Jangan Baca Ayat Kursi!!

Thursday, June 27, 2013



Membaca judul ini mungkin akan ada pertanyaan, mengapakah? Saya bukan bermaksud memandang ayat ini sebagai “sesuatu” yang negative, namun ada sebuah kisah yang saya alami dan berhubungan dengan ayat ini.


Suatu hari, suami saya mendapat tugas ke Jogjakarta. Karena lokasinya jauh, hampir dua jam dari kota, akhirnya saya “mengungsi” di rumah Bude di Godean. Saya memilih ikut ke Jogja karena di Solo saya hanya sendirian dengan anak saya yang berusia kurang dari dua tahun kala itu. Selain itu, tujuan saya sekaligus bersilaturrahmi ke tempat Bude, yang sudah lama tidak saya kunjungi.


Kami berangkat Rabu sore karena Kamis paginya suami harus menjemput klien. Malam itu terlewati dengan tak ada suatu apa. Paginya suami berangkat dan beliau baru akan kembali keesokan harinya. 


Kamis malam, artinya malam Jumat. Dan Jumat itu adalah Jumat legi menurut pasaran Jawa. Selepas maghrib, Amay, anak saya mulai rewel. Kami membujuknya namun tak berhasil, hingga ia menangis sambil berteriak.


Saya pun panik. Sambil menggendongnya, saya komat-kamit membaca ayat kursi, dan tiga surat lainnya yaitu Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan An-Nass. Namun tangisan Amay tak juga berhenti, bahkan ia makin susah dikendalikan. 


Kebetulan di rumah Bude saya, hadir juga calon menantunya. Dia bilang, “Coba telpon Mas Yopie (suami saya), Rin. Mungkin Amay kangen.” Lalu sepupu saya meneleponkan suami. Rupanya, di tempat suami tidak ada sinyal. Saya berusaha menelepon suami lagi, tapi susahnyaaaa… Ketika pada akhirnya tersambung, suaranya pun putus-putus dan kurang jelas. Dan memang, ketika mendengar suara suami yang terputus-putus itu Amay diam. Ketika telepon ditutup, Amay kembali menangis. 


Saya tetap membaca apapun yang saya bisa, ketika kemudian Bude saya berkata, “Jangan baca ayat kursi ya, Rin.”


“Lho Bude, dari tadi Arin baca ayat kursi.” Saya heran. 


“Pantesan!” mereka bertiga kompak. Bude, sepupu saya, dan kekasihnya itu.


“Lho, salah ya?” saya masih bingung.


“Disini lebih baik baca Al-Fatihah, Rin. Karena kalau baca Ayat Kursi, kesannya kamu tuh ngusir mereka.” Terang calon menantu Bude saya. 


“Oh…” Tanpa banyak bicara akhirnya saya membaca Surat Al-Fatihah. Amay sedikit lebih tenang, tapi masih menangis. 


Calon menantu Bude saya kemudian ke dapur untuk mengambil garam, lalu dia ambil juga sapu lidi (sapu tebah). Entah apa yang dia lakukan di kamar, namun kemudian dia menyuruh saya untuk menidurkan Amay di kamar itu. Tak berapa lama, Amay pun tertidur.


Saya kemudian keluar kamar untuk mencari tahu ada apa sebenarnya. Mereka sudah berkumpul.


“Ini Jumat Legi ya?” tanya sepupu saya kepada kekasihnya.


“Iya.” Jawabnya.


“Ada apa dengan Jumat legi?” tanya saya. Jujur, saya masih sangat bingung saat itu.


“Di lantai atas lagi ada pengajian.” Kata kekasih sepupu saya.


“Oh, makin ngga ngerti aku.”


“Gini, mereka itu kan baik, mereka sudah menghuni rumah ini ribuan tahun. Mereka pun mengaji, dan rumah ini ketempatan tiap malam Jumat legi. Mereka datang dari segala penjuru. Amay itu sebenarnya udah sering lihat makhluq-makhluq kayak gitu. Tapi kalau ada papanya, dia merasa aman. Ini kebetulan Mas Yopie nggak ada, jadi dia bingung mau berlindung ke siapa.”


“Oh..” 


“Kalau baca Al-Fatihah kan kita mendo’akan to, Rin? Kalau ayat kursi lebih ke mengusir, dan mereka nggak suka.” Tambah sepupu saya.


“Oh… Bude nggak takut?”


“Bude si udah biasa.”


“Mereka itu nggak ngganggu koq, Rin. Aku aja tidur di atas sendiri juga nggak apa-apa.” Kata sepupu saya. “Mungkin tadi Amay lihat banyak makhluq berterbangan kali…kan biasanya paling dia lihat cuma diem.”


Mereka terlihat tenang, bahkan bercerita sambil bercanda. Sementara saya, melongo dibuatnya.




Read More

Berjalanlah di Atas Kekuranganmu, Maka Kamu Akan Unggul Disitu

Monday, June 10, 2013


Belajar dari kakak Fina, ponakan tersayang...
Dulu ia begitu diragukan. Banyak yang khawatir padanya, akankah ia bisa melalui UN SD dengan baik?
Bagaimana tidak? Ia lemah dalam hitung-menghitung. Matematikanya pernah dalam kondisi sekarat. Merah pernah menghiasi raportnya karena pelajaran itu.

Bulan lalu, dalam perjalanan menuju rumah, aku bertanya pada Bapak di atas sepeda motor yang sedang melaju. "Fina gimana ya, Pak? Ujian kan bentar lagi..." (tapi dengan bahasa Jawa yaa...)
"Oh, Fina pinter koq sekarang. Prihatin dia. Tiap hari bangun jam setengah 4, belajar." kata Bapak.
Dalam hati aku bersyukur dan berdo'a, semoga Allah memudahkannya dalam menuntut ilmu.

Minggu lalu saat pulang lagi ke Purworejo, Fina dengan senyumnya yang terkembang berkata, "Ne (panggilannya padaku), prediksi nilai matematikaku, aku salah 3." Terlihat sekali ia sangat bahagia.
"Wah, yang bener, Kak?" tanyaku tak percaya. "Wah, siap-siap dana nih..ehehe" ujarku yang memang menjanjikan hadiah jika ia lulus dengan nilai di atas 25.
Bundanya, yang merupakan kakak perempuanku, lantas bicara. "Kemarin soal UN-nya dibahas sama Bu Gurunya. Anak-anak kan disuruh nyatet jawabannya. Katanya Fina salah 3."
"Tapi IPA aku salah 7..." kata Fina lagi.
"Bearti nilainya berapa?" tanyaku.
"Soalnya kan 40, berarti bener 33." Jawabnya
"Wah, 8,25 dong, Kak?"

Dan kemarin, hari yang ditunggu telah tiba. Nilai UN-nya sudah keluar.
Jumlahnya 26,90
Nilai Bahasa Indonesia, 9,40
Matematika 9,25
IPA 8,25
Mungkin bagi sebagian orang, nilai ini tergolong biasa saja. Tapi bagiku, bagi Fina, bagi keluarga, nilai ini sungguh luar biasa jika mengingat performanya di bulan-bulan, semester-semester dan tahun-tahun lalu.

Walaupun pengetahuan tak hanya dilihat dari nilai yang kamu dapat.
Tapi pelajaran, bahwa tak ada yang tak mungkin jika kamu mau, mengingatkan aku untuk tidak pernah menyerah.

Selamat ya, Kakak... Ane bangga sama Kakak... :)

Read More