Memutus Stigma Sosial pada Penderita Kusta

Wednesday, June 2, 2021

Memutus Stigma Sosial pada Penderita Kusta
foto: BlogDokter, edited by: kayusirih.com via canva.com

Tentang Penyakit Kusta / Lepra

Saat SD dulu, saya pernah menonton sebuah film India, yang pada salah satu scene-nya terdapat sebuah adegan yang memperlihatkan tentang proses pengasingan seseorang yang menderita penyakit lepra. Saya ingat, pada ibu saya bertanya, apa itu penyakit lepra?

Ibu menjawab singkat dengan Bahasa Jawa, "Lepra ki penyakit kulit."

"Kenapa kok kudu (harus) diasingkan?" tanya saya lagi.

"Lha menular. Nek kena bisa dadi cacat (Kalau terkena bisa mengakibatkan kecacatan)." jawab ibu lagi.

Saya menghentikan tanya, kemudian kembali fokus pada jalan cerita di film itu. Sayangnya, saya kesulitan mengingat judul film tersebut. Yang saya ingat, seorang yang diasingkan itu adalah wanita yang sudah renta, dengan pakaian dan kain sari berwarna putih membalut tubuhnya. 

Puluhan tahun berlalu, masa itu terlintas kembali di ingatan. Gara-garanya, seorang teman membagikan info adanya Talkshow Ruang Publik yang diadakan oleh KBR, yang akan membahas tentang upaya pemberantasan kusta di tengah pandemi. Tak hanya membahas tentang upaya-upaya pemberantasan kusta, di talkshow tersebut juga dibahas mengenai inklusivitas penyandang disabilitas akibat kusta.

Omong-omong, teman-teman sudah tahu tentang kusta?

Kusta, yang juga dikenal dengan sebutan lepra, adalah infeksi kronis yang menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir pada saluran pernapasan atas, hingga mata, yang penyebabnya adalah Mycobacterium leprae.


Banyak yang mengira bahwa penyakit kusta sudah punah dari bumi. Saya salah satunya. Namun, ternyata saya salah. Faktanya adalah, setiap dua menit, satu orang terdiagnosis menderita penyakit kusta, dan penyakit ini telah menyebabkan disabilitas permanen pada sekitar 4 juta orang. 

Dari talkshow kemarin, saya jadi tahu bahwa India menduduki puncak tertinggi untuk total kasus kusta di seluruh dunia. Sedihnya, Indonesia pun punya banyak kasus kusta, yang menjadikannya menduduki peringkat ketiga setelah Brazil.


Gejala Penyakit Kusta

Gejala umum yang sering muncul pada penderita kusta, di antaranya;

  • Adanya bercak pada kulit, dapat berupa hipopigmentasi seperti panu atau kemerahan, yang semakin lama semakin melebar
  • Mati rasa pada kulit yang mengalami bercak, baik terhadap perubahan suhu, sentuhan, tekanan, maupun rasa sakit
  • Tidak aktifnya kelenjar keringat pada daerah yang mengalami bercak
  • Terdapat pelebaran saraf, biasanya terjadi di area siku dan lutut
  • Deformitas pada anggota gerak (kelumpuhan pada otot kaki dan tangan) 
  • Hilangnya jari-jemari
  • Kerontokan pada alis dan bulu mata
  • Munculnya kelainan pada mata; mata menjadi kering dan jarang mengedip, serta terjadinya kebutaan
  • Terdapat benjolan-benjolan pada muka, yang disebut facies leomina (muka singa)
  • Kerusakan pada hidung yang mengakibatkan terjadinya mimisan, hidung tersumbat, atau kehilangan tulang hidung


Kusta Bukanlah Kutukan

Menyadari betapa mengerikannya gejala dan akibat yang ditimbulkan oleh penyakit kusta, wajar jika kemudian muncul ketakutan akan tertular di benak orang-orang sekitar. Namun, mengucilkan dan menganggap penyakit ini sebagai sebuah kutukan atau hukuman dari Tuhan, bukanlah hal yang bisa dibenarkan. Untuk itu, edukasi diperlukan baik pada penderita kusta, maupun pada masyarakat luas.

Pada penderita kusta, perlu diberikan edukasi bahwa jujur mengakui apa yang dideritanya adalah jauh lebih baik daripada terlambat memperoleh penanganan.

Selain itu, informasi atau fakta lain tentang kusta yang juga perlu disebarluaskan, di antaranya;

1. Penularan kusta tidak semudah yang kita kira. Menurut Center for Disease Control and Prevention, penularan penyakit kusta belum diketahui secara pasti. Namun, ada dugaan bahwa penularan bisa terjadi melalui droplet dari orang yang terinfeksi saat batuk atau bersin, serta kontak dekat dalam jangka waktu lama.

2. Kusta dapat sembuh dengan sempurna, asalkan belum timbul cacat dan penderita kusta mendapatkan pengobatan sedini mungkin. Pengobatan kusta dilakukan dengan cara MDT (Multi-Drug Therapy), dalam jangka waktu paling cepat 6 bulan, dan paling lama bisa mencapai 19 bulan bahkan 2 tahun.

3. Penderita kusta yang sedang dalam pengobatan, tidak berisiko menularkan kuman Mycobacterium leprae, karena satu kali saja mengonsumsi obat, kuman lepra akan kehilangan kemampuannya untuk menularkan kepada orang lain. Sehingga, tidak perlu khawatir, apalagi sampai mengucilkan penderita kusta.

4. Pengobatan dengan cara MDT memiliki tingkat keberhasilan hingga 99,9%. Obat-obatannya juga tersedia gratis di puskesmas.

Upaya Pemberantasan Kusta di Kabupaten Bone

Pada tahun 1942, di Indonesia terdapat tempat pengasingan para pengidap penyakit kusta di Gorontalo. Tempat itu merupakan gedung peninggalan penjajah Jepang yang disebut Bokuka. Setelah sempat berganti nama menjadi Rumah Sakit Kusta Toto (RSKT), kini rumah sakit tersebut dijadikan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Toto Kabila, Kabupaten Bone Bolango.

Stigma pada Penderita Kusta

 

Pada Talk Show Ruang Publik yang diadakan KBR Senin kemarin, hadir pula Bapak Komarudin S.Sos.M.Kes, selaku Wakil Supervisor Kusta Kabupaten Bone. Beliau menjelaskan tentang program-program pemberantasan kusta di Kab. Bone pada masa pandemi. Dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kab. Bone antara lain;

  • Pemberian obat pencegahan kusta
  • Pemeriksaan penderita kusta
  • Survey / pemeriksaan kusta pada anak sekolah
  • Kampanye eliminasi kusta, dll

Upaya-upaya tersebut di atas tidak hanya melibatkan tenaga kesehatan, tetapi juga melibatkan kader-kader di desa-desa, baik yang terlatih kusta maupun yang tidak terlatih kusta. Tugas kader-kader tersebut antara lain mendata kasus kelainan kulit dan juga melakukan penyuluhan di lingkungan masing-masing. 

Tak cukup di situ, penderita kusta pun diberikan edukasi untuk selalu menjaga kelembaban kulit agar kulit tidak mudah terluka. Caranya dengan merendam kaki di dalam wadah (baskom) yang sudah diisi dengan air. Tak lupa, penderita kusta juga disarankan untuk selalu menggunakan alas kaki, untuk mencegah terjadinya luka pada kaki.

Intinya, masyarakat di Kabupaten Bone senantiasa diingatkan untuk mengamalkan sebuah Peribahasa Bugis, yaitu;

ya tutu ya upe' ya capa' ya cilaka (yang berhati-hati akan selamat, yang lalai akan celaka)

Oya, saya sempat mengajukan satu pertanyaan pada Bapak Komarudin, dan alhamdulillah pertanyaan saya dibacakan. Silakan simak di sini:


OYPMK Hidup dalam Stigma 

OYPMK atau Orang Yang Pernah Menderita Kusta, hidup dalam stigma. Pandangan-pandangan negatif masyarakat sekitar, tak henti membayang. Belum lagi jika OYPMK tersebut terlanjur mengalami kecacatan. Diskriminasi pun terkadang tak terelakkan. 

Baiklah, kita urai satu per satu beban mereka, lalu kita buka mata dunia.

Dekat dengan OYPMK Bisa Tertular, Lebih Baik Menghindar?

Sedihnya jadi penderita kusta, bak orang yang sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah sakit, dikucilkan pula. Betul bahwa kusta menular, akan tetapi tentang penularan kusta, dunia harus tahu bahwa kusta tidak menular melalui cara berikut ini;

  • Berjabat tangan atau berpelukan
  • Duduk bersebelahan
  • Duduk bersama saat makan
  • Juga tidak diturunkan kepada janin, apabila ibu hamil menderita penyakit kusta

Difabel Kurang Kredibel?

Setelah mengetahui bahwa kusta merupakan penyakit menular yang sulit menular, semoga para OYPMK tidak lagi kesulitan dalam mencari penghidupan yang sesuai dengan kapabilitas mereka. Saat ini, belum banyak perusahaan yang menerapkan inklusivitas pada penyandang disabilitas. 

Salah satu perusahaan yang sudah menerapkan inklusivitas pada penyandang disabilitas adalah Jawa Pos. Menurut DR. Rohman Budijanto, S.H., M.H., Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi-JPIP, lembaga nirlaba Jawa Pos yang bergerak di bidang otonomi daerah, di Jawa Pos tidak ada diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Jawa Pos pernah mempekerjakan orang dengan half blind, bibir sumbing, kerdil / cebol, dll. 

Kita tentu berharap isu inklusif disabilitas dapat diimplementasikan lebih luas, sehingga teman-teman penyandang disabilitas mendapat hak yang sama dalam berprofesi. Karena jika memang kompeten di bidang yang ditekuni, mengapa harus dipandang dari segi fisik saja, ya kan?


 

 

Sumber bacaan:

- https://www.klikdokter.com/penyakit/lepra
- https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3621728/cara-penularan-kusta-yang-perlu-anda-tahu
- https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3636848/mengenal-penularan-penyakit-kusta-yang-sering-dikira-kutukan
-  https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3622119/mengapa-kusta-bisa-bikin-anggota-badan-copot
- https://www.halodoc.com/artikel/bukan-diasingkan-ini-cara-mengobati-kusta



Read More

TRAC To Go Experience; Wisata yang Aman dan Nyaman untuk Keluarga atau Rombongan

Sunday, May 16, 2021

 

Ramadhan kemarin, saya, suami dan anak-anak mudik dari Solo ke Purworejo. Kami pulang kampung sebelum penyekatan mudik diberlakukan. Mohon maaf jika mudiknya kami menyakiti hati teman-teman yang tidak bisa mudik, yaa... Kami mudik karena bapak (kakeknya anak-anak), sendirian di rumah dan beliau sedang dalam kondisi yang kurang sehat. 2 tahun belakangan, bapak mengalami saraf kejepit akibat terjatuh saat hendak membetulkan genting yang pecah. Kondisi beliau sudah semakin parah, lebih parah dari tahun lalu saat kami terpaksa harus berlebaran di Solo saja.

Kok ngga kasihan sama orang tua? Beliau kan rentan terinfeksi virus Covid-19! Kalau nanti terjadi apa-apa gimana?

Yang pasti, saat perjalanan mudik kemarin, kami sudah berusaha menjalankan protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya. Kami mengenakan masker dan membawa hand sanitizer. Kami juga tidak berhenti atau mampir di sembarang tempat. Lagipula, mau berhenti untuk apa, ya kan? Perjalanan mudik kami dilakukan pada pagi hari dan kami tetap menjalankan puasa.

Saat itu, Solo - Purworejo cuma ditempuh dalam waktu 3,5 jam. Alhamdulillah, perjalanan kemarin lancar, dan kami bisa menghabiskan sisa Ramadhan sekaligus berlebaran di tanah kelahiran bersama bapak.

Nah, jika di antara teman-teman ada yang melakukan perjalanan mudik juga, protokol kesehatannya jangan sampai kendor, yaa... Saat kembali ke rantau nanti, bawa makanan dan minuman sendiri saja supaya tetap aman di perjalanan. Bila memang harus berhenti, entah karena "panggilan alam" alias harus buang air dan lain sebagainya, 5M-nya jangan sampai dilupakan.

Memang repot. Namun, di masa pandemi seperti sekarang ini kita memang harus ekstra mawas diri, teman-teman. Bukan untuk keselamatan diri kita sendiri, tapi juga demi seluruh anggota keluarga. Pemerintah menetapkan penyekatan mudik seperti saat ini juga bukan tanpa alasan. Jika memang tidak terlalu urgent, sebaiknya mudiknya ditunda saja sampai situasinya lebih aman. Jika memang harus mudik, kita harus pandai memilih transportasi yang aman dan nyaman.

 

Untuk situasi saat ini, membawa kendaraan sendiri rasanya lebih aman jika dibandingkan dengan transportasi umum, ya ngga sih? Tapi kan ngga semua orang punya mobil. Nah, untuk teman-teman yang belum mendapatkan amanah memiliki mobil pribadi, saya punya solusi. Saya mendapatkan informasi dari teman-teman blogger bahwa ada satu aplikasi yang memudahkan kita saat ingin menyewa kendaraan, yaitu "TRAC To Go".

Teman-teman bisa memilih layanan rental mobil dengan atau tanpa driver. Kalau ngga biasa ada orang lain, ya tinggal pilih layanan rental dengan sistem self drive saja. Tapi kalau ngga mau capek atau ingin menikmati perjalanan, teman-teman bisa pilih opsi rental mobil with driver. Ngga usah khawatir, TRAC To Go sudah menerapkan SMART Protocol, yang meliputi;

  1. Penyemprotan unit kendaraan dengan disinfektan secara rutin, baik sebelum maupun sesudah digunakan
  2. Memastikan bahwa pengemudi yang bertugas telah melalui pemeriksaan kesehatan, dan mewajibkan penggunaan masker serta sarung tangan
  3. Menyediakan hand sanitizer untuk penumpang
  4. Menerapkan physical distancing dengan membatasi jumlah penumpang

Mau tahu ngga, kenapa dinamai SMART Protocol? Jadi, SMART ini merupakan kepanjangan dari; Sanitized - Wear a MAsk - Ready To Go! Insya Allah, dengan ikhtiar-ikhtiar di atas, kita bisa mudik dengan aman dan nyaman.

TRAC To Go, Aplikasi Rental Mobil

TRAC To Go tidak hanya memiliki fitur "Car Rental". Bagi teman-teman yang saat ini belum bisa mudik dan sedang merasa suntuk banget di rumah, TRAC To Go kini punya fitur "Experience" lho! 

Apa itu TRAC To Go Experience? TRAC To Go Experience merupakan fitur terbaru dari aplikasi TRAC To Go. Melalui fitur ini, teman-teman bisa memilih paket wisata yang disediakan oleh masing-masing cabang TRAC yang ada di berbagai kota di Indonesia, seperti; Bali, Malang, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Surabaya, dan lain sebagainya, untuk keluarga maupun untuk rombongan.

TRAC To Go, Aplikasi Rental Mobil

Di dalam fitur "Experience" ini, tersedia berbagai pilihan akomodasi, mulai dari mobil dengan kapasitas 4 orang penumpang, hingga Bus dengan kapasitas 45 orang. Jadi, tak hanya bisa untuk mengajak keluarga saja, berwisata dengan teman-teman sekantor pun bisa. Teman-teman ngga perlu pusing dengan itinerary karena TRAC To Go sudah membuatkan rencana perjalanan terbaik.

TRAC To Go, Aplikasi Rental Mobil

 

Tak perlu ragu-ragu juga karena TRAC To Go bekerja sama dengan vendor-vendor tepercaya seperti hotel bintang 4 dan 5, tempat-tempat wisata, serta beberapa restoran yang otentik. Hal ini tentu menjadikan layanan TRAC semakin lengkap dan tepat untuk mengisi liburan keluarga maupun kantor.

Nah, kalau teman-teman ingin tahu lebih banyak tentang TRAC To Go, teman-teman bisa buka https://www.trac.astra.co.id/ atau unduh aplikasinya sekarang juga. TRAC To Go tersedia baik di Google Play Store maupun di Apple Appstore.

Ini link-nya:

Link Google Play Store: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.trac.tractogo&hl=en&gl=US

Link Apple Appstore: https://apps.apple.com/us/app/trac-to-go/id1459840738



Read More

Hal-hal yang Saya Syukuri di Ramadhan Ini

Wednesday, May 12, 2021


Ini adalah tahun kedua kita melaksanakan ibadah puasa di tengah pandemi corona. Tahun lalu, saking stresnya karena ngga bisa mudik, saya sering nangis tanpa bisa dikontrol. Habis sholat, nangis. Lagi nyuci piring, nangis. Pokoknya tiba-tiba air mata turun aja, sampe suami dan anak-anak bingung. Tanda stres yang paling terlihat sih ketika saya ngga haid sampai 2 bulan. Berkali-kali dicek dengan berbagai merek test pack, tapi tetap saja hasilnya negatif.

Pernah, sambil nangis saya curhat sama suami, "Mbok ya kalau mau hamil ya hamil aja, jangan kayak gini, haid ngga datang-datang tapi hasilnya negatif melulu."

Suami cuma puk-puk dan peluk saya, karena ngga tau harus gimana juga kan...

Alhamdulillah, setelah (akhirnya) haidnya datang, saya merasa lebih baik dari hari ke hari. Eh, atau sebaliknya, ya? Setelah pikiran dan perasaan membaik, akhirnya haidnya datang lagi? Entahlah...

Itu cerita tahun lalu. Tahun ini, meski tetap ada ujian yang datang silih berganti, tapi tetap saja ada hal-hal yang wajib saya syukuri. Saya tulis di sini supaya ketika suasana hati saya sedang kurang baik, saya bisa baca-baca lagi agar hati bisa kembali bersyukur.

So, here are the things i am grateful for in this Ramadhan:

1. Bisa mudik ke kampung halaman

Kampung Halaman


Sebelumnya saya mau minta maaf dulu kepada teman-teman yang belum bisa mudik. Saya memang harus mudik karena kondisi bapak saya sedang sakit dan beliau tinggal sendirian di rumah. Biasanya bapak tinggal bersama kakak ipar, tetapi kakak ipar saat ini sedang berada di Madiun. 
 
 
Jujur, saya ngga bisa membayangkan jika bapak harus melewatkan momen Lebaran seorang diri di rumah. Beliau mengalami saraf kejepit sejak 2 tahun terakhir. Jangankan untuk memasak, untuk berjalan saja susah. Saya ngga berani membayangkan bagaimana jika dari dapur tetangga kanan kiri menguar bau harum opor, sedangkan di rumah bapak cuma ada air putih. :(

Alhamdulillah, semua bayangan-bayangan buruk itu tidak harus terjadi. Alhamdulillah lagi, saya punya suami yang pekerjaannya bisa dibawa ke sana sini. Alhamdulillah, alhamdulillah...

2. Bisa tadarus bareng bapak selepas sholat shubuh dan maghrib, meski kami sampai di juz yang berbeda.

tadarus saat Ramadhan

Jaraaang banget saya dapat momen seperti ini. Biasanya, hari-hari terakhir Ramadhan sampai Lebaran hari kedua atau ketiga, saya berada di rumah mertua. Tahun ini, saya ngga mudik ke rumah mertua karena adanya penyekatan mudik. Mertua pun ngga bisa pulang ke Majalengka dan saat ini masih berada di Makassar. 

Jadi, saya bersyukur sekali bisa kembali merasakan momen tadarusan bersama seperti ini. Saya selalu berdoa, semoga di tahun-tahun yang akan datang, Allah memberi kesempatan yang sama. Semoga bapak diberi kesembuhan dan kesehatan, agar kami bisa tadarus bersama-sama lagi.

3. Anak kedua saya, Aga, berhasil puasa sampai maghrib hingga satu bulan penuh.

Lebaran 2021

Anak kedua saya ini punya hobi makan. Pada awalnya saya sempat ragu, apakah anak yang doyan makan ini bisa menahan lapar dan haus hingga sehari penuh? Saya sih tidak berekspektasi lebih, yang penting dia mau latihan berpuasa dulu. Namun, ternyata saya sudah meremehkan anak sendiri.

Aga baru berumur 6 tahun saat ini. Tahun lalu, saat TK A, ia sudah berhasil puasa maghrib hingga 22 hari. 8 hari di awal, itung-itung masih latihan. Nah, jelang Ramadhan kemarin, saya tinggal mengingatkan bahwa tahun lalu ia sudah berhasil puasa sampai maghrib, dan selanjutnya saya hanya memotivasinya agar ia bisa melakukan hal yang sama lagi. Alhamdulillah ia berhasil puasa satu bulan penuh tanpa rewel. Bahkan, saat perjalanan mudik pun dia merasa biasa-biasa saja.

Anakku, kalian luar biasa. Semoga Allah meridhoi kalian selalu, anak-anakku. Aamiin aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin...

Baca: Melatih Anak Berpuasa

Itu dia 3 hal yang sangat saya syukuri di Ramadhan ini. 3 nikmat yang priceless banget. Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah, terima kasih banyak, Ya Allah... Tentu saja masih buanyaaak nikmat-nikmat lainnya yang tak bisa saya tuliskan di sini. Nah, teman-teman, kalau kalian, apa yang paling kalian syukuri saat ini?



Read More