Make Up Harianku

Tuesday, May 23, 2017

Seharusnya tulisan ini diposting tanggal 19 kemarin, berbarengan dengan harinya #BloggerKAH. Tapi karena saya sok sibuk, jadi saya baru bisa nulis sekarang.

Tema bulan ini agak sulit, haha... Soalnya bahasannya tentang make up. Saya, jujur saja, nggak bisa dandan. Jangankan bikin alis sinchan, pakai eye liner aja belepotan. Kadang pengen bisa pakai blush on biar pipi terlihat merona. Tapi saya pernah nyoba dan hasilnya, ya ampuuuun, malah kayak Jeng Kellin. Padahal saya pernah ikut beauty class juga loh, tapi entah koq ya tetep aja tangan ini kaku.

Katanya, ala bisa karena biasa. Nah, mungkin karena saya ngga biasa dan memang nggak membiasakan dandan ya, jadi sampe sekarang ya nggak bisa-bisa.


Lalu, seperti apa make up harian saya?

Saat mandi saya biasanya cuci muka pakai sabun muka. Mereknya bisa apa saja. Pas dapet produk gizi, saya pakai gizi. Pas dapet cetaphil, saya pakai cetaphil. Pas dapet bio essence, saya pakai bio essence. Pas nggak dapet apa-apa, saya pakai Pond’s atau Clean n Clear yang ramah di kantong. Oya, untuk Clean n Clear, saya baru coba sebulanan ini, karena Opik pakai merek ini. Belinya yang sama, biar irit. Hahahaha...

cetaphil, kayusirih


Nggak masalah kah gonta-ganti merek?

Nah ini. Katanya sih nggak bagus kalau gonta-ganti merek ya.. Tapi Alhamdulillah di wajah saya so far so good. Dan review saya terhadap produk-produk di atas memang jujur, karena semua baik di muka saya. Cuma untuk cetaphil dan bio essence, kurang baik di kantong aja. Hehehe..

Sebenarnya saya pengen pakai bio essence secara kontinyu sih, tapi mesti ngumpulin Job Review sampai berapa kali ya, biar bisa beli rangkaian skin care-nya? Wkwkwk..

Oya, selain itu saya sebenarnya juga pengen nyobai Jafra, tapi koq ya mahal juga. Untuk bedaknya, pengen bisa beli Ultima, soalnya pas pakai punya mama mertua - mantu kurang modal apa kurang ajar yaa - emang bagus di muka... Ah, buat Arin mah semua bagus. Memang. Apalagi yang gratisan. Bagus banget itu. 🤣🤣

Oke lanjut.

Setelah cuci muka pakai sabun muka, saya pakai pelembab, bisa cream bisa lotion. Tergantung punyanya apa. Hahaha.. Ya ampuuuun Ariiiinnnn...

Ya begitulah saya. Pas dapet gizi super cream ya pakai gizi super cream. Pas dikasih Olay Total Effect ya pakainya itu. Pas beauty class bareng Wardah, saya beli produk Wardah juga. Nah, yang Wardah itu beneran modal sendiri, bukan sponsor, wkwkwk... Terakhir dapet bio essence, saya pakai bio essence juga. Sayangnya udah habis euy. Saya suka banget pakai bio essence, pengen beli lagi tapi koq galau lihat rekening. *curhat lageeee*

bio essence kayusirih


Nah, habis pakai pelembab, saya kadang pakai bedak, tapi seringnya sih enggak. Kalau pas acara resmi atau ada undangan gitu, biasanya pakai bedak dan sedikit sapuan lipstik. Lipstik pun saya cuma berani pakai yang warna soft bahkan cenderung nude. Saya pakai warna lipstik yang mencolok cuma waktu nikah aja kayaknya, sama pas jadi pager ayu, wkwkwk...

Jadi, bisa disimpulkan kalau saya hanya butuh sabun muka dan pelembab wajah aja setiap harinya. Saya punya night cream, tapi ngak habis-habis karena suka lupa pakainya. Hahaha..

Betewe, pas baca postingannya Mbak Ran tentang make up pertama kalinya saya jadi teringat waktu masih SD. Kakak saya, Ika Puspita, suka banget dandanin saya sebelum sekolah. Kadang dia menguncir rambut saya dengan karet jepang warna-warni, dan nggak cuma satu, tapi ada banyak kunciran, kayak Chikita Meidy di masa itu deh. Trus, habis bedakin wajah saya, dia pakein saya lip gloss. Bayangin aja, anak SD udah dipakein lip gloss sama dia. Huh!

Sekarang, justru kebalikan. Saya memang nggak telaten merawat diri. Ke salon aja belum tentu setahun sekali. Ini mungkin karena pengaruh suami saya yang nggak terlalu suka kalau saya dandan macam-macam. Pernah waktu saya pakai lip gloss, suami bilang, "Itu habis minum minyak apa? Bibirnya meni mengkilap, kayak kaca." Jlebb!!! Dan sejak itu saya males dandan lah. Males pokoknya.

Nggak cuma soal make up sih, cara berpakaian pun, suami lebih suka saya yang simpel. Pernah saya coba gaya hijab lilit-lilit gitu, soalnya mau ke acara pernikahan di sebuah hotel di Surabaya. Tapi belum juga selesai, doi udah nggak sabar dan bilang, "Udah lah kayak biasa aja!" Yowis. Manuuut. Hahaha... 

Yah begitulah suami saya, wkwkwk.. Kayaknya sama dengan suami Mbak Widut karena suaminya juga nggak berkenan kalau istrinya bermake-up ria. Betewe, kalau teman-teman suka gaya make up yang seperti apa? 


Read More

Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil

Saturday, May 13, 2017

Sheila, Torey Hayden. Photo dari Google.

Saat menerima buku ini dari Mbak Hana Aina (FYI, i got this book for free, bonus dari beli cireng di Etalase Hana, hehe), saya sudah membayangkan akan seperti apa kisah di dalamnya. Torey Hayden yang merupakan seorang psikolog pendidikan sekaligus pengajar yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus, memang sering bercerita tentang anak-anak didiknya lewat sebuah buku. Sebelum Sheila, saya telah membaca Jadie dan Venus, dua buku Torey Hayden lainnya.

Mungkin karena sejak dulu saya tertarik dengan dunia pendidikan, maka buku-buku Torey ini selalu menarik minat saya. Membaca buku-buku Torey Hayden, saya seolah menyaksikan bagaimana Nanny 911 menyelesaikan sebuah masalah. Saya pun banyak belajar dari buku-buku ini. Seperti pemberlakuan reward and punishment. Adanya "time out" dengan menggunakan kursi diam untuk anak yang sedang marah atau bersalah, agar dapat menenangkan diri atau merenungi kesalahannya. Juga adanya reward misalnya dengan ice cream party tiap jumat sore apabila dalam seminggu itu anak-anak dapat bekerja sama menjaga kelas dari kericuhan.

Sekolah tempat saya mengajar dulu menerapkan pola "kosekuensi" sebagai pengganti reward and punishment. Jadi misalnya, "Kalau kamu tidak segera menghabiskan makananmu di snack time, maka waktu bermainmu di outside time akan berkurang. So, if you want to play longer, finish your meal as soon as possible!" Ya, inti dari reward and punishment juga "konsekuensi" ini sebenarnya sama saja, mengajarkan anak untuk bertanggung jawab akan dirinya sendiri.


Jadie, Torey Hayden. Gambar dari Google.

Buku-buku Torey Hayden, tak pernah jauh dari kisah anak terlantar dari keluarga miskin, yang bermasalah, dan rata-rata pernah mengalami kekerasan fisik maupun seksual. Ya, saya menyimpulkannya dari apa yang dialami Jadie dan Venus.

Lalu bagaimana dengan Sheila?

Awalnya saya sedikit lega. Torey menceritakan tentang Sheila yang pernah berlaku kriminal karena telah membakar seorang anak kecil berusia tiga tahun hingga nyaris tewas, dan di tangannya, Sheila sedikit mengalami perkembangan dengan menjadi anak yang terbuka dan mampu mengontrol emosi, meski untuk meluluhkan anak itu sangat tidak mudah.

Ya, setidaknya sampai bab 15 saya tidak menemukan kisah Sheila yang mendapat kekerasan seksual. Tapi kelegaan saya ternyata hanya sampai di halaman 363. Karena, seperti Jadie dan Venus, Sheila kemudian harus mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri.

Di bab 16 ini saya marah, sedih, geram dan akhirnya ikut menangis. Tergambar bagaimana perlakuan si paman pada Sheila, yang tak sanggup saya tuliskan di sini. Anak sekecil itu, sudah harus menanggung beban yang teramat berat. Tapi Torey dengan kasih sayangnya, mencoba memulihkan Sheila dari trauma.

Hubungan Torey dengan Sheila yang kian dekat, membuat Sheila menjadi ketergantungan dengan Torey. Ini menjadi sebuah dilema, karena cepat atau lambat, kelas mereka akan berakhir. Torey akan melanjutkan pendidikannya, dan Sheila akan dipindahkan ke Rumah Sakit Negara. Dalam dunia pendidikan, ini dianggap sebuah kesalahan, karena hubungan guru dan murid seharusnya tidak saling menggantungkan. Beruntung, di akhir cerita, Sheila kemudian bisa memahami perpisahan itu.


**

Dari buku ini dan buku-buku Torey lainnya, saya belajar bahwa perilaku seseorang sangat bergantung dari lingkungan yang membentuknya. Sheila menjadi pribadi yang keras, karena pengalaman hidupnya yang juga keras. Ditinggalkan ibu kandungnya di jalanan dan hidup dengan Papa pemabuk yang bahkan ragu untuk mengakuinya sebagai anak kandung, membuat hatinya sedemikian keras. Ia bahkan tak pernah menangis atau mengeluarkan air mata. Namun kelembutan hati Torey, perlahan bisa membuatnya mengeluarkan emosi hatinya.

Papa Sheila pun tak bisa sepenuhnya disalahkan, karena Torey yakin, ia pun dibentuk oleh lingkungan yang serupa. Ya, pola asuh kita pada anak-anak kita, akan menghasilkan pola asuh yang sama dari anak-anak kita pada cucu-cucu kita nantinya.

So, the choice is yours. Wanna break the chain of violence right now, or let it bloom?
Read More

Spirited Away; Terjebak di Negeri Para Hantu

Thursday, May 11, 2017

Apa yang akan kamu lakukan, jika kedua orang tuamu berubah menjadi babi? Nangis pasti. Lalu apalagi?

Sebuah film yang diproduksi oleh Studio Ghibli berjudul Spirited Away, mengisahkan tentang perjuangan seorang anak perempuan untuk membebaskan kedua orang tuanya dari kutukan. Ia nekad masuk ke negeri para hantu, meski sebenarnya ia adalah seorang gadis penakut.

Chihiro, gadis berusia sepuluh tahun, bersama kedua orang tuanya, akan pindah ke rumah baru. Sang ibu mencoba menghibur Chihiro yang tampak kurang semangat dengan kepindahan mereka. - Mirip dengan Sherina di film Petualangan Sherina, yang ngga semangat pindah karena berat melepas teman-temannya -

Chihiro tetap tak bersemangat. Ia baru bangkit setelah menyadari ayahnya memasuki kawasan yang terasa aneh. Tampaknya, ayahnya salah mengambil jalan. Chihiro yang merasa ketakutan, tak mampu mencegah ayah dan ibunya yang bersikeras ingin mengeksplor tempat itu.

Mereka memasuki sebuah bangunan, hingga menembus area belakang yang sangat indah. Padang rumput yang luas, yang dialiri angin sepoi-sepoi, membuat ayah dan ibu Chihiro makin penasaran. Apalagi ketika sang ayah mencium wangi makanan, ia kian bersemangat mencari sumber masakan itu. Mata mereka berbinar ketika mendapati makanan tersaji dalam jumlah yang banyak dan terlihat amat menggoda.

Chihiro sempat melarang kedua orang tuanya memakan makanan itu, namun keduanya tidak mengindahkan perkataan Chihiro. Chihiro, sambil terus waspada, berkeliling ke tempat lain. Karena perasaannya semakin tak karuan, apalagi ia sempat bertemu dengan Haku, ia pun segera kembali ke tempat kedua orang tuanya tadi. Namun sungguh mengerikan yang terjadi kemudian. Ayah dan ibunya telah berubah menjadi seekor babi.

Spirited Away

Terkejut, takut, dan merasa sendiri, itulah yang Chihiro rasakan saat itu. Apalagi saat itu  malam mulai datang. Makhluk-makhluk lain pun telah bersiap keluar dan memulai aktivitas mereka.

Haku, anak laki-laki yang pertama kali melihat Chihiro berada di tempat itu, menemukan Chihiro dalam kegelisahan. Haku paham apa yang Chihiro rasakan, karena sebenarnya, ia adalah manusia yang terjebak disana juga. Haku kemudian memberi Chihiro sebutir pil, dan menyuruh Chihiro untuk menelannya. Ini dilakukan agar Chihiro dapat bersentuhan dengan alam lain.

Haku lalu memberikan saran pada Chihiro untuk melamar pekerjaan pada hantu bertangan banyak (seperti laba-laba) bernama Kamaji. Di tempat Kamaji, ia bertemu dengan Lin. Mereka itulah yang membantu Chihiro sampai akhirnya ia bisa sampai pada Yubaba.

Yubaba adalah hantu pemilik usaha pemandian disana. Kamaji, Lin, dan Haku adalah sedikit dari banyak karyawan yang dimilikinya. Saat menemui Yubaba, Chihiro mengatakan ingin melamar pekerjaan disana. Pada awalnya Yubaba menolak, namun pada akhirnya ia menerimanya sebagai karyawan di tempat pemandian itu. Chihiro pun diganti namanya menjadi Sen. Ia dibuat lupa dengan nama aslinya.

Chihiro yang masih terpukul dengan semua kejadian yang menimpanya, dibawa oleh Haku ke sebuah tempat dimana kedua orang tuanya (masih dalam wujud babi) berada. Ia berjanji pada mereka (yang sudah tak ingat lagi bahwa diri mereka adalah manusia), untuk menyelamatkan merka dan mengembalikan mereka di kehidupan sebenarnya.

Dedikasi Chihiro sebagai karyawan baru langsung diuji. Yubaba kedatangan tamu, Stink God atau dewa bau. Chihiro berhasil membuat "hantu lumpur" (seperti kata Amay) itu bersih. Si hantu lumpur berterima kasih pada Chihiro dengan memberinya sebutir obat. Kelak, obat ini yang akan digunakan untuk mengobati Haku yang terluka karena diserang "Shikigami Paper" kiriman Zeniba (kembaran Yubaba).

thefunambulist(dot)net

Sementara itu, ada sesosok hantu yang sejak pertama kali melihat Chihiro, langsung menaruh hati padanya. Ia adalah No-Face, hantu tanpa muka. Ia selalu berusaha menarik perhatian Chihiro. Seperti ketika Chihiro harus melayani "Hantu Bau", ia memberikan banyak formula herbal agar "Hantu Bau" kembali bersih.

Kali ini, No-Face memakan hantu katak agar bisa berbicara. Dengan kemampuannya mengeluarkan banyak emas, ia ingin membeli perhatian Chihiro. Akan tetapi, Chihiro mengacuhkannya karena sedang sibuk memikirkan Haku yang terluka.

Ketika hendak menyelamatkan Haku dari serangan shikigami paper, selembar shikigami menempel di punggung Chihiro. Shikigami ini yang kemudian berubah menjadi Zeniba, saudara kembar Yubaba. Zeniba kemudian mengubah bayi raksasa Yubaba (Boh) menjadi seekor tikus, lalu makhluk tiga kepala diubahnya menjadi bayi Yubaba. Chihiro terus berusaha melindungi Haku (yang saat itu berwujud Naga) dari serangan Zeniba. Zeniba berkata pada Chihiro bahwa penyebab marahnya adalah karena Haku telah mencuri sesuatu yang berharga dari dirinya, tentunya atas perintah Yubaba, saudara kembarnya. 

Siapakah Zeniba ini sebenarnya? Apakah ia benar-benar jahat karena telah membuat Haku terluka? Apakah sebenarnya yang membuat Yubaba berseteru dengan Zeniba?

Lalu, apakah Chihiro mampu mengembalikan orang tuanya ke wujud semula? Lalu bagaimana dengan Haku, bisakah ia menolong Chihiro untuk menjalankan misinya, mengingat luka yang dialaminya cukup parah?

Tonton aja Spirited Away yaa.. Gambar animasi para hantu yang dibuat Ghibli memang agak aneh, tapi ngga seram koq. Ceritanya bercampur antara takut, deg-degan, khawatir, dan berakhir dengan penuh keharuan. Saya masih baper dengan endingnya. Sangat berharap ada Spirited Away yang kedua, dan semoga Haku dan Chihiro bisa kembali bertemu dan melanjutkan kisah mereka berdua. Eeaaaa..
Read More