Saya lahir dan dibesarkan di sebuah kota kecil bernama Purworejo. Kota ini berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) di sisi timur, Kabupaten Wonosobo dan Magelang di sisi utara, Kabupaten Kebumen di sisi barat, dan Samudera Hindia di sisi selatan. Karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, tak heran jika salah satu daya tarik pariwisatanya adalah pantai. Pantai yang bisa kita temukan di Purworejo, antara lain: pantai Ketawang, pantai Jatimalang, juga pantai Jatikontal dan pantai Keburuhan.
Tapi kali ini saya tak hendak membahas tentang pantainya. Tulisan saya ini sekaligus ingin menjawab bahwa di Purworejo ada banyak hal menarik yang bisa dieksplor, sehingga kita tidak harus pergi ke kabupaten sebelah bila ingin berwisata.
Jujur saja, saya termasuk warga durhaka yang suka melipir ke kabupaten sebelah jika bosan di rumah. Hingga kemudian saya tertampar dengan foto-foto Mas Amien Budiarto, teman SMA saya. Lewat foto-foto yang di unggahnya di facebook dan instagram, Mas Amien kerap kali mengajak teman-temannya untuk dolan. "Dolannya ngga usah jauh-jauh, Purworejo juga kaya dengan wisata alam yang bisa kita nikmati," begitu kira-kira pesannya.
Beberapa kali saya diajaknya serta, namun mengingat bahwa saya masih memiliki satu batita, jadi saya belum bisa mengiyakan ajakannya. Tapi insya Allah, setidaknya saya sudah punya niat untuk mengajak suami dan anak-anak kelak, untuk ikut serta.
Sekarang kita ke Kecamatan Bruno dulu yaa... Kecamatan Bruno terletak di Purworejo bagian barat laut, sebelah utara Kecamatan Kutoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo di sebelah utara dan barat, serta Kecamatan Kemiri di sisi selatan dan timur.
Oya, asal muasal nama "Bruno" dari yang saya baca di Wikipedia, adalah dari kata "diburu ora ono" yang artinya dicari-cari tapi tidak ada. Jadi, karena seluruh wilayah Bruno ini adalah pegunungan, maka Bruno menjadi tempat persembunyian para pahlawan saat dikejar-kejar oleh tentara Belanda.
Udara di Bruno sangat sejuk. Bruno pun terkenal dengan duriannya yang lezat.
Selain Durian, apa sajakah yang bisa kita temui di sana?
Oke kita mulai jalan-jalannya yaaa...
1. Tanda Batas Wilayah Kecamatan Bruno
|
1. Tanda Masuk Wilayah Bruno |
2. Bendungan Peniron
Bendungan ini terletak di Desa Plipiran. Selain untuk irigasi pertanian, pengunjung biasanya mendatangi bendungan ini untuk menyalurkan hobi memancingnya. Dan karena kecantikannya, Bendungan Peniron pun menjadi potensi wisata baru di sini. Yaa, lebih dari cukup lah untuk sekedar selfie, hihi...
Oya, Bendungan Peniron diklaim memiliki kemiripan dengan Tukad Unda di Bali. Hmm, percaya nggak? Kalau nggak percaya, buktikan saja sendiri. :D
|
2. Bendung Peniron |
|
3. Pemandangan Desa Plipiran |
3. Pemandangan Desa Plipiran
Selain Bendugan Peniron tadi, keindahan Desa Plipiran juga terpancar dari pesawahannya. Sungguh, ini lebih dari cukup bagi saya untuk cuci mata.
Melihat fotonya saja, sudah terbayang kelak akan mengajak anak-anak sambi menyanyikan lagu ini;
Memandang alam dari atas bukit
Sejauh pandang kulepaskan
Sungai tampak berliku
Sawah hijau terbentang
Bagai permadani di kaki langit
Benar kan, sawahnya memang tampak bagai permadani?
|
4. 1. Curug Gunung Puteri |
4. Curug Gunung Puteri
Salah satu keunikan curug ini adalah adanya rerumputan di sela-sela air terjun. Memang, curug Gnung Puteri berada di antara hutan pinus. Dan seperti yang lainnya, akses menuju curug ini juga tak bisa dibilang mudah. Tapi, ada daya tarik lain dari curug Gunung Puteri ini, yaitu dengan adanya Taman Payung. Ini mengingatkan saya dengan Mojosemi Forest Park di Mojosemi, Jawa Timur, yang pernah saya kunjungi bulan Maret lalu.
Semoga kelak wahananya bisa bertambah yaa...supaya para wisatawan makin tertarik datang kemari. Misalnya, dengan ditambah area memanah, paint ball, ATV, berkuda, flying fox, dan lain sebagainya.
Oya, sebagai informasi, harga tiket masuk ke area ini adalah 5 ribu rupiah per orang.
|
4. 2. Taman Payung di Curug Gunung Puteri
|
Ada Legenda Curug Gunung Puteri yang saya dapatkan dari Mas Amien. Penasaran? Simak ya...
Dikisahkan berawal dari sejarah perjuangan
Pangeran Diponegoro dalam merebut kemerdekaan dari kekuasaan penjajahan Belanda
di tahun 1825-1830. Dalam strategi gerilyanya melawan Belanda, sampailah Diponegoro di wilayah sebelah utara kabupaten
Purworejo yang saat ini di beri nama Bruno.
Pasukan
Diponegoro terdiri dari pejuang-pejuang pria dan pejuang-pejuang wanita, dimana para pejuang wanita bertugas
menyiapkan kebutuhan makanan selama dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda.
Singkat cerita saat itu ada seorang pejuang/prajurit wanita yang berparas tidak cantik (buruk rupa) sehingga tidak ada seorang priapun yang mau mendekatinya atau bahkan bersedia melamarnya.
Akhirnya wanita itu pergi ke suatu tempat dan duduk melamun seraya menyendiri
dan berdoa di sebuah curug bernama curug gunung putri. Sebuah keajaiban terjadi ketika wanita itu membasuh muka dan mandi di salah
satu tempat di sekitar curug gunung putri yang saat ini lokasi tersebut tepat di bawah
air terjun dan bernama TIRTA KANOMAN. Alangkah terkejutnya wanita tersebut dengan
perubahan fisiknya, tubuh dan kulit serta muka yang awalnya tidak cantik
berubah menjadi sosok wanita yang berkulit mulus, putih dan wajah yang sangat
cantik.
Wanita itu pun kembali ke
pasukannya, namun tidak ada satu pun yang mengenali dirinya yang kini telah berubah menjadi wanita cantik. Banyak prajurit yang menyukainya dan
berniat untuk meminangnya hingga terjadi perebutan diantara para prajurit
untuk bisa mendapatkan wanita itu. Akan tetapi, melihat perkembangan situasi yang terjadi
akhirnya wanita itu memutuskan untuk tidak menerima satu pun diantara prajurit, demi menjaga kesatuan dan keutuhan pasukan. Akhirnya wanita itu kembali ke
curug gunung putri dan disana ia melakukan tapa atau semedi untuk meminta
petunjuk kepada Sang Pencipta. Dan dalam bertapanya wanita itu telah terucap
sebuah janji:
BAGI SIAPA YANG MEMBASUH MUKA ATAU BAHKAN
MENYEMPATKAN MANDI DI CURUG GUNUNG PUTRI AKAN AWET MUDA DAN ENTENG JODOHNYA. Hingga saat ini, hal itu telah menjadi mitos bagi warga sekitar wisata dan
berkembang sampai saat ini di Curug Gunung Putri.
Demikian
sejarah singkat tentang mitos ‘Tirta Kanoman’ air terjun Curug Gunung
Putri Desa Cepedak, Kec. Bruno, Kabupaten Purworejo.
|
5. 1. Curug Kaliurang |
5. Curug Kaliurang
Curug ini masih beum banyak ter-expose. Seperti yang lainnya, aksesnya cukup sulit ditempuh. Lokasi curug Kaliurang ini tak jauh dari Curug Gunung Puteri.
|
5. 2. Curug Kaliurang |
|
6. Curug Kyai Kate |
6. Curug Kyai Kate
Saya belum pernah ke sini. Tapi menurut informasi yang saya dengar dan baca, curug ini masih sangat alami. Alirannya cukup deras, sehingga pengunjung harus berhati-hati. Konon, meski di musim kemarau, airnya tak pernah kering, dan di musim penghujan debit airnya bisa membahayakan.
Curug Kyai Kate berada di antara dua bukit, yakni Bukit Watukuwuk dan Bukit Munggangsari. Tempatnya agak sulit dijangkau, karenanya, pengunjungnya pun tak terlalu banyak.
Siapkan fisik yang kuat jika teman-teman ingin kemari. Tapi, rasakan kepuasan tak terkira ketika telah sampai di curug yang tingginya lebih dari 25 meter ini.
|
7. Curug Muncar |
7. Curug Muncar
Ini satu-satunya curug di Purworejo yang pernah saya kunjungi. Sepertinya saat itu saya bersama Mas Amien juga karena memang kami berdua sama-sama tergabung dalam Teater Ganesha di SMA 1 Purworejo.
Perjalanan kali itu, Teater Ganesha bergerak bersama rombongan Gemapala. Dari sekolah, kami menumpang bis kecil. Memasuki kecamatan Bruno, pemandangan indah menyambut kami. Sungai yang berkelak-kelok, dengan aliran air jernih yang mengalir di sela-sela bebatuan yang ukurannya besar-besar, membuat kami berdecak kagum sepanjang perjalanan.
Sampai di bibir desa, bis yang membawa kami harus berhenti untuk parkir. Selanjutnya, kami harus berjalan kaki sampai ke tempat curug ini berada.
Sungguh, ini perjalanan yang sangat menantang. Sama dengan perjalanan menuju Curug Kyai Kate, kita harus menyiapkan fisik yang prima, karena selain jauh, jalan menuju kesana juga agak sulit ditempuh karena kemiringannya cukup ekstrim. Tapi, begitu sampai di atas, semua lelah hilang berganti dengan ribuan ucapan syukur yang meluncur secara spontan dari bibir. Mungkin jika dilukiskan, rasanya seperti orang yang kelaparan lalu menemukan banyak makanan.
Sampai sekarang ini, tidak ada tiket masuk yang mesti kita bayar. Kita hanya perlu menyiapkan uang parkir yang kesemuanya dikelola oleh warga. Cukup murah, jika kita ingin bersenang-senang sambil melepaskan semua beban. 🤣
|
8. Hutan Pinus |
8. Hutan Pinus
Ini nih, salah satu lokasi di Purworejo yang kerap kali dijadikan tempat untuk mengambil foto pre-wedding. Barangkali ada yang mau foto di sini juga? :D
Kalau saya, ingat hutan pinus, ingat janji suami yang mau ngajak anak-anak untuk hiking dan camping. Bersyukur, kata Mas Amien, Camping Ground sudah dalam proses pembuatan. Semoga tak lama lagi kita bisa menggunakannya ya.. ☺
|
Peta Wisata Bruno dari No 1-8 |
|
Curug Siklotok |
Curug Siklotok
Jika di atas kita sudah berjalan-jalan ke Kecamatan Bruno, sekarang kita ke arah timur, yaitu di Kecamatan Kaligesing. Ternyata, Kaligesing juga memiliki curug yang sama indahnya dengan curug-curug di Bruno.
Oya, sebelum terlalu jauh, FYI ini adalah oleh-oleh dari Mas Taufan Sulistyo Darmawan (IG: @piknik.phototrip), yang juga teman SMP-SMA saya. Saat melihat foto-foto perjalanannya di instagram, spontan saya teringat dengan tulisan ini. Terima kasih sekali lagi kepada Mas Amien dan Mas Taufan, untuk semua foto indahnya. Semoga bisa membantu teman-teman yang ingin mengeksplor wisata Purworejo yaa...
Curug Siklotok terletak di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Jalur menuju Curug Siklotok ini sama dengan jalur menuju Goa Seplawan. Oya, Desa Kaligono sudah ditetapkan sebagai desa wisata oleh pemerintah lho.
Untuk menjangkau Curug Siklotok, kita bisa menggunakan kendaraan pribadi, baik motor maupun mobil. Bagi yang suka tracking dengan sepeda, boleh juga kesana dengan bersepeda.
Kalau teman-teman mau kesana, dari Pantok (Perempatan di sisi timur kota Purworejo yang ditandai dengan adanya patung W.R Supratman membawa biola --> W.R Supratman yang merupakan pencipta lagu Indonesia Raya itu, lahir di kota Purworejo lho. Hari lahirnya pun telah ditetapkan sebagai Hari Musik Nasional) teruslah ke timur menuju Kantor Kecamatan Kaligesing. Di depan Kantor Kecamatan Kaligesing, di samping makam, ada pertigaan menuju Pendem dan Desa Ngaran. Dari Kantor Kecamatan Kaligesing, terus ke arah timur melewati jalan ke arah Pendem (Pilih yang lurus, bukan belok kiri).
Dari
situ jangan berkendara terlalu kencang, karena akses menuju Curug
Siklotok sudah dekat, kira-kira 500 meter ada di sebelah kanan jalan (ada papan penunjuk arah). Lalu, belok ke
kanan (dan sedikit turunan), kemudian menyeberang jembatan, menuju Curug Siklotok. Akses ini juga menuju Goa Seplawan dan Curug Silangit.
Kira-kira 500 meter lagi, di sebelah kanan, akan ada papan penunjuk arah ke Curug Siklotok. Ikuti saja, jalanannya akan menanjak dan terjal. Nah, sambil menanjak, perhatikan sisi kiri, akan ada tulisan Curug Siklotok.
Bagi teman-teman yang membawa kendaraan, tak perlu khawatir, ada tempat penitipan motor dan mobil juga bisa diparkir di situ.
Perjuangan belum berakhir…
Untuk sampai di lokasi, kita harus berjalan kaki melewati jalan setapak. Jangan lupa, patuhi papan peringatan yang ada di sana demi keselamatan.
Have a nice trip…