-ngosan juga. :D

Sebenarnya ada tempat di lantai dua juga, tapi lantai dua belum akan dibuka jika di lantai satu masih ada space yang kosong.

Narsis dulu di Es Krim Tentrem. Yaaah...Aganya ga jelas deh. Ga mau diem sih.

Tak lama kemudian, pesanan kami pun datang. Es krim Upin-Ipin, Es Krim Jamaica, dan satu lagi pesanan Miss Fety, entah apa namanya.

Kami saling mencicipi es krim yang satu dan yang lainnya.

Aga, nggak sabar mau mencicipi Es Krim, nih, kayaknya. :)

Es Krim Upin-Ipin, sengaja kami pilihkan untuk Amay dan Aga. Rasa vanilanya sangat kuat. Es Krimnya pun lembut. Di bagian bawah es krim ini, ada dua potong wafer coklat sebagai pelengkap. Plating-nya cakep, pakai wadah yang bentuknya mirip centong/sendok besar. Dan bentuknya, lucu 'kan? :)

Es Krim Jamaica, rasa coklat. Es krim ini diletakkan di dalam crepes yang dibetuk menyerupai mangkok. Di atasnya diberi hiasan buah cerry. Oiya, ada butiran-butiran kacang juga. Nikmat deh, pokoknya. 

Es Krim pesanan Miss Fety, ada tiga rasa di dalamnya. Yang hijau rasa melon, enak banget. Yang pink rasa strawberry, dan yang biru...mmm, we've no idea ini rasa apa, tapi seperti permen karet. Enak juga. Pelengkap es krim ini ada biskuit marie, cornflakes, dan kristal agar berbentuk potongan jeruk.


Narsis dulu sebelum pulang.

Setelah es krim habis dan keringat kering (haha...secara habis jalan, ngos-ngosan, keringetan), kami pun bersiap-siap pulang. Kami pun menelepon taxi langganan. Taxi Kosti yang bisa ditelepon di nomor (0271) 856300. 
Read More

Ini Nih, Pentingnya Wudhu dan Do'a Sebelum Masuk Rumah

Sunday, January 31, 2016

Beberapa waktu lalu, kami kedatangan tamu. Tamu itu menginap di rumah. Entah mengapa saat malam tiba, Aga - bungsu kami yang baru 14 bulan - rewel terus-terusan. Saya sampai capek dan mengantuk karena kurang tidur.

Rewelnya Aga ini terus berlangsung bahkan hingga tamu tersebut pulang. Parahnya lagi, Aga jadi malas merangkak, malas berdiri, malas merambat, dan hanya mau digendong saja. Dia pun menjadi sangat manja, sedikit-sedikit menangis. Makan pun jadi susah.

Awalnya kami berpikir, apa Aga sakit? Tapi suhu badannya normal. Hingga suatu malam, saat suami baru pulang dari luar kota, Aga menjadi makin rewel.

"Apa Aga begini terus dari kemarin (saat suami pergi, pen)?" tanya suami saya.

"Iya," jawab saya. "Makanya Arin capeeeek banget." tambah saya lagi,

"Kenapa ya?" suami pun bertanya-tanya. Beliau juga capek dan bingung, karena tidak biasanya Aga seperti ini. Aga sulit sekali dihibur.

Hingga akhirnya suami tersadar, "Aga itu nangisnya nggak keluar air mata lho. Tapi teriak-teriak gitu, kayak diapain aja." Saya pun setuju dengan pendapatnya. Kami lalu paham, ini bukan masalah biasa.

Suami mengingat-ingat lagi, "Oh iya... Aga begini setelah dia nginap ya? Iya bener, dia itu habis dari tempat yang agak gawat memang. Dari sungai juga kayaknya." terangnya.

Setelah menemukan penyebabnya, kami pun sepakat untuk berdo'a. Hehe...bukannya kami tidak pernah berdo'a ya. Tapi berdo'a kali ini dengan meniupkannya di segelas air. Saya membaca surat al-fatihah tujuh kali, kemudian saya meminumkan air itu pada Aga.

Beres?

Belum.

Aga masih rewel.

Akhirnya, kami menyerah. Kami mencari pertolongan dengan menghubungi sepupu di Jogja. Dan benar, katanya memang benar ini ada pengaruh dari tamu kemarin. Tamu kemarin melewati tempat yang "gawat" dan energi negatifnya terbawa. "Itulah kenapa kalau habis dari pergi-pergi kita dianjurkan untuk berwudhu dan berdo'a sebelum masuk ke rumah, seperti yang diajarkan agama kita." tulisnya melalui BBM.

"Terus sekarang cara menghilangkan energi negatifnya gimana?" tanya suami.

"Ambil segelas air, beri segenggam garam. Bacakan surat Yaa Sin, surat An-Nass, Al-Falaq, dan Al-Ikhlas, Kemarin memang sudah dido'akan, tapi belum diberi garam kan? Graam itu fungsinya untuk mengikat energi negatif itu." sepupu saya menjelaskan. "Setelah itu, tambahkan air garam itu ke air mandinya Aga." jelasnya lagi.

Kami mengikuti saran sepupu saya itu. Percaya atau tidak, setelah mandi, Aga mau turun dari gendongan. Ia mulai merangkak, mulai berdiri, mulai merambat lagi, meskipun untuk makan nafsunya belum pulih benar.

Ini yang biasa disebut "sawan" oleh orang Jawa. Energi negatif itu yang membuat Aga lelah, sehingga kondisi fisiknya lemah, dan membuatnya rewel.

Jadi, jangan lupa ya, sebelum masuk rumah berdo'a dulu. Dan jangan lupa juga, berwudhu, atau minimal cuci tangan dan kaki. :)

Sudah tau belum do'anya? Ini dia do'a masuk rumah... :)



Read More

Empal Gentong Enak di Cirebon

Thursday, January 14, 2016

Yang hobi jalan-jalan dan wisata kuliner di Cirebon, pasti udah pada tahu 'kan, Empal Gentong? 

Yap, kuliner khas Cirebon ini memang lezat. Rasanya hampir seperti gulai. Dinamakan "Empal Gentong" karena dimasaknya di sebuah tempat yang terbuat dari tanah liat, semacam gentong. Ini nih yang bikin rasanya jadi makin nikmat.

Ngomong-ngomong soal tempat makan yang menjual Empal Gentong di Cirebon, Empal Gentong Amarta sedang nge-hits, teman-teman. Mertua saya pasti pilih tempat ini untuk makan, meskipun di sepanjang jalan itu tersedia banyak sekali pilihan warung makan yang menawarkan Empal Gentong.

Empal Gentong Amarta: Pelopor Empal Asem di Cirebon

Oiya, lupa bilang, kini ada inovasi baru selain Empal Gentong, yaitu Empal Asem. Bedanya, Empal Asem tidak bersantan, dan sesuai namanya, rasanya memang agak asam.

Empal Gentong Amarta sendiri meng-klaim bahwa dialah pelopor empal asem di Cirebon. Tuh, fotonya di atas. :D

Empal Asem yang kuahnya agak bening, dengan irisan tomat. Empal gentong, kuahnya kuning bersantan.


Dan memang, menurut lidah kami (saya dan mama mertua), Empal Asem Amarta paling pas di lidah.

Empal Gentong, Empal Asem, dan Sate Kambing Amarta

Hampir di semua tempat makan yang menjual Empal Gentong, disediakan pula sate kambing. Di depan Empal Gentong Amarta ini malah ada yang menjual es durian. Ya ampun, nggak bersahabat banget deh sama teman-teman yang punya hipertensi. 


So, wajib hati-hati yaa... Ingat kesehatan. :)

tangga menuju lantai 2, Empal Gentong Amarta

Satu kekurangan Empal Gentong Amarta menurut saya, tempatnya sempit. Tempat parkirnya juga, karena memang ngga disediakan lahan parkir khusus disana. :(


Iya sih, untuk makan ada lantai duanya juga. Tapi karena ruangannya yang sempit ini, kesannya jadi sumpek. Ngga enak juga sama pelanggan yang nungguin kita selesai makan, hehe... Iya, Empal Gentong Amarta ini memang sering terlihat penuh, apalagi di jam makan siang. Hmmm...


lantai bawah Empal Gentong Amarta

Tapi salut, pelayannya sigap-sigap. Jadi, kita ngga kelamaan nungguin makanan. :)

Oiya, kalau makan di lantai bawah, siap-siap sama asap bakaran sate yaa.. :)

tampak depan Empal Gentong Amarta

Kalau teman-teman kebetulan sedang berada di Cirebon dan mencari Empal Gentong Amarta, ini dia alamatnya: Jln. Ir. H. Juanda No. 37, Plered. 


Nah, pas mudik akhir tahun kemarin, rencananya kami mau ke Empal Gentong Amarta juga. Tapiii..dari jauh sudah kelihatan penuh tempat parkirnya. Sudah bisa dipastikan kursinya juga sudah penuh. Karena perut sudah krucuk-krucuk, kami urungkan rencana awal. 

Akhirnya, kami menuju warung Empal Gentong lainnya, yang lebih longgar. Masih di deretan Empal Gentong Amarta juga, namanya Rumah Makan Bu Ulfah. Alamatnya di Jln. Ir. H. Juanda No. 104, Plered.


RM. Bu Ulfah, Cirebon
Kami pilih disini karena rumah makan ini yang paling longgar. Lahan parkirnya tersedia, dan cukup luas dibandingkan dengan warung Empal Gentong yang lain. 



meja kursi tertata rapi
Ruang makannya juga luas dan terlihat bersih.

Empal Gentong Bu Ulfah

Tapi, sama dengan Empal Gentong Amarta, mesti siap-siap dengan asap bakaran sate kambing, hehe... Ini memang sulit sekali dihindari. :)


Empal Gentong Bu Ulfah
Empal Gentong disini sama lezatnya dengan Empal Gentong Amarta. Harga per porsinya Rp 22.000,-
Untuk sate kambing, kebetulan kami belum mencicipinya. 
Tapi, Empal Asem disini terlalu asam menurut saya. Memang Amarta belum tertandingi untuk rasa Empal Asemnya. Pantaslah jika Amarta menyebut dirinya pelopor Empal Asem, hehe...

Empal Asem Bu Ulfah
Jadi, untuk Empal Gentong, RM Bu Ulfah juga recommended loh. Ruang makannya longgar dan bersih. Dan yang juga tak kalah pentingnya, disini disediakan lahan parkir yang cukup luas untuk pengunjungnya. 

Akhir kata, selamat berwisata kuliner yaa.. :)
Read More

Tiga Alasan Mengapa Saya Tidak Memajang Foto di Undangan Pernikahan

Saturday, January 9, 2016


Disclaimer: Postingan ini hanya berdasarkan pendapat pribadi saja, karena menyesuaikan dengan pengalaman, pengamatan dan "kantong" saya sendiri. Yang tidak setuju, pliisss, saya jangan dibully yaa.. :D


Momen pernikahan adalah momen sakral yang tidak akan dilupakan. Karenanya, banyak pasangan yang mempersiapkan peristiwa yang (insya Allah) sekali seumur hidup ini dengan sebaik-baiknya. Saya pun begitu, inginnya, hehehe... Tapi karena banyak sekali kendala, sehingga momen pernikahan saya terselenggara secara sangat sederhana.


~~

Cerita dulu...
Saya memang pernah menjalin hubungan dengan pak suami semasa remaja dulu, ehem... Namun hubungan itu hanya berlangsung selama tujuh bulan saja. Selanjutnya, karena beberapa alasan, kami berpisah. Huhuhu, jangan ditanya seberapa sedihnya, karena seddiiihhh banget. Tapi ya, itu sudah keputusan saya.

Pasca berpisah, sesuai dengan komitmen saya sendiri, saya tidak berpacaran dengan laki-laki manapun. Yang deketin sih, ada beberapa, hehe...tapi saya selalu menahan diri, menahan perasaan, dan berjanji akan berpacaran setelah menikah saja. Ups, sok suci! :D


*Saya sangat sadar, saya masih sangat jauh dari sempurna. Saya pun perempuan normal, yang kadang merasa senang jika ada yang perhatian. :p


Nah, sudah lah yaa, ngomongin tentang perasaan. Singkat cerita, tiga tahun kemudian, saya kembali bertemu dengan mantan pacar. Sayangnya, saya bertemu dengannya saat sedang berduka. Iya, dia datang waktu ibu saya meninggal. ;(


Kalau ingat itu, saya sering tergugu. Mantan pacar saya ini adalah satu-satunya laki-laki yang berhasil mencuri perhatian ibu saya. Saya ingat sekali waktu ibu saya bertanya, "Mas Yopie piye?", saat saya menyodorkan beberapa nama. Dalam hati saya, "Mas Yopie sekarang ada dimana aja aku nggak tau, gimana mau tau sekarang dia kepiye?" Tapi ya begitulah, kadang untuk bahagia, kita harus melewati beberapa cerita duka. Dan iya, pada akhirnya ibu saya juga yang mempertemukan kembali saya dengan si dia, meskipun pertemuan itu terjadi dalam suasana yang tidak saya inginkan.


Pasca pertemuan hari itu, kami tidak ada komunikasi, sampai suatu hari dia menemukan saya di friendster, kemudian facebook. Lalu saya pun mengirimkan SMS padanya, ke nomor handphone 11 digit yang saya hapal di luar kepala, meskipun saya berusaha melupakannya dengan menghapus nomor itu dari handphone saya.


Beberapa bulan kemudian, saya yang saat itu merantau ke Bogor, berniat pulang untuk menghadiri acara lamaran kakak kedua saya. Saat saya "pulang kampung" itulah, dia kembali berkunjung ke rumah, dan tanpa disangka, dengan sangat gentle, dia "meminta" saya pada bapak. Wow.


Bapak menyerahkan keputusan di tangan saya. Saya pun bingung, hiyahahaha...tapi langsung mengangguk. Jarang-jarang ada laki-laki yang berani meminta langsung pada orang tua, ya 'kan? Bagi saya, ini nilai plus. Setidaknya, saya tak perlu meragukan lagi sifat tanggung jawab yang ada pada dirinya.


Dua bulan kemudian, diputuskan acara lamaran keluarga, tepatnya di bulan Syawal. Dipilih waktu pas hari lebaran supaya keluarga besar bisa berkumpul. Dan di hari itu, pasukan dari Majalengka datang ke Purworejo. Rasanya, bahagiaaa...


Saat lamaran itu, kami (saya, tepatnya) memutuskan untuk menyegerakan pernikahan, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maklum, saya ini makhluq yang lemah iman. 


Dan persiapan pernikahan dilakukan hanya dalam waktu dua bulan.


Terus terang, dalam dua bulan itu saya nggak ngerti mesti ngapain. Saya manut. Apalagi saat itu saya ada di Bogor, pernikahan dilangsungkan di Purworejo, Si Dia ada di Jogja, mertua di Bumiayu tapi suami harus ngurus surat-surat di Majalengka (temnpat tinggal asal).


Urusan Dekorasi, bapak yang mencarikan. Tata rias, saya pasrahkan pada Mbak Ika (Ika Puspitasari si blogger kece itu loh), biar dia yang mencarikan. Saya cuma pesan, bajunya nanti jangan yang ketat, kalau bisa jilbabnya yang menutup dada. Tapi ya gitu sih, ngga ada yang punya baju kayak gitu waktu itu.


Yang lucu, baju untuk akad nikah, dibuat tanpa diukur. "Gini aja, ambil gamis ibu yang warna kuning, panjang lengan sama kaki ditambahi aja 5 senti - 5 senti," pesan saya pada Mbak Ika via telepon, dari Bogor. Duh, simbakku ini jadi seksi riweuh deh...


Nah, untuk undangan, kebetulan tetangga Bulik di Bogor ada yang punya usaha cetak undangan. Jadi Bulik memesan undangan pada beliau ini, dan alhamdulillah dapat diskonan hampir 50%.


Untuk undangan ini, saya nggak mau neko-neko. Sempat terbersit ide untuk menampilkan foto, tapi alhamdulillah urung dilakukan. Note; Kami tidak melakukan foto pre-wedding yaa... Jadi yang rencananya mau ditampilkan itu foto kami yang kami buat sendiri-sendiri. Si Dia sempat ke-ide-an untuk bikin sketsa sebagai ganti foto, sih..tapi nggak jadi. Alasannya:


1. Undangan yang ada fotonya tuh, Mahal.

Dengan waktu yang mepet tanpa ada persiapan dana, maka saya harus berhemat. :p Tapi walaupun hemat juga, insya Allah undangan pernikahan kami bagus koq, hehe... 'Kan dapet harga diskon, jadi dengan biaya yang saya keluarkan, saya dapet undangan sebagus undangan dengan harga dua kali lipatnya. :)

2. Undangan yang ada fotonya tuh, Sayang.

Iya lah, sayang. Secantik dan setampan apapun aku dan pasanganku, dijamin ga akan ada yang nyimpen undangan yang ada foto kami di dalamnya. Pasti undangan itu akan jatuh ke tempat sampah juga. Hiks hiks, gak ngebayangin deh, foto aku saingan sama kecoa.

3. Malu. Hehe...saya termasuk orang yang malu ketika difoto. Tapi itu dulu. Sekarang? Saya ingin dan sedang berusaha mengembalikan rasa malu itu. :(


Jadi, begitulah, pernikahan yang dipersiapkan serba cepat dan dari jarak yang tak bisa dibilang dekat itu pun akhirnya terlaksana dengan hidmat. Meskipun sederhana, yang penting 'kan, "sah"nya. :D


Read More