My Allergy Story

Monday, September 6, 2021

 

Selasa pagi di penghujung bulan Agustus, saya bangun tidur dengan gelisah. Sekujur tubuh saya terasa gatal, dan ketika saya periksa, kulit saya telah berubah menjadi kemerahan. Ada beberapa bagian yang berupa bentol, tetapi kebanyakan lebih serupa pulau-pulau besar berwarna merah. Gatal sekali.

Melihat saya yang bolak-balik garuk-garuk kulit dan terlihat panik, suami bertanya, "Dirimu kenapa?"

Saya cuma bisa menggeleng. I don't have a clue at all, karena saya tak pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya.

ruam-kulit
ruam kulit via klikdokter

 

Lalu...

Tau ngga sih, apa yang ada di pikiran ketika gatal-gatal kayak gini? Iyes, alergi. Maka, dua jenis minuman inilah yang sekonyong-konyong melintas di kepala;

1. Bear brand

Wkwkwk, entahlah, walau udah tau bahwa bear brand sebagai penyembuh segala penyakit itu cuma mitos, tapi merek susu itu tetap nempel di otak. Kuat banget branding-nya, yaa.. 😄

2. Air kelapa muda

Ini juga, karena memang beberapa kali biidznillah khasiatnya langsung terasa. Misalnya, yang tadinya demam, kemudian setelah minum air kelapa, panasnya berangsur turun. 

Nah, dari dua minuman di atas, yang saya beli adalah air kelapa dalam kemasan. Saya garis bawahi ya, dalam kemasan. 🙈 Pengennya sih beli air kelapa beneran, tapi karena masih pagi, jadi belum ada penjual degan yang buka.

Minum air kelapa kemasan, ngefek ngga? Engga. Gatalnya masih terasa, ruam merahnya juga tidak berkurang.

Dugaan...

Saya masih menduga-duga penyebab munculnya gatal-gatal ini. Dugaan saya adalah:

1. Ada binatang di kasur

Ini dugaan paling lemah sih, karena jika memang ada binatang kecil di kasur, mengapa di antara kami bertiga (saya tidur dengan suami dan si bungsu), hanya saya seorang yang mengalami gatal-gatal? Namun, meski dugaan ini lemah, saya tetap bersih-bersih kamar. Sedot-sedot kasur dan bantal, juga mengganti sprei.

2. Alergi dingin

Pagi itu memang terasa dingin. Tapi jika ini memang alergi dingin, kenapa kemarin-kemarin saya baik-baik saja? Padahal suhu di hari-hari sebelumnya juga dingin, bahkan lebih dingin dari hari itu.

Walau ragu bahwa gatal-gatal ini disebabkan oleh alergi terhadap suhu dingin, saya tetap manut sama suami yang mengajak saya berjemur. Tapi, saat berjemur, saya malah makin tersiksa sebab rasa gatalnya malah jadi terasa berkali lipat, huhuhu... Karena ngga tahan, saya pun langsung masuk ke dalam rumah.

3. Alergi makanan

Pertama kali melihat kulit saya dipenuhi bentol-bentol besar, suami langsung menginterogasi, makanan apa yang saya makan kemarin. Saya sudah berusaha mengingat-ingat, tapi seingat saya tidak ada yang aneh. Bener deh. Saya memang punya alergi terhadap makanan laut, seperti udang, cumi-cumi, dll, tapi sudah lama sekali saya tidak mengonsumsi seafood

Baca: Alergi Udang


Karena capek menduga-duga, akhirnya suami ke apotek. Kenapa kok ngga langsung ke dokter? Sejujurnya, saya paling males ke dokter, gaes... Suami sudah ngajakin, tapi saya selalu menolak. Nah, dari apotek, suami membawa satu obat alergi dan satu bedak. Selain mengoleskan bedak, saya juga minum obat yang dibeli oleh suami itu. Tapiii, habis minum obat, dada saya malah sakit. Nafas saya juga sesak.

Jujur, saya takut sekali. Saya khawatir ini covid karena hasil dari browsing sana-sini, katanya munculnya ruam merah pada kulit juga merupakan salah satu gejala covid. Namun, Alhamdulillah, suami dan anak-anak selalu menguatkan, dan meyakinkan saya bahwa saya kuat dan sebentar lagi sembuh.

Selagi saya istirahat di kamar, suami memesan air kelapa murni dari aplikasi pemesanan makanan. Begitu pesanannya datang, saya langsung disuruh minum air kelapa itu. Setelah minum air kelapa itu, dada saya tak lagi sakit, dan nafas berangsur lega. Hmm, mungkin saya ngga cocok dengan obat dari apotek itu, yaa...

Penyebab Alergi dan Cara Tepat Mengatasinya

Akhirnya ke Dokter

Karena gatal-gatal tak kunjung hilang, dan saya pun malah jadi demam, Rabu malam saya memutuskan ke dokter. *Hish, kenapa ngga dari kemarin ya?

Itulah, kadang-kadang kita ini sok pinter alias keminter kalo kata orang Jawa. Sukanya menduga-duga, dan efeknya malah jadi ngga karuan. Browsing di internet juga informasinya kadang ngga jelas dan bikin makin parno. Paling bener memang langsung tanya sama ahlinya. 

Jadi pelajaran ya, teman-teman, kalau sakit langsung ke dokter aja biar bisa mendapat penanganan yang tepat.

Nah, Rabu malam tanggal 1 September itu, saya periksa ke dokter keluarga. Setelah memeriksa kondisi saya, dokter menjelaskan bahwa alergi yang saya alami ini kemungkinan besar berasal dari makanan. Ini bisa dilihat dari lokasi ruam yang merata di sekujur tubuh, bukan di satu bagian saja. Artinya, alergen ini berada atau telah bercampur dengan darah, dan telah mengalir ke seluruh tubuh. Makanya, hampir bisa dipastikan kalau makanan yang saya konsumsilah yang telah mengakibatkan kekacauan alergi ini.

Lebih lanjut, dokter mengatakan bahwa makanan itu dulunya mungkin tidak menyebabkan alergi di tubuh saya, karena selama ini tubuh saya masih bisa mentolerir. Jika sekarang terjadi alergi, berarti tubuh saya sudah tidak mampu mentolerirnya lagi.

Mendengar penjelasan beliau, saya langsung mengingat-ingat lagi apa yang saya makan di hari Senin, 30 Agustus. Ada dua makanan yang saya jadikan "tersangka", karena makanan itu saya beli di pinggir jalan.

1. Rujak buah

Yang saya curigai adalah sambalnya. Mungkin gula merah yang dipakai bukanlah gula asli. Saya pernah membaca postingannya Mbak Siti Maryamah di facebook, tentang gula merah yang dibuat tanpa nira sama sekali, dan bahkan ada campuran obatnya juga. Atau, kalau bukan karena gula merahnya, mungkin karena cabenya. Memang saat makan rujak itu, tenggorokan langsung terasa sakit.

2. Ayam goreng tepung

Hari Senin itu, Amay tiba-tiba request ayam goreng tepung aka ayam kentucky KW. Ya sudah, saya pun menyuruh tantenya untuk beli ayam goreng tepung di dekat rumah. Kenapa ngga bikin sendiri? Hari Senin adalah hari yang riweuh, ciiin.. Jadi saya mau masak yang praktis aja.

Yakin penyebab alerginya adalah ayam goreng tepung?

Awalnya, saya tidak menganggap si ayam tepung ini sebagai penyebab alergi. Tapi, secara kebetulan di hari Jumat tanggal 3 September, Aga ingin makan ayam tepung seperti hari Senin lalu. Saya icip-icip juga, dan hasilnya, kulit saya kembali merah dan gatal. Jadi sepertinya memang ini penyebabnya, yaa... 

Pokoknya mulai sekarang harus hati-hati kalau mau jajan deh. Kita ngga pernah tau kebersihan makanan yang kita beli. Untuk ayam ini, kita ngga tau juga kualitas tepung dan minyak yang digunakan, dan apakah ayam yang digunakan adalah ayam segar atau tidak. Memang, meski repot, tapi masak sendiri insya Allah lebih sehat, aman, dan hemat juga. 

Baca: Bingung Mau Masak Apa? Nih, Bu, Daftar Menu untuk Seminggu

Kini, kondisi saya sudah lebih baik. Ruam merah dan gatalnya sudah hilang. Alhamdulillah. Doakan supaya sehat terus, yaa... Semoga yang membaca tulisan ini juga senantiasa diberi kesehatan dan kebahagiaan. Aamiin aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin...
 



1 comment

  1. Ternyata oh ternyata ayam penyebabnya, sering sih phobia itu dikarenakan telur dan ayam. Jadi, hindari makanan ini setelah tahu kalau alergi. Dari sini hikmahnya lebih baik konsultasi ke dokter, hehe.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Silakan tinggalkan komentar yang baik dan sopan. Komentar yang menyertakan link hidup, mohon maaf harus saya hapus. Semoga silaturrahminya membawa manfaat ya...