Setup Pisang Kepok

Tuesday, August 27, 2013


Hari ini tiba-tiba saya ingin membuat kudapan. Setelah melihat isi kulkas, hanya ada sesisir pisang kepok yang memungkinkan untuk dijadikan makanan, hehehe... Lantas saya bertanya pada diri sendiri, enaknya, pisang kepok ini dimasak dengan cara apa ya?

Kolak? Yah, masa santan lagi?
Pisang goreng? Bosan ah...
Pisang rebus? Tadi pagi sudah merebus ubi untuk sarapan.

Aha!! Ting! Mendadak muncul ide untuk membuat setup pisang kepok. Saya pun langsung bertanya pada kakak saya, bagaimana cara membuat setup pisang kepok favorit saya ini. Ternyata cukup mudah kok. Jadi, meski baru pertama kali membuatnya, saya langsung berhasil membuat setup pisang kepok yang saya inginkan.

Yang saya perlukan hanya air, gula pasir, sedikit garam, dan kayu manis. Sebenarnya, bila ditambah dengan beberapa butir cengkih, rasanya akan lebih nikmat. Tapi, kebetulan di dapur saya tidak ditemukan sebutir cengkih pun. 

Caranya pun gampang. Pertama, rebus kurang lebih 2 liter air dengan gula pasir sesuai selera. Tambahkan 1 sdt garam. Masukkan 2 batang kayu manis, tunggu sampai mendidih. Sembari menunggu air mendidih, potong serong pisang kepok. Setelah air rebusan kayu manis dan gula pasir tadi mendidih, masukkan potongan pisang, masak hingga matang. Selesai.

Setup pisang bisa dinikmati kapan saja, baik hangat maupun dingin.


Resep Setup Pisang Kepok
setup pisang kepok

Oya, selain lezat, setup pisang ini juga bermanfaat untuk kesehatan loh. Kita tentu tahu bahwa pisang mengandung gizi yang komplit. Ada Karbohidrat, Vitamin A, Vitamin C, Kalium, Magnesium, Fosfor, Besi, Kalsium, Protein, dll. Nah, kayu manis pun mempunyai manfaat dalam menjaga kesehatan tubuh.

Mengonsumsi kayu manis secara rutin, dipercaya dapat menurunkan kadar gula dalam darah dan kolesterol. Jadi, kayu manis ini bermanfaat untuk mencegah diabetes dan menjaga kesehatan jantung. Dan ternyata, untuk kaum wanita yang sering mengalami dismenorea atau sakit perut saat haid, mengonsumsi kayu manis secara rutin bisa mengurangi rasa sakit karena datang bulan.

Waa, banyak sekali manfaatnya, yaa... 

Hmmm....setelah menikmati setup pisang ini, saya jadi merasa sehat dan segar nih, hehe... Sluurrrppp... Yuk, kita bikin setup pisang kepok juga. Setup pisang kepok hangat, cocok banget dinikmati di musim hujan seperti sekarang. :)



Read More

Kelapa Untuk Kesehatan, Kecantikan, dan Kesejahteraan

Wednesday, August 21, 2013

Siapa yang tak kenal dengan pohon ini?

Ya, ini adalah pohon kelapa.
Kita pasti tahu bahwa pohon kelapa adalah pohon yang semua bagiannya bermanfaat.
Batang daunnya, bisa dijadikan sapu lidi.
Daun-daunnya yang telah mengering bisa dipakai sebagai pengganti kayu bakar untuk memasak. Bahkan dahulu, bagian ini juga digunakan sebagai obor sebelum listrik datang sebagai penerang.
Batangnya, disebut glugu, digunakan untuk membangun rumah.
Akarnya, bisa dijadikan keset.
Bunganya, yang sering disebut manggar, bisa dibuat sayur. Pernah dengar Gudeg Manggar, bukan?
Buahnya, yang sudah tua digunakan sebagai bahan pembuat santan untuk memasak. Yang masih muda bisa dimakan langsung dengan air kelapanya. Nikmaaattt...sluurrpp :) Bahkan, yang setengah tua pun bisa dipakai untuk membuat urap.

Saya termasuk penggemar berat air kelapa, yang mungkin dihindari oleh sebagian orang. Atlet voli atau basket misalnya. Karena yang pernah saya dengar dari mereka, minum air kelapa membuat mereka agak "berat" ketika melompat. Wallahu a'lam, saya bukan atlet jadi tak bisa membenarkan atau menyalahkan. Tapi tak perlu khawatir, ada segudang manfaat dari air kelapa yang perlu kita tahu, selain ia bisa menghilangkan dahaga karena mengandung isotonik yang sesuai dengan cairan tubuh, sehingga bisa mengganti mineral tubuh yang hilang melalui keringat.

Saya ingin menuliskan manfaat yang benar-benar saya ketahui saja. Saat bulan Ramadhan lalu keponakan saya tercinta (Rara, 1 tahun) sedang rewel, kami serumah ikut panik. Suhu tubuhnya agak tinggi. Minum ASI ibunya tak mau, makan apalagi. Badannya sudah kami balur dengan bawang merah yang diberi minyak kayu putih ditambah dengan minyak telon dan minyak sayur (karena kami tak punya minyak klentik), namun panas badannya tak juga turun. Saat panik itulah, tiba-tiba suami saya teringat sebuah ramuan (hehe, lebay..). Yak, air kelapa hijau.

Alhamdulillah, kebetulan kami punya beberapa pohon kelapa di kebun belakang rumah. Tinggal panjat dan petik saja. (Bukan saya loh yaaa yang manjat, tapi bapak saya.. :p)

Setelah meminum hampir setengah gelas (kebetulan keponakan saya itu suka dengan rasa air kelapa yang sejuk menyegarkan), beberapa jam kemudian ia kembali ceria. Panasnya mulai turun. Pantas saja ya bila air kelapa hijau digunakan sebagai penawar untuk orang-orang yang mengalami keracunan.

Oya, denger-denger, air kelapa ini bisa juga digunakan untuk merawat kecantikan loh. Membasuh wajah dengan air kelapa sesering mungkin, bisa menyamarkan flek atau noda hitam di wajah. Insya Allah ga ada efek sampingnya, karena ini alami. Ada juga yang mengatakan bahwa minyak yang dihasilkan dari rebusan santan kelapa juga bisa mengurangi kerutan di wajah.

Nah, ini dia caranya supaya kita bisa tetap awet muda.
- Buat santan dari sebutir kelapa
- Panaskan santan secara terus-menerus sambil diaduk
- Selanjutnya, air dan minyak akan terpisah, hingga akhirnya air akan menguap sampai habis.
- Simpan minyak yang tersisa ke dalam wadah yang bersih dan steril. Gunakan sebagai lotion.

Kalau nggak mau ribet, di pasaran sudah banyak dijual VCO, Virgin Coconut Oil.


Nah, bayak sekali ya manfaat dari sebatang pohon kelapa? Yuk, tanam sebanyak-bayaknya untuk anak cucu kita...
Read More

Puasa Manusia dan Binatang

Thursday, July 18, 2013

Enam tahun lalu, tepatnya di bulan Sya'ban 2007, di acara Tarhib Ramadhan.
Demi mendengar kisah Pak Ustadz, saya merinding jadinya. Beliau menyampaikan bahwa Ramadhan memang identik dengan puasa. Namun puasa yang seperti apakah? Karena sesungguhnya, tak hanya manusia yang berpuasa. Binatang pun juga.

Bianatang apakah itu? Ada dua jenis binatang yang beliau contohkan.
1. Ulat
2. Ular
Keduanya sama-sama makhluk melata, sama-sama mengerikan, bahkan menjijikkan menurut sebagian orang. Keduanya juga sama-sama melakukan puasa. Puasa? Ya, puasa. Dan disinilah letak perbedaannya.

Ulat, ketika dia masih menjadi seekor ulat, yang dilakukannya hanyalah makan saja. Ia mengumpulkan "bekal" supaya di "kehidupan" selanjutnya ia selamat. "Kehidupan" selanjutnya yang dimaksud adalah ketika ia bermetamorfosa menjadi seekor kepompong. Dengan bekal yang telah ia kumpulkan sebelumnya, ia berpuasa, berusaha melawan goncangan dari luar, berusaha bertahan. Jika bekalnya cukup dan ia "kuat" menjalani masa tersulitnya, maka sempurnalah kelahirannya menjadi makhluk cantik bernama kupu-kupu, yang menyenangkan mata bila memandangnya. Subhanallah.

Akan halnya dengan ular, walaupun ia juga menjalani puasa, selepasnya ia tetap menjadi seekor ular. Ia hanya berganti "kulit" saja. Sama dengan manusia yang hanya berganti baju lebaran saja. Ular, tetap menyandang gelar sebagai jelmaan siluman.

Lalu, dari cerita di atas, relakah kita disamakan dengan seekor ular? Relakah kita menjadi manusia yang perangainya sama seperti sebelum Ramadhan, meski telah ditempa selama sebulan penuh untuk beribadah pada-Nya? Relakah Ramadhan kita hanya berakhir senilai baju lebaran semata? Relakah puasa kita, hanya menyisakan lapar dan haus yang sia-sia?
Na'udzubillah min dzalik, sesungguhnya aku berlindung dari semua itu.

Allah berfirman: "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." QS 33:35

Semoga puasa kita di bulan Ramadhan serupa dengan puasa seekor ulat, tak hanya mempercumakan lapar dan haus semata. Semoga selepas Ramadhan nanti, kita terlahir menjadi pribadi baru yang menyenangkan setiap mata yang memandang. Semoga Allah meridhoi kita, mengampuni dosa-dosa kita yang terdahulu, juga dosa-dosa yang akan datang. Semoga kita selalu istiqomah di jalan-Nya, sejak Ramadhan ini, hingga saat maut menjelang. Aamiin..

Wallahu a'lam bishshowab.

Read More

Jangan Baca Ayat Kursi!!

Thursday, June 27, 2013



Membaca judul ini mungkin akan ada pertanyaan, mengapakah? Saya bukan bermaksud memandang ayat ini sebagai “sesuatu” yang negative, namun ada sebuah kisah yang saya alami dan berhubungan dengan ayat ini.


Suatu hari, suami saya mendapat tugas ke Jogjakarta. Karena lokasinya jauh, hampir dua jam dari kota, akhirnya saya “mengungsi” di rumah Bude di Godean. Saya memilih ikut ke Jogja karena di Solo saya hanya sendirian dengan anak saya yang berusia kurang dari dua tahun kala itu. Selain itu, tujuan saya sekaligus bersilaturrahmi ke tempat Bude, yang sudah lama tidak saya kunjungi.


Kami berangkat Rabu sore karena Kamis paginya suami harus menjemput klien. Malam itu terlewati dengan tak ada suatu apa. Paginya suami berangkat dan beliau baru akan kembali keesokan harinya. 


Kamis malam, artinya malam Jumat. Dan Jumat itu adalah Jumat legi menurut pasaran Jawa. Selepas maghrib, Amay, anak saya mulai rewel. Kami membujuknya namun tak berhasil, hingga ia menangis sambil berteriak.


Saya pun panik. Sambil menggendongnya, saya komat-kamit membaca ayat kursi, dan tiga surat lainnya yaitu Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan An-Nass. Namun tangisan Amay tak juga berhenti, bahkan ia makin susah dikendalikan. 


Kebetulan di rumah Bude saya, hadir juga calon menantunya. Dia bilang, “Coba telpon Mas Yopie (suami saya), Rin. Mungkin Amay kangen.” Lalu sepupu saya meneleponkan suami. Rupanya, di tempat suami tidak ada sinyal. Saya berusaha menelepon suami lagi, tapi susahnyaaaa… Ketika pada akhirnya tersambung, suaranya pun putus-putus dan kurang jelas. Dan memang, ketika mendengar suara suami yang terputus-putus itu Amay diam. Ketika telepon ditutup, Amay kembali menangis. 


Saya tetap membaca apapun yang saya bisa, ketika kemudian Bude saya berkata, “Jangan baca ayat kursi ya, Rin.”


“Lho Bude, dari tadi Arin baca ayat kursi.” Saya heran. 


“Pantesan!” mereka bertiga kompak. Bude, sepupu saya, dan kekasihnya itu.


“Lho, salah ya?” saya masih bingung.


“Disini lebih baik baca Al-Fatihah, Rin. Karena kalau baca Ayat Kursi, kesannya kamu tuh ngusir mereka.” Terang calon menantu Bude saya. 


“Oh…” Tanpa banyak bicara akhirnya saya membaca Surat Al-Fatihah. Amay sedikit lebih tenang, tapi masih menangis. 


Calon menantu Bude saya kemudian ke dapur untuk mengambil garam, lalu dia ambil juga sapu lidi (sapu tebah). Entah apa yang dia lakukan di kamar, namun kemudian dia menyuruh saya untuk menidurkan Amay di kamar itu. Tak berapa lama, Amay pun tertidur.


Saya kemudian keluar kamar untuk mencari tahu ada apa sebenarnya. Mereka sudah berkumpul.


“Ini Jumat Legi ya?” tanya sepupu saya kepada kekasihnya.


“Iya.” Jawabnya.


“Ada apa dengan Jumat legi?” tanya saya. Jujur, saya masih sangat bingung saat itu.


“Di lantai atas lagi ada pengajian.” Kata kekasih sepupu saya.


“Oh, makin ngga ngerti aku.”


“Gini, mereka itu kan baik, mereka sudah menghuni rumah ini ribuan tahun. Mereka pun mengaji, dan rumah ini ketempatan tiap malam Jumat legi. Mereka datang dari segala penjuru. Amay itu sebenarnya udah sering lihat makhluq-makhluq kayak gitu. Tapi kalau ada papanya, dia merasa aman. Ini kebetulan Mas Yopie nggak ada, jadi dia bingung mau berlindung ke siapa.”


“Oh..” 


“Kalau baca Al-Fatihah kan kita mendo’akan to, Rin? Kalau ayat kursi lebih ke mengusir, dan mereka nggak suka.” Tambah sepupu saya.


“Oh… Bude nggak takut?”


“Bude si udah biasa.”


“Mereka itu nggak ngganggu koq, Rin. Aku aja tidur di atas sendiri juga nggak apa-apa.” Kata sepupu saya. “Mungkin tadi Amay lihat banyak makhluq berterbangan kali…kan biasanya paling dia lihat cuma diem.”


Mereka terlihat tenang, bahkan bercerita sambil bercanda. Sementara saya, melongo dibuatnya.




Read More

Berjalanlah di Atas Kekuranganmu, Maka Kamu Akan Unggul Disitu

Monday, June 10, 2013


Belajar dari kakak Fina, ponakan tersayang...
Dulu ia begitu diragukan. Banyak yang khawatir padanya, akankah ia bisa melalui UN SD dengan baik?
Bagaimana tidak? Ia lemah dalam hitung-menghitung. Matematikanya pernah dalam kondisi sekarat. Merah pernah menghiasi raportnya karena pelajaran itu.

Bulan lalu, dalam perjalanan menuju rumah, aku bertanya pada Bapak di atas sepeda motor yang sedang melaju. "Fina gimana ya, Pak? Ujian kan bentar lagi..." (tapi dengan bahasa Jawa yaa...)
"Oh, Fina pinter koq sekarang. Prihatin dia. Tiap hari bangun jam setengah 4, belajar." kata Bapak.
Dalam hati aku bersyukur dan berdo'a, semoga Allah memudahkannya dalam menuntut ilmu.

Minggu lalu saat pulang lagi ke Purworejo, Fina dengan senyumnya yang terkembang berkata, "Ne (panggilannya padaku), prediksi nilai matematikaku, aku salah 3." Terlihat sekali ia sangat bahagia.
"Wah, yang bener, Kak?" tanyaku tak percaya. "Wah, siap-siap dana nih..ehehe" ujarku yang memang menjanjikan hadiah jika ia lulus dengan nilai di atas 25.
Bundanya, yang merupakan kakak perempuanku, lantas bicara. "Kemarin soal UN-nya dibahas sama Bu Gurunya. Anak-anak kan disuruh nyatet jawabannya. Katanya Fina salah 3."
"Tapi IPA aku salah 7..." kata Fina lagi.
"Bearti nilainya berapa?" tanyaku.
"Soalnya kan 40, berarti bener 33." Jawabnya
"Wah, 8,25 dong, Kak?"

Dan kemarin, hari yang ditunggu telah tiba. Nilai UN-nya sudah keluar.
Jumlahnya 26,90
Nilai Bahasa Indonesia, 9,40
Matematika 9,25
IPA 8,25
Mungkin bagi sebagian orang, nilai ini tergolong biasa saja. Tapi bagiku, bagi Fina, bagi keluarga, nilai ini sungguh luar biasa jika mengingat performanya di bulan-bulan, semester-semester dan tahun-tahun lalu.

Walaupun pengetahuan tak hanya dilihat dari nilai yang kamu dapat.
Tapi pelajaran, bahwa tak ada yang tak mungkin jika kamu mau, mengingatkan aku untuk tidak pernah menyerah.

Selamat ya, Kakak... Ane bangga sama Kakak... :)

Read More

The First Letters He Had To Learn

Thursday, May 23, 2013



Akhir Desember 2012 yang lalu, saya dan keluarga berkesempatan mengunjungi kota Bogor, kota yang saya anggap sebagai kampung kedua saya setelah Purworejo. Disana saya meluangkan waktu untuk menemui teman-teman seperjuangan saya ketika dulu mengajar di sebuah TK bernama Happy Bee Preschool And Kindergarten di Ciomas, Bogor. Teman-teman ini sudah seperti keluarga kedua bagi saya. Pada mereka saya berbagi suka dan duka.




Pada pertemuan itu, seorang teman bernama Nenden Hoerunisa Pujarani, partner saya di kelas kala itu, membawakan sesuatu untuk Amay, putra pertama saya. Sebuah gunting yang disesuaikan dengan usia Amay yang belum genap 2 tahun saat itu, juga kertas Origami. Duh, naluri ibu guru banget, hehe…




Setelah beberapa bulan terongggok, hari ini mendadak muncul ide saya untuk membuatkan Amay huruf-huruf hijaiyyah. Memang hanya beberapa kali saya menggunakan dua benda itu, ketika saya kehabisan ide, mau main apa lagi Amay hari ini?

Ide untuk membuat huruf hijaiyyah muncul pada saat saya sedang memasak, hehe, sehingga di sela-sela memasak saya pun menyiapkan peralatannya. Saya rasa keputusan untuk membuat huruf hijaiyyah dari Origami ini adalah keputusan ter-arif, supaya sang pemberi pun mendapatkan manfaat. Bukankah dari kertas pemberiannyalah anak saya akan mempelajari step awal dalam membaca Al-Qur’an? Do’a saya, semoga ini bisa menjadi amal jariyah untuk Miss Nenden. Harapan saya pun, semoga Amay menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Karena menurut saya, kebisaan membaca Al-Qur’an adalah mutlak, tidak dapat ditawar lagi bagi seorang Muslim.

Nah, tiba waktunya menuangkan ide segar tadi. Selesai memasak, saya ajak Amay untuk bermain. “Dek, menggunting yuk!” Seketika itu pula Amay yang sedang asyik dengan bekicot-bekicotnya langsung menjawab, “Yuk!”

Dia sangat tertarik bermain dengan benda bernama gunting. Ahh, jadi ingat, “Do you still remember, girls, this is one of the activities I love to do in Happy Bee? Ya, cutting (or, scissoring? Hehe..)

Saya pun membuat huruf-huruf hijaiyyah dengan tulisan saya sendiri. Sedikit kepedean memang, jika melihat hasilnya yang kurang memuaskan, hihi.. Maklumlah, tangan ini tak bisa disetel layaknya mesin cetak, yang bisa menghasilkan huruf-huruf yang presisi, wkwkwk..

Daaann, ini untuk Amay, juga untuk Miss Nenden…



(Maaf kalau kurang bagus hasilnya. Ini dikerjakan dengan bergulat melawan waktu. Hihi...:))
Read More

Ibu (lagi)

Saturday, May 18, 2013



“Tadi malam kamu tidur di sini,” kata ibu. “Kamu suka tidur di perut ibu?” Tanya beliau kemudian.
“He eh..” jawabku sambil menikmati tangannya membelai rambutku.
“Kenapa?”
“Empuk. Terus, bisa naik turun juga. Kalo bantal biasa kan nggak bisa. Hehe…”
“Iya, naik turun itu karena ibu bernapas. Tapi nanti kalau kamu tambah berat, ibu tambah tua, ibu nggak tahu ibu masih kuat apa nggak kamu jadikan bantal.”
“Ibuuu…” Aku merengek.
“Hmm? Ibu disini.”
Aku lalu memiringkan tubuh ke arahnya. Kupeluk tangannya yang tengah membelaiku. Kupandangi bibirnya, juga dagunya yang manis terbelah. Belahan dagu yang alami, bukan buatan.
Aku membatin, “Ibu cantik.”
“ Ibu sayang kamu.” Katanya berbisik.
Aku diam saja. Tapi dalam hati kuucap, “Aku juga sayang banget sama ibu.”
Dan sekarang aku menyesal, mengapa kata-kata itu tak pernah kuucapkan di depannya, di dekat telinganya?
 Aku ingin bertemu denganmu ibu, dan jika itu terjadi walau dalam mimpi, aku akan berkata, “Ibu cantik, Arin sayaaaang banget sama ibu.”
Read More

Kandas

Monday, April 8, 2013







Selamat ya ukh, akhirnya mengudara juga, katanya sambil menatap gadis itu.
Kalau bukan karena bantuan kakak, saya mungkin belum jadi penyiar sekarang. Saya sangat berterima kasih atas pertolongan kakak. Jawab Hilma malu.
Ah, itu cuma kebetulan, koq. Coba saya tahu dari dulu kalau anti punya cita-cita jadi penyiar, pasti sudah dari dulu juga saya kenalkan pada Pak Fatah. Saya kenal beliau sudah lama, sejak beliau mulai dakwah ke sekolah-sekolah, kemudian berlanjut ketika beliau mendirikan radio dakwah ini.
Oh..
Ya sudah, anti mau pulang kan? Yuk kuantar.
Ah, terima kasih kak sebelumnya. Saya pulang sendiri saja.
Baiklah. Fadil tahu mengapa gadis cantik itu tak mau ia antar. Ia adalah gadis sholikhah, yang mengerti batasan-batasan dalam pergaulan dengan lawan jenis. Fadil mengaguminya sejak pertama kali bertemu, di sebuah acara di kampus mereka. Dia mengenalnya sebagai adik angkatan yang cerdas, namun selalu rendah hati. Bicaranya sopan, hanya bersuara jika diperlukan. Tak seperti kebanyakan gadis jaman sekarang.

Waktu pun berlalu, hubungan mereka kian dekat. Selalu ada cerita untuk dibicarakan dan dibahas bersama. Istilah kerennya, sudah ada chemistry. Hilma, gadis cantik itu kini memendam rasa yang tak sama pada lelaki di hadapannya. Namun, rasa itu hanya mampu dipendamnya hingga batas waktu yang ia sendiri tak tahu. Ia berharap dalam do'a agar Kak Fadilnya segera mengetahui isi hatinya.
Aku tak mungkin mengungkapkannya duluan, begitu katanya pada Rani, sahabatnya di radio.
Di tempat lain, Fadil, yang selama ini menaruh rasa yang sama, sedang memikirkan cara yang paling berkesan untuk meminang gadis pujaannya itu. Ia tak mau pinangan yang biasa-biasa saja untuk gadis teristimewa.

Di tengah pengharapan akan cinta sucinya, handphone Hilma berdering. Bapak di seberang sana bertanya Nduk, kapan kamu bisa pulang?
Memangnya ada apa, Pak?
Gini, bapak sama ibu mau kedatangan tamu. Keluarga Bayu. Kamu ingat kan, teman baik bapak, Pak Waluyo? Beliau kemarin mengutarakan keinginannya untuk meminangmu menjadi menantunya, menjadi pendamping Bayu. Kamu setuju kan, Nduk?
Masya Allah, kabar dari Bapak bagai petir di siang bolong yang menyambar dan merobohkan pohon impiannya. Tak mungkin ia menolak. Keluarga Bayu adalah keluarga baik-baik, Bayu pun begitu. Dia teman kecil Hilma. Sholih, cerdas, aaahhh, tak ada alasan untuk tidak menerimanya. Namun demi orang tuanya, Hilma merelakan semua. Hilma pulang dengan penantian yang tlah usai.
Esoknya, Fadil mencari Hilma di radio tematnya bekerja. Hilma mana Ran? Hari ini dia siaran kan? tanyanya pada Rani.
Hilma cuti mendadak, Kak. Dia akan segera menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Dia menitipkan salam takzim untukmu Kak.Jawab Rani yang telah mengetahui kisah mereka. Ada rasa haru ketika ia menyampaikan salam dari Hilma untuk Fadil. Tak tega rasanya, melihat dua insan yang saling menyayangi harus berpisah, namun bukan karena keinginan mereka sendiri.
Fadil terduduk dengan lunglai. Lama ia terdiam. Matanya mulai mengembun. ”Kandas sudah,” ucapnya dalam hati, kemudian melangkah pergi.
Read More