Jaman sekarang, saat kecanggihan teknologi sudah berada dalam genggaman, apapun bisa kita lakukan untuk mendapatkan uang. Berbisnis tak lagi membutuhkan banyak modal, asal ada kemauan, kita sudah bisa menjadi penjual. Kita bahkan bisa "save" banyak uang dengan berjualan online, karena kita tak perlu menyewa tempat untuk berjualan. "Sewa tempat", bisa jadi merupakan modal terbesar saat memulai bisnis.
Dalam dunia online-shopping, ada istilah re-seller dan drop-shipper. Kali ini saya mau mengulas tentang dua istilah itu.
Reseller bisa diartikan sebagai orang yang menjual kembali. Ia berasal dari dua kata; "re" dan "seller". Sedangkan dropshipper adalah istilah lain dari makelar. Dropshipper bertugas mencarikan pembeli untuk produsen, dan nantinya dia akan mendapatkan komisi dari usahanya tersebut. Komisi itu bisa berupa imbalan langsung dari produsen, bisa juga dari selisih antara harga beli dari produsen dengan harga jual ke konsumen.
Perbedaan lain antara reseller dengan dropshipper adalah; reseller harus membeli atau mempunyai stok barang yang dijualnya, sedangkan dropshipper tidak perlu. Jika reseller harus mengepak sendiri pesanan pelanggan-pelanggannya, dropshipper tak perlu melakukan itu semua. Yang dilakukan seorang dropshipper hanyalah mempromosikan barang dagangan milik produsen, mencari pembeli, sedangkan pengiriman barang akan dilakukan oleh produsen.
Sepintas memang menjadi seorang dropshipper terlihat enak, juga tanpa beban karena tak perlu takut akan mengalami kerugian. Kerjanya sama-sama memainkan hape. Pun, seorang dropshipper tak perlu mengeluarkan modal untuk menjadi penjual. Hanya pulsa internet yang tetap dibeli meskipun tidak jadi seorang dropshipper sekalipun.
Tapiii...ada yang harus diperhatikan oleh para dropshipper.
Ada yang menganggap bahwa menjadi dropshipper hukumnya tidak boleh. Ini mengacu pada sebuah hadits yang berbunyi; "Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki." (HR. Tirmidzi, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud)
Tapi menurut sumber lain yang saya baca, menjadi dropshipper masih dibolehkan. Intinya, dalam hukum jual beli, tidak ada syarat yang melarang seseorang menjual barang milik orang lain. Juga tidak ada keharusan untuk memiliki barang terlebih dahulu untuk dijual. Contoh kasus adalah pada penjualan dengan sistem pesanan (made by order), barang belum ada, namun transaksi bisa terjadi. Contoh lain lagi adalah menjual dengan bantuan katalog, barang belum dimiliki oleh si penjual, namun calon pembeli sudah bisa melihat barang yang akan dia beli. Tentu yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa masing-masing pihak harus melaksanakan kewajibannya sesuai kesepakatan pada saat akad.
Saya tidak akan membahas lebih panjang soal hukum ini karena ilmu saya belum cukup untuk mengupasnya. Saya hanya ingin menyampaikan pendapat saya tentang berjualan dengan sistem dropship ini.
Saya hobi berjualan. Beberapa barang pernah saya jual, seperti; kosmetik, mukena, gamis, hingga makanan seperti cilok dan siomay. Hobi saya ini mungkin diwariskan oleh ibu saya yang dahulunya memang berdagang di pasar. Tentang hobi ini, saya bahkan pernah mencandai suami, "Enak ya kalau punya warung atau toko, tiap hari kita dapat uang, haha," kata saya sambil membayangkan asiknya menunggu pembeli sambil membaca koran. Melayani pembeli dengan mengambilkan barang kemudian menerima uang lalu memberikan kembalian. ^^
Namun karena saya sadar bahwa saya tak punya modal, maka saya buru-buru bangun dari mimpi. :D
Saya pun melewati beberapa proses. Saya pernah menjalani peran sebagai dropshipper. Iya, seperti yang saya tuliskan di atas, menjadi dropshipper itu enak. Tinggal posting barang, pelanggan datang, bayar ke produsen. Sudah. Tidak perlu repot packing, pergi ke ekspedisi, juga tidak perlu memikirkan stok barang hingga kerugian. Berapa jumlah barang yang bisa kita jual, kalikan dengan komisi dari produsen, maka itulah keuntungan bersih yang kita dapatkan.
Tapi, suatu hari seseorang menyadarkan saya. Katanya, kalau ingin mendapatkan hasil yang banyak, jangan puas dengan hanya menjadi seorang dropshipper. Jadilah setidaknya seorang reseller, jika kamu belum mampu menjadi produsen. Mengapa? Ini dia alasannya;
1. Menjadi dropshipper itu tidak dikenai target. Karena tidak ada target itulah, kita menjadi semaunya sendiri. --> Lagi mood ya jualan, nggak ya diem. Kalau kita lebih sering bad mood, gimana mau dapat hasil banyak, hayo?
Jika kita menjadi reseller, kita keluar modal, maka kita akan berupaya agar barang yang kita miliki lekas habis supaya modal bisa kembali. Perputaran uang menjadi lebih cepat, hasil yang didapat pun lebih banyak.
Asaaall, cara ngabisin stoknya bukan dengan diobral. :p
Jika kita menjadi reseller, kita keluar modal, maka kita akan berupaya agar barang yang kita miliki lekas habis supaya modal bisa kembali. Perputaran uang menjadi lebih cepat, hasil yang didapat pun lebih banyak.
Asaaall, cara ngabisin stoknya bukan dengan diobral. :p
2. Tidak fokus. Mentang-mentang cuma modal pulsa, semua barang dagangan teman kita jualkan. Produk yang kita tawarkan jadi bermacam-macam. Ini membuat calon pembeli bingung, "Sebenarnya dia jualan apa sih ya? Sekarang posting baju, sejam kemudian jual pempek palembang, dua jam kemudian jual parfum, besoknya lagi jual coklat."
(Ini benar-benar nampar saya, hehe...)
Lagipula kalau kita fokus, orang-orang akan tahu apa yang kita jual. Keuntungannya adalah, jika mereka membutuhkan barang yang kita jual (mukena misalnya), mereka akan langsung menghubungi kita.
3. Jika pahit-pahitnya kita merugi, setidaknya kita sudah belajar menjadi pengusaha. Katanya, kerugian yang dialami seorang pengusaha itu ibarat vitamin. Jadi kalau kita sudah pernah mencicipi "vitamin" itu, insya Allah kita akan menjadi pengusaha yang hebat. Sehebat apa seorang pengusaha, tergantung dari vitamin dan dosis yang sudah dia cicipi.
4. Ini alasan terbaru yaa..
Cerita dulu; Beberapa waktu lalu, seorang teman mengeluhkan online shop tempat ia membeli barang. Masalah bermula ketika ia menanyakan nomor resi, namun pemilik online shop tidak juga memberikannya hingga hari ke-3. Teman saya, karena khawatir ini olshop tipu-tipu, akhirnya mengancam pemblokiran. Masalah semakin runyam karena olshop ini tersinggung dan mengancam akan menuntut balik.
Padahal inti dari masalah ini adalah: kemungkinan olshop ini adalah dropshipper, sehingga, karena bukan dia yang mengirimkan barangnya, ia tidak bisa segera meng-info-kan nomor resi pada pembelinya. Ia terlebih dulu harus menanyakannya pada si pengirim (supplier olshop ini). Muter-muter 'kan ya? Iya.. Dan disinilah, bukti bahwa menjadi dropshipper pun ada kendalanya tersendiri.
Jadi setelah tulisan ini, kamu masih mau jadi dropshipper, Rin? :p