Stop Minta Gratisan pada Teman

Sunday, December 13, 2015

~~~~
A, seorang penulis yang baru saja menelurkan buku baru. Di status yang ditulisnya di social media, ia mempromosikan buku barunya itu. "Yuk dibeli, sudah tersedia di toko buku, lho..." tulisnya.

Namun ada yang membuatnya agak gimanaaaa gitu, ketika ia membaca seorang temannya berkomentar, "Lemparin bukunya satu, dong." Teman lain berkomentar pula, "Buat teman dekat mah gratis yaa..." Ada pula yang menulis, "Dapat harga teman ngga, nih?" Mungkin komentar-komentar tersebut terlihat biasa saja, dan mungkin ada bumbu basa-basi dan sekedar bercanda. Akan tetapi, tidak begitu bagi A.


Dalam hati - hanya di dalam hatinya - ia berkata, "Mereka pikir membuat buku itu tidak susah? Tahukah mereka aku harus begadang, harus rela meninggalkan anak-anak di rumah demi mencari referensi buku di perpustakaan? Apa mereka tidak tahu, bahwa demi buku ini lahir dengan sukses, aku harus meminta maaf berkali-kali pada suamiku yang kurang mendapat perhatian?"



~~~~

Di tempat lain, sepasang suami istri yang baru menikah beberapa bulan lalu, memutuskan berhenti dari perusahaan tempatnya bekerja, kemudian merintis bisnis yang sesuai dengan hobinya. Si suami yang hobi merakit komputer, bersinergi dengan si istri yang mantan sekretaris. Mereka menyewa tempat yang strategis untuk berbisnis; jual beli komputer, service komputer, dan jasa pengetikan.

Si suami mulai gencar mempromosikan bisnis barunya ini pada kawan-kawan lamanya. B, kawan lama sejak SMP datang. Tahu bahwa sahabatnya pandai memperbaiki komputer yang rusak, ia datang dengan laptopnya yang sudah lemot. Tak butuh waktu lama, karena si suami ini memang terampil, laptop kawannya pun "sembuh".


Si istri berharap bahwa kedatangan kawan lama suaminya ini merupakan rezeki di awal bisnis yang baru mereka rintis. Si suami pun berharap demikian. Maklum, toko mereka baru, sehingga masih sepi pelanggan. Namun sayang seribu sayang, B tak cukup peka. Ia merasa, sebagai kawan dekat, pantaslah jika ia mendapat service gratis. Sementara si suami tadi, tak enak hati mengeluarkan "tagihan" pada sahabat sendiri. Si istri mulai mengeluh, "Si B ini, nggak menghargai waktu yang udah kebuang. Dia juga ngga mikir, nyervis laptop kan butuh listrik."



~~~~

Dua kisah di atas hanya fiktif belaka, tapi banyak dan sering terjadi. Mentang-mentang teman, selalu minta diskonan, atau yang lebih parah, gratisan.

Lho, emangnya ngga boleh cari gratisan? Ini yang perlu digarisbawahi, mencari berbeda dengan meminta. Cari-cari yang gratis boleh saja (ikutan kuis yang lagi bagi-bagi produk, itu namanya cari gratisan), tapi minta, meskipun pada teman yang kamu anggap dekat sekalipun, sebaiknya jangan.






Ingat, kamu tak pernah tahu, perjuangan seperti apa yang telah dan sedang dilakukan oleh temanmu. Mereka sedang berusaha, dengan karya yang dibuatnya. Hargailah usahanya. Jika memang sedang tidak punya kemampuan membeli, tahan diri untuk tidak meminta.






Sebagai seorang Muslim, saya berpedoman pada hadits Rasulullah SAW. Ada banyak hadits yang melarang kita menjadi peminta-minta.

Hadits pertama:
Tidaklah salah seorang dari kalian yang terus meminta-minta, kecuali kelak di hari kiamat ia akan menemui Allah sementara di wajahnya tak ada sepotong daging pun. (HR. Muslim No. 1724)

Hadits 2:

Barangsiapa meminta-minta pada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api. 

Hadits 3:

Meminta-minta itu merupakan cakaran, yang mana seseorang mencakar wajahnya dengannya. Kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu.

Agak serem ya bunyi haditsnya? Tapi memang begitulah adanya. Ingat kasus suami istri tadi, mereka akhirnya "terpaksa" mengikhlaskan waktu, tenaga, pikiran, dan listrik yang sudah terbuang demi memperbaiki laptop si B, karena mereka "malu" menyodorkan tarif.


Lalu kalau diberi, bagaimana? Ini perkara lain ya... Seseorang mau memberimu sesuatu, pasti ada maksud tertentu. Apakah kamu dianggapnya istimewa, atau ada momen yang sedang ingin dirayakan, atau rezekinya sedang berlimpah. Maka bahagiakanlah mereka yang berniat untuk berbagi.


"Ambillah! Dan bila kamu diberikan sesuatu harta sedangkan kamu tidak mengidam-idamkannya dan tidak pula meminta-minta, maka ambillah. Dan jika tidak demikian maka janganlah kamu mengejarnya dengan hawa nafsumu." (HR. Al-Bukhari No. 1473 dan Muslim No. 1731)


Siapa tahu, ia meyakini hadits yang menyebutkan bahwa jika kita saling memberi hadiah, maka kita akan saling mencintai. Dan bukankah tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah? Ya 'kan? Namun ingat, tahan diri, jaga harga diri.




Read More

Padang Bulan, Sebuah Novel Karya Andrea Hirata

Friday, December 11, 2015

Novel Padang Bulan, karya Andrea Hirata

Kalau guru-guru menulis saya mengatakan, karya fiksi yang bagus adalah yang membuat orang terkesan sejak kalimat pertamanya, maka novel ini sudah bisa dikatakan novel yang bagus karena saya terkesan sejak kalimat pertama, dan mata saya lekat hingga tak terasa habis satu bab.

Novel ini diawali dengan kisah yang mengharu biru, hingga air mata menitik. Namun saya bersyukur, meski dua tokoh central dalam novel ini memperjuangkan hidupnya mati-matian hingga jungkir balik, kisahnya berakhir dengan bahagia. Ini membuat saya makin percaya, bahwa setelah kesulitan ada kemudahan.

Enong, diceritakan terlahir dari keluarga yang amat miskin. Takdir menempanya, hingga ia menjadi sekuat besi baja. Jika engkau merasa hidupmu tak pernah bahagia, lihatlah Enong ini, kehidupannya jauh, jauh lebih sulit dari yang mungkin engkau rasa.

Kisah sedih Enong bermula ketika ayahnya, tulang punggung di keluarganya, meninggal karena tertimbun tanah di tambang timah. Padahal saat itu, Ayahnya tengah memberikan kejutan kepada ibunya, Syalimah, sebuah sepeda, yang rencananya akan dipakai untuk bersama-sama pergi ke pasar malam, malam harinya. Betapa kebahagiaan itu bisa terenggut dalam beberapa detik saja.

Dan saya pun semakin mengimani ke-Mahakuasa-an Allah Ta’ala. Apa yang Allah kehendaki, tak ada yang tak mungkin terjadi.

Enong, gadis cilik yang baru duduk di kelas 6 SD itu, mesti merelakan pendidikannya. Ia harus mengubur mimpinya menjadi guru bahasa Inggris, pelajaran yang amat disukainya. Ia harus ikhlas keluar sekolah tanpa ijazah, karena sebagai anak sulung ia memikul tanggung jawab sebagai tulang punggung.

Dan tahukah, ada yang lebih perih mengiris-iris. Jika ibunda Enong dihadiahi sepeda tanpa bisa menikmatinya dengan suaminya – sang lelaki penyayang – maka Enong, telah cukup bahagia dengan Kamus Bahasa Inggris Satu Miliar: 1.000.000.000 Kata pemberian almarhum ayahnya. Jika sedang dilanda rindu dan sendu, ia membaca pesan yang dituliskan sang ayah di halaman depan.
Buku ini untuk anakku, Enong.
Kamus satu miliar kata.
Cukuplah untukmu sampai bisa menjadi guru bahasa Inggris seperti Ibu Nizam.
Kejarlah cita-citamu, jangan menyerah, semoga sukses.
Tertanda,
Ayahmu

Suatu hari di Kantor Pos, Enong dewasa berjumpa dengan Ikal (Andrea Hirata). Tidak, kelanjutan kisah mereka tak seperti cerita kebanyakan, yang biasanya membuat sebuah pertemuan berakhir dengan percintaan. Karena sebuah kata dalam bahasa Inggris, Enong dan Ikal akhirnya dekat dan menjadi sahabat. Enong memang selalu kagum dengan orang yang pandai berbahasa Inggris. Dan kata yang mendekatkan mereka itu adalah; wound. Luka.

"Time heals every wound, waktu akan menyembuhkan setiap luka."

Saat bertemu dengan Enong ini, sesungguhnya Ikal juga sedang terluka. Bagaimana tidak? Satu-satunya perempuan yang dicintainya, A Ling, dikabarkan akan dilamar oleh seorang pria yang tinggi, tampan, dan multi talenta. Zinar, nama pria yang beruntung itu. Setidaknya, kabar inilah yang disampaikan oleh M. Nur, detektif di kampungnya.

Andrea Hirata pun berusaha menemui A Ling, namun yang dinanti-nanti tak pernah ada di rumah. Ia semakin pupus harapan. Rasa cemburu merasuki hatinya. Kalau cinta itu buta, rasanya memang benar adanya.

Entah, apakah kisah Ikal disini adalah kisah nyata yang dialami Andrea Hirata. Yang jelas, seperti di novelnya terdahulu – Tetralogi Laskar Pelangi – Andrea Hirata mengemas kepedihan dengan jenaka. Seperti di halaman 258, saya dibuat terpingkal-pingkal ketika membaca kisah Ikal yang dibonceng dua sahabatnya, M. Nur dan Enong, pasca peristiwa yang hampir merenggut nyawanya karena ia terobsesi menambah tinggi badannya barang empat senti.

Patah hati membuat Ikal semakin terpuruk. “Dan andai kata kesedihan karena putus cinta dapat dibasuh air hujan, aku mau berdiri di bawah hujan dan halilintar, sepuluh musim sekalipun.” – Hlm. 283

Di halaman berikutnya, memasuki mozaik (bab) ke-40, kepedihan Ikal terurai. Ternyata informasi yang diberikan detektif M. Nur selama ini salah. Nah, inilah yang saya maksud dengan happy ending itu. Pada akhirnya, setelah jungkir balik berusaha mengalahkan Nizar, hingga nyawa yang satu-satunya itu hampir melayang, Ikal kembali bisa tersenyum dan tidur dengan tenang.

Melalui Jose Rizal – Merpati pos yang telah dilatih M. Nur – detektif itu menyampaikan permohonan maafnya pada Ikal. Kasus antara Ikal vs A Ling telah usai. Namun Ikal masih harus menyelesaikan sebuah pe er dengan sang ayah. Akankah kemudian ayahanda Ikal menyetujui hubungannya dengan perempuan Tionghoa itu?

Ayah, pulanglah saja sendirian
Tinggalkan aku
Tinggalkan aku di Padang Bulan
Biarkan aku kasmaran”
(penggalan puisi Ada Komidi Putar di Padang Bulan)


Novel ini komplit. Kisah pilunya membuat menangis, dan kisah bahagianya membuat saya tertawa hingga mengeluarkan air mata. Kini saya penasaran dengan Novel Kedua Dwilogi Padang Bulan, Cinta di Dalam Gelas. 
Read More

Rezeki (Hoki) di 2015

Friday, December 4, 2015

Setuju ngga sih kalau tiap tahun ada hokinya sendiri-sendiri? Bukan percaya sama ramalan shio atau apa sih, tapi karena biasanya semua pencapaian kita diukur berdasarkan periode tahunan, yang dimulai di bulan Januari dan berakhir di bulan Desember, jadi secara tidak langsung kita mengelompokkan keberhasilan kita setiap satu tahun.

Biasanya nih, akhir tahun seperti ini, orang-orang mulai mengevaluasi diri untuk kemudian menetapkan target baru yang sering disebut resolusi. Untuk urusan resolusi, karena saya terlanjur nyemplung di dunia tulis-menulis, maka saya pun sudah membayangkan cita-cita saya di tahun depan, dan itu hanya boleh diketahui oleh Tuhan dan diri saya sendiri. :D

Di bidang kepenulisan, tampaknya saya seperti kura-kura. Laaammbbaaattt, hehehe...

2013
Tahun 2013 menjadi tahun awal saya belajar menulis. Di tahun itu bisa dibilang saya memulai semuanya dari nol. Lama-kelamaan, seiring dengan bertambahnya teman, saya mulai "mencuri" ilmu dari mereka.


2014
Tahun 2014, kemampuan menulis saya sedikit bertambah. Mungkin karena lingkungan saya memiliki andil besar sebagai "tukang kompor". Iya, lingkungan terdekat yang membuat saya terpacu untuk belajar adalah komunitas IIDN Solo. Alhamdulillah, karena "iri" melihat karya teman-teman berseliweran, saya semakin giat berusaha, dan hasilnya tulisan saya beberapa kali muncul di media cetak. Belum banyak sih, tapi saya sangat bersyukur, setidaknya apa yang saya pelajari sedikit membuahkan hasil.

Siapa sangka, saya yang kurang pandai bercanda, apalagi membuat tulisan dengan gaya humor, bisa tiga kali masuk di rubrik "Ah Tenane" Solopos? Dan kagetnya lagi, tulisan saya juga masuk di rubrik Gagasan Jawa Pos, walaupun katanya rubrik ini juga sudah tiada. :(

Keisengan saya menuliskan pengalaman seru bersama Amay juga bisa jadi uang lho. Tulisan saya sempat masuk di salah satu rubrik Majalah Reader's Digest. Sayangnya, majalah ini sudah tidak terbit lagi. :(



Di penghujung 2014, tulisan saya masuk di majalah Ummi. Wow banget sih, karena bagi saya susah sekali menembus media nasional itu. Yaa, walaupun isinya curhatan lagi, curhatan lagi, hihi.. Eh, bukan curhat ding, tapi sharing pengalaman. :p *laludijewer


2015
Tahun 2015, bisa dibilang ada kemunduran, karena belum satu pun tulisan saya muncul di media cetak seperti tahun sebelumnya. Hehe..tak apalah. Kalau mau beralibi, mungkin ini karena waktu menulis saya agak berkurang setelah kehadiran baby Aga.

Tapi seperti yang saya tulis di atas, mungkin tiap tahun ada hokinya sendiri-sendiri. Yap, tahun ini rezeki saya bukan ada di media cetak, tapi ada di beberapa kuis dan giveaway. :)

Malu sebenarnya nulis ini. Apalah saya ini dibanding dengan blogger-blogger senior yang dapatin uang berjeti-jeti atau gadget seri terbaru? Tapi sekali lagi, saya mensyukuri setiap pencapaian yang saya dapatkan. :)

Hoki di tahun 2015 diawali dengan hadiah kuis dari Tupperware. Kuis di twitter itu sebenarnya saya ikuti sambil iseng-iseng berhadiah. Eh, yang awalnya nggak mengharap apa-apa, malah saya jadi salah satu dari 5 pemenang yang terpilih mendapat bingkisan. Lumayan lah, dapat tempat makan. :D




Hoki yang ke-2. Waktu Emak-Emak Blogger bikin kuis di Instagram. Saya juga ketiban rezeki, hihi... Dua buah buku mendarat dengan cantik di rumah saya. Alhamdulillah lagi. :)




Trus-trus, saya juga dapet novel Rahasia Pelangi, dompet juga bros dari Mbak Riawani Elyta dan Mbak Shabrina WS. Oiya, dapat pulsa juga, hihi, alhamdulillah. Nikmat mana yang bisa kudustakan? :)




Masih ada lagi? Masiih... di twitter juga, saya memenangkan buku baru Mbak Anna Farida berjudul "Marriage with Heart" yang pernah saya review disini.





Ngga cuma buku, saya juga dapat hadiah giveaway berupa virgin coconut oil. Ini bener-bener mimpi yang jadi nyata, karena sebelumnya saya memang punya rencana untuk membeli VCO ini. Siapa sangka, keberuntungan berada di pihak saya? :)



Nah, yang terakhir ini, hadiah karena saya menulis tentang buku yang menginspirasi, Recto Verso. Kesukaan saya pada buku itu makin bertambah, karena dari tulisan itu saya dapat hadiah. :D


Jadi, kalau lihat orang lain punya hasil sendiri-sendiri, kita ngga boleh iri. Karena, yakin deh, rezeki itu sudah tertakar, tak akan tertukar. Yuk ah, mari kita sambut tahun depan dengan lebih Semangaaattt!!! 
Read More