Showing posts with label rupa-rupa. Show all posts
Showing posts with label rupa-rupa. Show all posts

Banyak Masalah yang Sulit Diatasi? Please, Jangan Bunuh Diri!

Thursday, July 4, 2019


Belum lama penggemar Drama Korea dibuat sedih oleh kabar perpisahan Song Song Couple, beberapa hari lalu K-Lovers kembali berduka karena meninggalnya Jeon Mi-seon. Walau saya tak mengerti banyak tentang Jeon Mi-seon, tapi saya ingat betul dengan wajahnya, karena saya sempat mengikuti drama televisi berjudul Bread, Love and Dream yang ditayangkan di Indosiar 2010 lalu. Di serial yang juga dikenal dengan judul lain yaitu "King of Baking, Kim Tak Gu" itu, Jeong Mi-seon berperan sebagai ibu dari Kim Tak Gu. 

Yang membuat sedih dan mendorong saya untuk menulis di sini adalah tentang bagaimana Jeon Mi-seon meninggal. Di berita online yang saya baca, Jeon Mi-seon dikabarkan sedang mengalami depresi setelah kepergian salah satu anggota keluarganya. Hal inilah yang diduga kuat mendorongnya mengakhiri hidup dengan cara gantung diri di toilet tempat ia menginap pada tanggal 29 Juni lalu.


Jeon Mi Sun



Depresi memang tak bisa dianggap sepele. Secara fisik memang tidak terlihat kesakitan, tetapi efeknya bisa mengakibatkan kematian.


Omong-omong soal bunuh diri, saya jadi ingat YouTube-nya Risa Saraswati. Beberapa kali ada "sesuatu" yang memasuki tubuh tim #JurnalRisa dan mereka bercerita bagaimana mereka kehilangan nyawa. Tak sedikit yang diketahui meninggal karena bunuh diri.

Oya, tentang #JurnalRisa, postingan Wina Natalia di instagram yang sedang membahas sosok William lah yang akhirnya membawa saya ke sini. Sebelumnya memang saya tidak tertarik menontonnya karena saya kira #JurnalRisa sama seperti konten horor kebanyakan, yang cuma pengen bikin kita deg-degan. Tapi setelah saya lihat satu per satu, ternyata anggapan saya keliru.

Ya, mungkin akan ada yang tidak setuju dengan pendapat saya, tapi yang saya rasakan, konten #JurnalRisa ada banyak hikmahnya. Coba deh, sempatkan untuk menonton satu judul saja, jika bermanfaat, lanjutkan menonton konten lainnya, tapi jika tidak, tinggalkan saja. That simple!





Yang saya capture di atas, adalah salah satu yang merasakan manfaat dari menonton acara #JurnalRisa.

Risa Saraswati dan sepupu-sepupunya sering berdialog dengan mereka yang berada di lain dunia dengan kita. Entah di episode yang mana, saya lupa, saat itu ada yang masuk ke tubuh salah satu tim, dan ternyata dia adalah Noni Belanda. Noni ini menangis saat menceritakan kisah masa lalunya. Jadi sebenarnya, meskipun dia adalah keturunan Belanda, tapi ia tidak suka dengan apa yang dilakukan Belanda pada Pribumi. Ia malah banyak membantu orang-orang pribumi. 

Namun, suatu hari ia dijebak (ada pribumi yang minta tolong padanya, dan karena ia memang suka menolong, maka dia tidak menaruh curiga) untuk masuk ke suatu tempat di mana telah banyak pribumi yang sudah menunggunya. Ya, pribumi-pribumi melakukan hal yang tak senonoh padanya, sampai kemudian ia meninggal. 

Pada saat masuk ke tubuh tim Risa, ia berulang kali berkata, "Saya tidak sama dengan mereka (dengan Belanda lainnya)." Nah, karena iba, akhirnya ia pun dibawa oleh Risa dan papa. Siapa itu papa? Tonton terus, nanti kalian akan mengerti. :)


Risa Saraswati



Tapi tidak semuanya bisa dibantu.

Suatu kali ada Mbak Kunti memasuki tubuh Riri, adiknya Risa. Lehernya tidak bisa ditegakkan. Ia menangis minta tolong. Tapi karena Risa melihat leher itu patah karena ia gantung diri, Risa mengatakan tak bisa membantu, karena apa yang ia alami saat ini adalah hasil dari perbuatannya sendiri.

Di lain episode, saat Risa menyusuri rel kereta di daerah Bandung, ada juga sosok lain yang memasuki tubuh salah satu tim. Sosok itu terlihat menyesal, dikiranya dengan menabrakkan diri ke kereta api, semua masalahnya bisa selesai. Ternyata tidak sama sekali. Malah kini ia harus menjalani hasil perbuatannya itu, tanpa tahu hingga kapan akan berakhir. 

Ya, bunuh diri adalah tindakan terlarang, karena itu berarti mendahului takdir.

Allah berfirman dalam Q.S. An Nisa' ayat 29: "... dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu."

Tidak ada masalah yang tak bisa selesai. Mohonlah pada-Nya agar semua bisa terurai. Yang perlu kita lakukan adalah sabar dan tawakkal, karena Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Allah berfirman dalam Q.S. Ath-Thalaq ayat 2: "Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar."


Carilah pertolongan, kepada keluarga, teman, atau pemuka agama. Bila perlu, pergilah ke psikiater. Yang pasti, bunuh diri bukanlah cara terbaik. Kalian keliru jika menganggap bahwa setelah bunuh diri, semua derita akan berakhir. Tidak. Kematian bukanlah akhir. Bahkan ia adalah awal dari kehidupan akhirat yang lebih kekal.

Jangan menyerah, jangan merasa lemah.

Semoga Allah senantiasa membimbing langkah kita agar tetap berjalan di jalan yang diridhoi-Nya. Aamiin YRA. 





Read More

Seberapa Cancer Aku?

Tuesday, February 12, 2019

Suatu hari di WA grup #BloggerKAH, Mbak Ran sang cenayang tiba-tiba mengirimkan sebuah gambar yang berisi tentang karakter seorang cancer. Seperti ini;

karakter cewek berzodiak cancer

Nggak hanya untuk saya yang memang berzodiak cancer sih, tapi Mbak Ran juga mengirimkan gambar karakter Leo Girl dan Aquarius Girl. Leo adalah zodiak Mbak Ran, sedangkan Aquarius adalah zodiak Mbak Widut. 

Dari gambar itu, katanya cancer girl itu karakternya seperti ini;

1. Selalu mikir pake logika dan apa yang dia bilang biasanya selalu benar
Emang kayak gitu? Ah, engga juga deh kayaknya..

2. Peka banget sama keadaan dan perasaan orang lain, rada sensitif juga orangnya
Emmm, ini ada benarnya sih. Saya ini ngga enakan dan ngga tegaan orangnya.

3. Agak susah move on dari mantannya yang udah ninggalin banyak kenangan
Hahaha... Iya apa engga nih?

4. Kalau dia punya firasat buruk sama seseorang, biasanya itu benar
Yes, karena saya sensitif alias peka, jadi suka ngga tegaan dan ngga enakan sama orang. Saya bisa menilai dan merasakan apakah seseorang itu tulus atau tidak. Kalau hati saya bilang "tidak", mending tidak sama sekali. :)

5. Paling ga suka kalau dikritik
Wkekekek... Ini bener banget. Dulu pas tahun 2010 dibikinin blog untuk nulis, sebenarnya saya dikritik kalau tulisan saya masih ngga enak dibaca. Siapa yang bilang? MAS YOPIE. Itu yang bikin saya mutung alias ngambek, trus ngga mau belajar nulis lagi. Suami saya kalau ngomong tu apa adanya banget soalnya. Ya, sampai sekarang juga sih, cuma udah agak enak didengar. Atau, sayanya juga sudah mulai kebal dengan kritikannya? Ya pokoknya intinya sekarang komunikasinya sudah mulai enak lah..

6. Pendengar yang baik, dia suka ngasih saran-saran gitu buat sahabatnya 
Ngga tau juga sih, apakah saya adalah pendengar yang baik? Tapi, beberapa teman memang suka curhat sama saya. Gara-gara dicurhati seorang teman, saya sampai bikin tulisan ini; Untuk Sebuah Kebahagiaan yang Dibuat-buat. Eh tapi, sebenarnya bukan dia yang berniat cerita sih, cuma saya aja yang suka tanya-tanya. Errrr, suka kepo sama hidup orang. Trus endingnya, saya ikut baper, huhu... Ikut mikir, ikut sedih. Wah, payah...

Dari 6 karakter perempuan cancer yang ditulis di atas, yang paling bikin ngakak tuh yang bagian "agak susah move on dari mantan". Haha...

Eh, emangnya saya susah move on dari mantan ya?

Jawabannya, iya. Dan itu yang bikin kami ini jadi orang yang setia.



Kalau teman-teman suka baca blog ini, mungkin teman-teman ingat kalau Mas Yopie itu pernah jadi kekasih saya waktu saya SMA. Lalu kami putus saat saya berhijrah, dan akhirnya bersatu kembali setelah ibu meninggal. Ya, kami kembali bertemu saat Mas Yopie ke rumah untuk takziah. Dan selanjutnya, semua berjalan begitu saja hingga sekarang kami punya anak dua. :D

Selain yang tercantum di atas, sebenarnya ada satu ciri orang cancer yang sangat melekat. Apa itu? Penyendiri. Ini sampai saya bikin satu postingan sendiri, lho. Baca deh ; Si Penyendiri.

Nggak percaya ya, kalau saya penyendiri? Hihi.. Di saat-saat tertentu, iya. Tapi ada waktu di mana seorang cancer juga akan sangat bahagia saat bertemu dengan teman-temannya. Seperti yang tertulis di sini:

karakter orang berzodiak cancer


karakter seorang cancer, di-capture dari www.theshonet.com

Pas nunjukin screenshot ini ke #BloggerKAH, saya merasa seperti, "Tuh kan, aku tu penyendiri parah. Nomor 1 tuh! Wagelaseeeh..."

Trus habis itu ada yang nanya, "Tapi koq kamu sering kumpul-kumpul sama teman-teman, Rin? Kelihatannya kamu sering jalan-jalan malah."

Nah ini...

Saya seringnya kumpul sama siapa? Teman-teman KEB dan IIDN. Artinya, saat berkumpul itu saya sedang belajar, bukan kongkow-kongkow yang ngga jelas. Dan itu ngga sering, paling dua bulan sekali. Kalau kelihatan sering, ya karena di bulan ini IIDN, bulan depan KEB, gitu. Selang-seling. Nggak pernah bentrok? Enggaa... Soalnya kebanyakan anggota KEB itu anggota IIDN juga (yang memiliki blog). Jadi biasanya kalau buat acara, sengaja dibedakan waktunya.

Selain KEB dan IIDN, acara lainnya paling pertemuan kelasnya Amay. Entah itu di TK atau SD. Nah, nanti kalau Aga mulai sekolah, pasti acara seperti ini akan bertambah. Siap-siap, Rin! ;p

Oya, ada lagi sih. Arisan di perumahan. Karena saya di GGI, dan rumah kantor ada di CPI, jadi arisannya sebulan dua kali. Wkwkwk... Di luar kegiatan-kegiatan itu, saya di rumah. Ngapain aja? Ya masak, nyuci, nyetrika, kayak simbok-simbok biasanya lah... Tapi terus terang, saya jarang ke rumah tetangga. Lha tetangganya pada kerja semua. Wkwkwk... Jadi ya beneran kalau di rumah ya di dalam rumah aja.

Saya mah orang rumahan, xixixi...

Kayaknya itu ya, 6+1 karakter perempuan cancer. Ada yang cancer juga, dan merasa memiliki karakter yang sama? Atau, kira-kira ada tambahan karakter lainnya? Yuk, komentar di bawah. :)


Read More

Akun Instagram Favoritku

Monday, December 17, 2018

Awalnya saya pengen ikutan #BPN30DayChallenge2018, tapi karena satu dan lain hal, saya nggak bisa ngikutin juga. Keteteran. Ya gimana yaa, saya memang nulisnya tergantung mood dan duit. #Eh. Jadi nulis seminggu sekali aja udah bagus sebenarnya.

Saya cuma kuat 3 hari doang dong... Selanjutnya ngga kekejar. Repot banget, Ciiin.. Apalagi waktu itu saya harus mendampingi Amay saat UAS juga kan... Jadi saya cuma sanggup nulis 3 tema ini aja;




Walaupun saya nggak bisa ngelanjutin challenge-nya, namun ada beberapa tema yang rasanya sayang untuk saya lewatkan. Salah satunya ya sesuai dengan judul di atas, yaitu "Akun Instagram Favoritku". Thanks to Blogger Perempuan yang udah ngasih ide tulisan, sehingga bisa lah dipakai untuk nambah-nambah tulisan organik. Ya, biar blog-nya nggak cuma terisi sama iklan. #Ahelaaah

Oke deh, langsung saja yaaa... Inilah daftar akun instagram favorit saya, jerereng jeng jeng... 

1. Ringgo Agus

Mmm, mungkin pada heran ya, kenapa Ringgo jadi favorit nomor 1? Secara, cakep juga ngga terlalu, ya kan? Hahaha... Tapi terus terang, kadangkala saat saya bosan dengan isi Instagram sementara postingan Ringgo belum lewat di news feed, saya sengaja lho buka akunnya. Di sana saya menemukan hiburan, hihi... 

Foto bagus, pasti. Artis mana sih yang foto-fotonya cuma ala kadarnya dan banyak blurnya? Tapi ada kelebihan lain dari Ringgo Agus yang tak dimiliki artis lain. Baba-nya Bjorka ini kelihatan ramah banget, terbukti dengan seringnya doi membalas komentar followers-nya. Doi juga nggak pelit ngasih info kayak misalnya motret pakai lensa berapa, edit pakai aplikasi apa...

Satu lagi yang bikin saya suka, caption di setiap postingannya selalu lucu. Bahkan kadang kita nggak nyadar kalo doi lagi ngiklan, karena saking soft selling-nya. Ini yang membedakannya dengan artis lain.

2. Sabai Dieter

Istrinya Ringgo Agus ini juga 11-12 lah sama suaminya. Meski Sabai masih sedikit lebih berwibawa dibanding Baba yaa, wkwkwk... Tapi dari Sabai dan Ringgo, saya jadi punya perspektif lain terhadap para artis di Indonesia. Ya, artis pun nyatanya ada yang apa adanya. 

Ringgo - Sabai, Kocak dan Kompak

3. Melki Bajaj

Berawal saat Asean Games beberapa bulan lalu Melki membuat video tentang bulu tangkis bersama istrinya, saya jadi sering kepoin instagramnya. Lucuuu, dan saya sering dibikin baper. Lucunya lucu romantis gitu kan yaa.. 

Belakangan ini, Melki makin rajin bikin video lucu semacam itu. Saya sukaaa... Apalagi Melki dan istri juga kelihatan kompak banget. Duh, love deh. Oya, anaknya juga beberapa kali diajak ngelawak juga. Kayaknya sekeluarga punya darah komedi semua yaa...

Melki Bajaj dan istrinya

Dari 3 akun instagram di atas, ketahuan ya kecenderungan saya mem-follow artis itu karena apa, xixixi... Ya, saya memang cari yang bisa membuat saya tertawa.

Tapi nggak cuma cari yang lucu-lucu aja, di instagram, saya juga follow yang serius-serius koq. Kalau diambil benang merahnya, yang membuat saya tertarik adalah caption atau tulisan mereka sih. Siapakah mereka? Oke kita lanjutkan saja!

4. Putri Marino

Ada yang nggak tau siapa itu Putri Marino? Yup, dia adalah istri Chicco Jerikho. Yang spesial dari ibu muda ini adalah, terkadang dia menyelipkan puisi di postingannya. Baca deh puisi-puisi pendeknya, cari dengan #poempm. 

Saya kasih contoh larik-larik puisi yang dibuatnya yaa...

"saat waktu tidak bisa diajak berteman
saat bunyi detik jam selalu terdengar
ruang pikiran kitalah yang harus kita ajak untuk bersahabat
bukannya begitu?"

Sederhana sih, nggak nyastra-nyastra amat. Tapi saya suka.

Lanjut yaa... 

5. Shabrina Ws

Mungkin dari 5 daftar akun favorit saya, Mbak Shabrinalah satu-satunya yang bukan seleb. Meski begitu, Mbak Shabrina sudah jadi seleb di hati saya. Saya nge-fans dengan cerpen-cerpennya, juga puisi-puisinya.



Baiklah, itu dia 5 akun instagram yang sering saya kasih "love". Akun instagram favorit saya bisa jadi berbeda dengan akun favorit teman-teman yaa.. Ya kan, alasan tiap orang mem-follow seseorang tentu tidak sama. Ada yang menyukai foto-fotonya, ada yang suka dengan penampilannya, cerita hidupnya, dll. Yang penting, kita nggak menyia-nyiakan waktu dengan menulis komentar yang mengandung unsur kebencian atau adu domba yaa... Jangan sampai lah. Sayang jari dan kuota internetnya. :)

Oke deh, see yaaa.. Besok insya Allah saya mau nulis tentang akun yutub favorit. Tungguin yaa.. :)
Read More

Untuk Sebuah Kebahagiaan yang Dibuat-buat

Thursday, November 15, 2018

Di sebuah pertemuan, A terlihat sangat bahagia bertemu dengan kawan-kawannya. Sesekali dia melontarkan guyonan, yang membuat gengnya itu terbahak-bahak. Hening kemudian, setelah gelak tawa tumpah tak bersisa.

Seorang kawannya berbisik, "Are you okay? Kamu heboh banget hari ini, nggak kayak biasanya."

A memahami maksud sahabatnya. "Aku baik-baik aja, aku bahagia," katanya sambil menggelengkan kepala, dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya. Dia lupa, tatapan matanya tak bisa menyembunyikan apa-apa.

"Orang yang banyak ketawanya, biasanya banyak nangisnya juga," sahut sang sahabat lagi. "Tapi semoga kamu nggak termasuk di dalamnya."

"Kalau mau cerita, telingaku masih kusediakan untuk mendengarkan." ujar sang sahabat, sembari menatap A lekat-lekat.

A tersenyum. Dalam hati ia bersyukur memiliki sahabat seperti orang yang ada di hadapannya kini. Namun untuk saat ini, ia lebih memilih untuk menyimpan semuanya sendiri. Ia tak mau orang tahu duka apa yang sedang dijaganya. Ia hanya tersenyum, meski luka menjadi baju dan nafasnya. *pinjam potongan lirik Kerinduan - Payung Teduh
laugh a lot, hurt a lot. kayusirih.com

Cerita di atas hanya sebuah ilustrasi, terinspirasi dari kisah yang teman-teman saya alami. Apakah ada pembaca kayusirih yang mengalaminya juga? Kalian nggak sendirian. Ada banyak A di luar sana. Yang perlu kalian lakukan sekarang adalah mencari obatnya. Obatilah, sebelum lukamu semakin parah.

---

Banyak orang yang menyembunyikan luka di balik tawa. Mereka berusaha menyembuhkan perih di hati dengan caranya sendiri. Mereka tak ingin orang-orang di sekelilingnya merasakan sakit yang sama dengan yang dialaminya. Mereka pikir, kesedihan itu menular, jadi lebih baik kebahagiaan saja yang ia tularkan.

Seorang teman yang bernasib sama seperti A berujar, "Biar orang lihat bahagiaku aja, sedihku cukup aku aja yang tahu."

Walau dia sadar, kebahagiaannya hanya semu.

Palsu.

Karena muram yang masih membelenggu.


salah satu cara menyembunyikan kesedihan, pakailah topeng senyuman

Ingatan saya pun kembali ke tahun 2014. Saat itu, seorang komedian Hollywood, Robbin Williams, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara mengerikan karena depresi yang dialaminya. Padahal dia kaya dan punya popularitas. Komedian pula. Seharusnya hidupnya penuh dengan canda tawa.

Atau jika kita mengingat apa yang terjadi pada Marshanda beberapa tahun lalu, kalau dipikir-pikir, Marshanda itu apa kurangnya? Dia cantik, kaya, karirnya bagus, saat itu sudah punya suami yang baik, ganteng, sholih dan setia, punya anak yang cerdas dan lucu juga. Kurang apa lagi?

Begitulah sebuah ironi. Sesuatu yang semestinya terjadi, justru bertentangan dengan realiti. Tapi kita bisa apa lagi, jika itu sudah kehendak Ilahi?
For indeed, happiness has nothing to do with money, beauty, or even popularity. 



"Hidup adalah kumpulan-kumpulan pilihan. Kalau bisa memilih untuk bahagia, kenapa harus tenggelam dalam derita? Kalau bisa bersyukur, kenapa harus menyesal?" Kata mereka.

Betul. Namun terkadang, kehidupan tak menawarkan pilihan dan hanya menuntut sebuah penerimaan. Seperti kita tidak dapat menolak turunnya hujan saat yang kita inginkan adalah kehangatan.

Jadi, untuk bahagia, tak ada cara lain selain menerima semuanya dengan lapang dada. Allah tak memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya, bukan? 

Surrender, and you'll feel better

Untuk sakit yang kalian simpan sendirian, ayo lepaskan. Cari orang yang tepat, yang kalian percaya bisa membantu merawat luka yang kalian rasakan. Luka itu, sembuhkan. Jangan dibiarkan. Jangan sampai ia membunuhmu pelan-pelan.

Pada akhirnya, untuk kalian yang masih berjuang memaknai kebahagiaan, hanya do'a yang bisa kulangitkan... Dan satu yang harus kalian ingat: Kalian sangat berharga. Kalian berhak untuk bahagia. Bahagia yang sebenar-benarnya.

❤❤❤

Bersambung...





Read More

Di Atas Meja Rindu Itu Hilang

Tuesday, August 21, 2018

Akhir-akhir ini, saya sedang senang mendengarkan lagu sebagai teman beraktivitas. Entah itu saat menulis, mencuci, menyapu, mengepel, pokoknya music always on. Kalau beberapa waktu lalu, playlist di komputer hanya dihuni "Penyendiri" by Nadya Fatira, kali ini selera saya sedikit bergeser. Saya sedang suka, dan baper juga, sama lagunya Payung Teduh yang judulnya "Di Atas Meja". 

Coba resapi lirik ini:

Di atas meja rindu itu hilang
Dalam kata-kata
Sebentar lagi kita saling lupa

Kita menjelma pagi dingin yang dipayungi kabut
Tak bisa lagi bercerita apa adanya

Mengapa takut pada lara
Sementara semua rasa bisa kita cipta
Akan selalu ada tenang
Di sela-sela gelisah yang menunggu reda

Di dalam kamar rindu itu menguap
Dalam kebisuan
Sebentar lagi kita semakin lupa

Kita menjelma kebisuan yang tak bisa diungkap
Tak bisa lagi bercerita apa adanya

Mengapa takut pada lara 
Sementara semua rasa bisa kita cipta
Akan selalu ada tenang
Di sela-sela gelisah yang menunggu reda

Di tiap langkah rindu kita menghilang
Penuh keraguan
Lalu kita pun sungguh semakin lupa

Kita menjelma kebisuan yang tak kunjung terungkap
Tak bisa lagi bercerita apa adanya

Mengapa takut pada lara
Sementara semua rasa bisa kita cipta
Akan selalu ada tenang
Di sela-sela gelisah yang menunggu reda


Dalem banget kan ya?
 

Entah kenapa, mendengarkan lagu ini, saya langsung membayangkan ini nih,





Ketika Yoo Si Jin dan Kang Mo Yeon bertemu "di atas meja", Dr. Kang memutuskan untuk berhenti berjuang. Memang lara, tapi "ini keputusan yang terbaik", katanya.

Saya memang menyimpulkan lagu ini sebagai lagu perpisahan. Apalagi dalam syairnya, ada "sebentar lagi kita saling lupa", meski melupakan mantan itu tak semudah membalikkan tangan, ya kan?

Namun sesungguhnya, Is, pencipta lagu ini, mengatakan bahwa "Di Atas Meja" tercipta dari sebuah kelelahan.
"Ini sangat menakutkan. Ini teriakan saya terhadap pengaruh dari betapa jarang bertemunya dengan kekasih tercinta, istriku. Giliran bertemu, kami bertemu dalam atmosfer yang lelah dan letih," terang Is, dalam keterangan pers yang diterima Metrotvnews.com, Selasa, 12 Desember 2017.

Is menggambarkan bahwa ruang makan dan di atas meja adalah tempat yang sakral bagi sebuah keluarga. Tempat di mana para anggota keluarga dapat berbagi cerita sembari makan bersama."
Tapi meski nadanya rada mellow, dalam lirik lagu itu sesungguhnya terkandung sebuah motivasi. Ini yang saya garis bawahi, "mengapa takut pada lara? sementara semua rasa bisa kita cipta".

Yes, kita adalah pengendali diri kita. Mau sedih, marah, kecewa, bahagia, atau takut sekalipun, sebenarnya bisa kita atur. Hanya memang, kita perlu waktu untuk melatihnya. Indeed, happiness is made, not given, right? 
 
happiness is made, not given. picture by pixabay.

 
Jadi, teman-teman lagi suka lagu apa? ☺☺
 

 
 
Read More

Berjalanlah di Atas Kekuranganmu Maka Kamu Akan Unggul di Situ (2)

Saturday, August 11, 2018

Kemarin saya tampil di MTA TV, lalu banyak yang memuji. Saya dibilang hebat lah, keren lah, padahal ... Saya masih jauh dari predikat itu.

Bincang Ilmu dan Manfaat, MTA TV

Tahu nggak sih? Saya sebenarnya banyak kurangnya. Hanya, tidak saya tunjukkan saja.

Jauh sebelum hari ini, saya pernah berada dalam kondisi yang menyedihkan. Rendah diri, minder, pesimistis, dan kurang percaya diri. Alhamdulillah nggak sampai kepada Inferiority Complex.

Sebelum terlanjur jauh, mengutip medium.com,  Inferiority Complex adalah sebuah kondisi psikologis (tingkat alam bawah sadar), ketika suatu pihak merasa inferior/lemah/lebih rendah dibanding pihak lain, atau ketika ia merasa tidak mencukupi suatu standar dalam sebuah sistem.

Nah, katanya, harus dibedakan antara minder dengan Inferiority Complex itu. Lebih jelasnya, baca tautan ini saja: Bedakan Minder dengan Inferiority Complex

Dulu, saya merasa saya ini seperti nggak ada gunanya. Saya nggak sempat menyelesaikan kuliah, karena suami meminta saya fokus mengurus anak-anak. Saya juga nggak diijinkan berkarir kembali. 

Oya, biar nggak roaming, saya ceritakan mengapa saya berhenti kuliah yaa..

Jadi, saya ketemu lagi sama suami (mantan pacar) saat ibu saya meninggal. Saat itu saya baru semester 3. Semester depannya, saya dilamar. Semester depannya lagi (semester 5), saya menikah. Bukan karena married by accident lho yaa, karena saya hamil anak pertama pun baru 7 bulan setelah menikah. Saya menikah karena memang saya nggak ingin pacaran. 
Tadinya, setelah pindah ke Solo untuk ikut suami (7 bulan saya menjalani long distance marriage antara Bogor dan Jogja-Solo), saya mau melanjutkan kuliah lagi. Eh, malah hamil, dan kondisi saya kurang baik, karena saat hamil Amay, saya mual muntah sampai usia kandungan 7 bulan. Yowis, terpaksa diundur dulu rencana kuliahnya. Trus kebablasan deh, karena suami bilang, mending jagain Amay aja dulu. Mau kerja pun dilarang, lagi-lagi karena Amay.

Alasannya memang sangat masuk akal sih. Kebetulan saya adalah mantan guru TK. Pertama, menurut suami saya, saya lebih dibutuhkan oleh anak saya dibandingkan oleh anak-anak orang lain. Kedua, gaji guru TK nggak sebanding dengan gaji tenaga untuk menjaga anak saya.

Oke, akhirnya saya terima alasan suami, meski tetap ada ganjalan di hati.

Saya sering didera perasaan sedih dan menyesal. Dan rasa itu bertambah-tambah, saat membuka timeline Facebook, saya melihat teman-teman kuliah berbahagia memakai toga. Saya mulai berandai-andai, betapa bahagianya jika saya ada di sana juga.

Saya mulai minder ketika teman-teman SMA semakin terlihat menawan karena karirnya yang mapan. Sementara saya? Bau ompol dan bau bawang. Kadang bahkan sampai lupa sisiran. Jangankan wajah, pakaian saja hampir tak terperhatikan.

Ngenes ya?

Saya pun berandai-andai lagi, jika bisa menarik waktu kembali, saya mending nggak usah masuk SMA 1 Purworejo saja. Mendingan saya ke SMA lainnya, yang jika nggak kuliah pun akan terasa baik-baik saja. Dan malah jadi luar biasa jika ada alumni yang bisa melanjutkan studinya.

Rupanya Allah menjadikan saya sebagai alumni SMA 1 yang "luar biasa", karena mungkin cuma saya yang nggak jadi sarjana. Hahaha... *ketawa ngenes

Tapi, suami saya rupanya tak sekedar melarang tanpa memberikan solusi. Suami saya membuatkan blog ini, meski gratisan, lalu menyuruh saya mencari komunitas untuk berlatih menulis dan mencari teman. Maklum, di Solo, saya nggak kenal siapa-siapa.

Sampai akhirnya, saya bertemu dengan IIDN, lalu KEB. Dari dua komunitas itu saya belajar menulis dan memperkaya diri.

persiapan sebelum live di MTA TV

pasca tampil di MTA TV kemarin

Memang tidak ada yang instan. Saya mulai belajar menulis sejak 2013, dan baru mulai merasakan hasilnya belakangan ini.

Mengutip pesan Pak Supeno, dosen saya, "Berjalanlah di atas kekuranganmu, maka kamu akan unggul di situ," saya yang tadinya sangat buruk dalam hal mengarang dan berimajinasi, akhirnya malah mencari rezeki dari sini.

Jadi teman-teman, kelemahan bukan untuk diratapi, tapi untuk dijadikan motivasi. Lagipula, kata Cak Nun di bukunya yang berjudul "Secangkir Kopi Jon Pakir", campus is not the only way to be someone. Jadi, teman-teman yang senasib dengan saya, harus tetap semangat yaa... 😊😊
Read More

Mengenang Kebaikan Orang Lain, Agar Aku Selalu Ingat, Aku Sangat Beruntung

Thursday, July 19, 2018


take and give. berbuat baiklah, dan jangan mengharap balasan.

Beberapa waktu lalu, saya sempat membuat IG story tentang ibu kost. Saya cerita bagaimana baiknya beliau pada saya saat menjadi anak kost-nya. Ada yang baca ngga? Engga? Duh.. makanya follow instagram @arinta.adiningtyas dong..xixixixi..

Intinya, saya "beberkan perbuatan" beliau yang bikin saya ngga enak cuma bayar 300 ribu sebulan (tahun 2009-2010). Saya pernah tulis juga di blog ini sih, judulnya: Ibu Kost Terbaik Sedunia

Nah, sempat tuh ada yang membalas story saya dengan begini:



Iya memang, banyak "ketidakberuntungan" yang terkadang membuat saya berandai-andai menjadi orang lain. Tetapi, alhamdulillah saya sering dibuat "sadar", saya masih sering diingatkan untuk bersyukur bahwa meski dikelilingi keterbatasan, kemahabaikan Allah masih sangat amat sering saya rasakan. Salah satunya lewat ibu kost tadi.

Nah, kali ini, berkolaborasi dengan #bloggerKAH, saya ingin menuliskan kebaikan-kebaikan yang dulu pernah saya terima dari orang lain. Kenapa sih kok harus ditulis? Supaya saya tidak lupa, dan supaya saya selalu ingat untuk senantiasa bersyukur. Kalau sudah dimudahkan untuk bersyukur, insya Allah tidak mudah mengeluh. Ini ada kaitannya dengan “Heart Field” yang pernah saya tulis yaa...


Yang tidak saya tulis di sini, bukan berarti saya lupa yaa.. Tetapi, biar nggak bosan bacanya, saya pilih beberapa contoh saja. Insya Allah, semua orang yang pernah berbuat baik pada saya, saya ingat selalu, karena saya pernah membaca tulisan seperti ini: Yen awakmu gawe becik marang liyan, tulisen ing pasir. Yen wong liya gawe becik marang awakmu, tulisen ing watu.

Intinya, jika berbuat baik pada orang lain, segeralah hapus dari ingatan. Tapi jika kita mendapat kebaikan dari orang lain, pahatlah kebaikan itu dalam kenangan. Sepakat ya?

Nah, ini beberapa kebaikan yang pernah saya alami;

1. Anggi (Elvira Ardiputri Anggraeni), membantu saya memasang rantai sepeda saat SMP dulu.

Dulu saat masih SMP, tiap berangkat sekolah, saya selalu lewat depan rumah Anggi. Anggi adalah seorang anak tentara, teman sekolah saya. Meski satu angkatan, tapi saat itu saya belum kenal dia. Saya baru mengenalnya setelah kami satu kelas saat SMA.

Suatu hari saat akan berangkat Pramuka, tiba-tiba rantai sepeda saya lepas, persis di depan rumah Anggi. Kebetulan, saat itu Anggi ada di depan rumah, bersiap untuk berangkat juga.

Alhamdulillah, Anggi membantu saya memasang rantai sepeda yang lepas itu. Tapi hebatnya, ketika saya ingatkan lagi peristiwa itu beberapa waktu yang lalu, dia tidak ingat sama sekali. Woow..orang baik memang kayak gitu. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu. ☺❤❤❤☺

---

Oya, omong-omong soal rantai, beberapa waktu lalu, Opik (adik saya) juga mengalami kejadian serupa. Bedanya, yang Opik alami adalah putusnya rantai sepeda motor. Saat itu dia baru pulang kuliah selepas maghrib.

Sore itu sekitar bulan Februari, hujan turun cukup deras hingga membuat listrik padam. Karena listrik padam, sementara baterai handphone saya hampir habis, saya pun mematikan handphone saya. Kebetulan lagi, Mas Yopie baru pulang dari Magelang dan Jogja, jadi saya fokus menyambut beliau, dan sedikitpun tidak terpikirkan Opik yang belum pulang.

Tak dinyana, Opik ternyata menghubungi saya berkali-kali. Ya Allah, jika mengingat kejadian sore itu, saya langsung terbayang bagaimana gundahnya Opik, malam-malam, gelap, hujan, motor rusak, dan dia masih cukup jauh dari rumah.

Alhamdulillah, datang seorang bapak berhati baik yang dikirimkan Allah SWT untuk membantu Opik. Bapak-bapak itu membantu Opik sampai rumah dengan menarik motornya memakai tali. Dan karena talinya sempat putus, Alhamdulillah, ada satpam di sebuah perumahan yang mereka lewati, berbaik hati memberi mereka tambang.

Tau tidak, bapak itu berasal dari Sragen, masih cukup jauh dari rumah, tetapi beliau berkenan membantu Opik, dan menolak ketika kami ingin memberi selembar uang sebagai tanda terima kasih.

“Jangan nilai apa yang sudah saya lakukan tadi dengan uang, Mas (Mas Yopie). Saya ikhlas, lillahi ta’ala, ingin menolong mbaknya. Saya ini seorang bapak, anak saya juga hidup di jalanan (putranya baru lulus SMK dan sudah bekerja di Jakarta). Saya berharap, dengan saya membantu mbaknya, Allah juga membantu anak saya kalau ada kesulitan di sana.” Begitu kira-kira alasan si bapak.

Sayangnya, beliau lupa berapa nomor teleponnya. Kami juga tidak tau bagaimana wajah beliau, karena kondisi malam itu gelap, hanya diterangi cahaya lilin. Mas Yopie sih sempat memberi kartu nama, tapi hingga saat ini beliau belum menghubungi kami. Semoga Allah pertemukan kami kembali. Dan semoga beliau juga selalu diberi perlindungan illahi. Aamiin.

tolong-menolong

2. Seorang bapak melindungi saya dari pengganggu di KRL.

Hidup di ibu kota itu berat, untuk saya yang sejak kecil tumbuh dalam lingkungan yang penuh kedamaian dan ketentraman. Saya terbiasa berbaik sangka pada setiap orang, karena orang-orang di sekeliling saya memang baik-baik.

Tapi suatu hari, keramahan saya disalahgunakan.

Sore itu, seperti biasa saya menunggu KRL yang akan membawa saya dari Cilebut menuju Pasar Minggu, sambil membaca al-ma’tsurat. Daripada bengong, lebih baik berdzikir kan ya...

Tiba-tiba seseorang menyapa. Dia kemudian bertanya, kereta menuju Jakarta ada di jalur mana? Saya jawab, “yang utara, Pak.” Beliau kemudian bercerita ngalor gidul, saya mendengarkan.

Tak berapa lama, kereta yang saya tunggu pun tiba. Saya segera masuk, diikuti orang itu. Karena tidak mendapat tempat duduk, saya pun berdiri. Orang itu berdiri di samping saya. Begitu kereta melaju, dia menawarkan charger yang ia punya untuk saya beli. Karena saya tidak membutuhkan charger seperti yang ia miliki (semacam kabel yang bentuknya entah, saya juga ragu apakah itu charger betulan), ditambah harga yang ia tawarkan teramat mahal untuk kantong mahasiswa macam saya yang harus bekerja di pagi harinya, saya pun menolaknya dengan halus. Namun, orang ini terus memaksa saya untuk membelinya. Saya sampai risih.

Alhamdulillah, seorang bapak-bapak baik membantu saya. Beliau menyuruh saya pindah ke gerbong lain (kebetulan saya berdiri di dekat rangkaian gerbong itu lho, yang menghubungkan satu gerbong dengan gerbong lainnya), kemudian beliau menghalangi si bapak yang tadi memaksa saya membeli charger itu, karena si bapak mau mengikuti saya lagi.

“Lu di sini aja, jangan ganggu orang. Beraninya sama perempuan!” kata bapak-bapak yang baik itu. Alhamdulillah, Allah masih menolong saya dengan mengirimkan orang lain yang tidak saya kenal sama sekali. Sampai saat ini, jika mengingat beliau, saya selalu berdo’a semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan untuknya, juga untuk keturunan-keturunannya. Aamiin...

---

Ih, baru juga tiga cerita, tapi tulisannya sudah sepanjang ini. Ini belum cerita tentang kebaikan Mbak Ran yang suka membantu saya mengisi google form kalau lagi ada job, juga Mbak Widut dan suaminya yang membantu saya ngutak-atik blog ini lho. Belum lagi kebaikan-kebaikan Om, Bulik, saudara, juga para sahabat lainnya. 

Dan kalau ditarik benang merah, sebenarnya kebaikan-kebaikan itu ada karena apa sih? Ya, karena hati-hati kita masih dipenuhi rasa cinta. ❤❤❤

love. coffee. from kayusirih.com

Tapi meski saya tak menuliskan semuanya, insya Allah saya ingat selalu kebaikan kalian. Dan insya Allah tiap saya mengingatnya, saya berdoa semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan kebaikan yang berlimpah pula. Aamiin YRA. J

Baca cerita kebaikan Mbak Widut di Pensiun yang Tertunda dan Murid Berkebutuhan Khusus juga cerita kebaikan Mbak Ran di Kejutan di Balik Kebaikan Kecil. ❤❤❤

Read More

Si Penyendiri

Saturday, July 14, 2018

Ada  yang ngikutin channel YouTube-nya Anji (Dunia Manji)? Saya ngga ngikutin sih, cuma kemarin menyempatkan nonton, karena melihat potongan video di instagram, ketika Anji berkolaborasi dengan Deddy Corbuzier. Potongan videonya emang menarik, bikin langsung meluncur ke YouTube untuk lihat full version-nya, hahaha... Emang orang Indonesia tu suka kepo yaa, hihi... Saya, contohnya.

Ya gimana yaa, habisnya ada bocoran tentang penyebab sebenarnya DC berpisah sama Kalina sih.. Siapa coba yang bisa menahan diri untuk tidak kepo? Wkwkwk...

Banyak yang menduga, penyebab mereka bercerai itu karena perbedaan agama. Saya bukan termasuk di dalamnya, catat yaa.. Karena toh, mereka sudah menyadari perbedaan itu sebelum mereka memutuskan menikah, kan? Rasanya konyol aja, kalau sudah tau berbeda kemudian ngotot melakukannya, lalu bercerai karena alasan yang dulunya mereka kesampingkan. Dan saya yakin Deddy Corbuzier, juga Kalina, bukan orang sesembrono itu. Menikah untuk coba-coba.

Dugaan saya dulu (kayak ada yang nanya aja yaa, haha), Kalina menggugat cerai karena ngga sanggup menghadapi DC yang sombong, kaku, otoriter dan mungkin ngga romantis, hihi... Ternyata, agak-agak nyerempet memang. Sifat DC dan Kalina memang sangat bertolakbelakang. Hanya, jika pasangan lain bisa sedikit menurunkan ego demi bisa mempertahankan hubungan, mereka tidak.

Bukannya mereka egois ya, tapi karena mereka memang tidak bisa. Nah, ini ternyata ada hubungannya dengan dyslexia yang Deddy Corbuzier alami (dan kalau tidak salah, ini juga terjadi pada anaknya, Azka).

Oya, ingat Dyslexia, ingat film India yang judulnya Taare Zameen Par. Baca di sini kalau mau tau sedikit tentang film itu. 

 

Penyendiri, Nadya Fatira


Kemudian, karena dyslexia-nya ini, Deddy ngga bisa mengimbangi karakter Kalina yang supel, gaul, suka nongkrong. Deddy orangnya tidak terlalu suka ingar-bingar. Dia lebih menyendiri, menjauh dari keramaian. Agak monoton memang. Bahkan, untuk nonton bioskop saja, Deddy harus nonton di tempat yang sama, di nomor kursi yang sama. 
 
Ribet ya? Untuk sebagian orang mungkin iya. Tapi, di dunia ini, ngga harus mengalami dislexia koq untuk jadi “penyendiri” seperti ini.

Saya, kadang begitu juga. Daripada jalan-jalan, saya lebih suka tidur atau baca di rumah. Beneran deh. I definitely enjoy my whole life kalau lagi di rumah.
 
Apakah ini berhubungan dengan zodiakku yang cancer?

 
Apakah seorang berzodiak cancer senang menyendiri?

 

Dulu waktu masih di Bogor, Bulik sering tuh ngajak ke Depok pas weekend. Tapi saya memilih untuk di rumah, nyapu, ngepel, dll. Beneran. Kalau ada beberapa tulisan jalan-jalan di blog ini, ya itu cuma sesekali aja, untuk memenuhi keinginan orang tua yang ingin jalan-jalan bareng anak cucu. Tapi jika disuruh memilih, lebih senang jalan-jalan atau di rumah? Obviously, I choose the last one. Di rumah aja. Hehehe...

Makanya, lagunya Nadya Fatira yang judulnya Penyendiri, rasanya cocok banget dengan karakter saya dan Om Deddy (yaelaah, pake “Om” lagi *lol). Ada yang tau lagunya ngga? Dengerin deh, asik banget lho..

Nih liriknya, Penyendiri, Nadya Fatira:

Apa yg kau pikirkan
saat aku ucapkan kubutuh kesunyian
Mampukah kau akui
Dirimu yang sejati yang slalu mengerti
Bukan sebuah hiburan di tengah keramaian yang kubutuhkan
Mampukah kau tenangkan diriku yang dilanda kegelisahan

Ku ini penyendiri yang tak butuh keramaian
Yg ku butuh satu teman tempat berbagi cerita

Engkau slalu tanyakan
Apa yang bisa membuat aku tenang
Mungkin hanya senyuman
Mungkin hanya genggaman yg kubutuhkan

Ku ini penyendiri yang tak butuh keramaian
Yg ku butuh satu teman tempat berbagi cerita

Gimana, jadi paham kan, seorang penyendiri itu aslinya gimana?

By the way, kata Om Deddy, jadi penyendiri itu adalah salah satu yang membuatnya bisa kaya raya. Ngga percaya? Tonton aja videonya Anji dan Om Deddy, sambil dengerin lagunya Nadya Fatira, Penyendiri. Kelak kau akan tau jawabannya. *tsaah
 
 
 

Read More

Umur 40 Tahun, Mau Ngapain Ya?

Tuesday, February 13, 2018



Tahun ini, insya Allah usia saya menginjak angka 3O tahun. Jangan bilang, koq kelihatannya Arin malah kelihatan lebih tua dari 3O yaa.. Huhu, itu bikin sedih gaes.. Pengennya mah tetep kelihatan 2O-an kan yaa.. Tapi saya memang nggak bisa mencegah efek gravitasi, hihi...

Nah, karena usia sudah menginjak kepala 3, maka saya harus mulai lebih berhati-hati. Kenapa? Katanya kan, life begins at forty. It means, jika saya diberi umur panjang, waktu saya mempersiapkan diri menghadapi usia 4O tahun, berarti tinggal 1O tahun lagi. Berarti, sepuluh tahun ini saya harus berusaha lebih keras, agar bisa menikmati usia 4O tahun dengan baik.

Usia 4O tahun memang belum terlalu tua, tetapi juga tak bisa dibilang muda. Jadi, ingat lima perkara sebelum lima perkara, menjadi makin wajib hukumnya.
Sehat sebelum sakit
Muda sebelum tua
Kaya sebelum miskin
Lapang sebelum sempit
Dan, Hidup sebelum Mati

1. Sehat sebelum sakit

Karena saya ingin menikmati usia 4O tahun dengan penuh kebahagiaan tanpa sakit-sakitan, berarti sejak sekarang saya harus mulai hidup sehat, agar di usia 4O tahun nanti, saya bisa mendampingi suami dan menemani anak-anak dengan baik.

Apalagi 1O tahun yang akan datang, Amay sudah 17 tahun, dan Aga 13 tahun. Anak-anak sudah menjadi remaja. Sebentar lagi Amay akan menjadi mahasiswa, dan itu berarti saya harus mempersiapkan dana lebih untuk pendidikannya. Saya tentu tidak ingin, dana pendidikan justru terpakai untuk pengobatan. Na’udzubillah min dzalik.

Selain itu, sebagai ibu, saya harus sehat agar tangan dan kaki ini masih bisa digunakan untuk "melayani" mereka, misalnya; memasak makanan kesukaan mereka. Saya juga harus bisa menyediakan telinga untuk mendengarkan curhatan-curhatan mereka. 

Yang paling penting, saya harus sudah mempersiapkan Amay dan Aga, agar mereka nanti lebih bijak menguasai dirinya sendiri, saat “mungkin” ada perempuan yang menarik perhatiannya.

Duh, semoga yang terakhir itu nggak kejauhan ya? Hihihi... Sekarang bahkan Aga masih balita. :D

2. Muda sebelum tua
Seperti yang saya tulis di atas, usia 4O tahun memang belum terlalu tua, tapi juga tak bisa dibilang muda. Nah, mumpung masih belum tua-tua amat, inginnya sih bisa ibadah ke Mekkah dan Madinah ya... Kalau kesana setelah sepuh, khawatirnya malah merepotkan banyak orang. Semoga Allah mendengar dan mengabulkan ya.. Aamiin.

Mumpung masih agak muda juga, saya ingin mengejar mimpi saya dan suami. Kebetulan suami saya adalah seorang arsitek, dan kami ingin memiliki studio sendiri. Semoga di usia 4O nanti, suami saya sudah bisa mandiri, nggak ikut orang lagi.



3. Kaya sebelum miskin

Kaya memang tidak selalu diukur dari berapa banyak harta yang kita miliki, namun terlihat dari seberapa banyak yang bisa kita beri. Semoga di usia 4O tahun nanti, saya bisa semakin bermanfaat bagi orang lain.


4. Lapang sebelum sempit

Sama seperti di poin nomor 2 dan 3. Semoga di usia 4O nanti saya bisa bermanfaat, baik dalam keadaan lapang maupun sempit.

Saya juga ingin segera terbebas dari utang, terutama utang KPR yang bahkan 1O tahun yang akan datang pun, masih tersisa 4 tahun lagi.

Yah, semoga kami bisa melunasi rumah tinggal kami ini secepatnya yaa.. Atau baiknya ditulis begini; Harapan di usia 4O tahun; sudah nggak pusing mikirin utang. Begitu ya?

Ah, iya.. Begitu kelihatannya lebih sip. Lapang = Bebas Utang.

Yak, semoga di usia 4O tahun, kami berdua sudah terbebas dari utang. Aamiin... Dan semoga yang mengaminkan do’a ini pun segera bisa melunasi utangnya yaaa.. Aminkan sama-sama. :D


5. Hidup sebelum mati

Siapa sih yang tak ingin berumur panjang? Tapi kita kan tak pernah tau, kapan jantung kita dibebastugaskan? Kalau dana pendidikan sudah aman, cicilan rumah sudah tak perlu dipusingkan, rasanya tak ada lagi yang kami butuhkan. Saya ingin di usia ini saya semakin siap menghadapi kematian.

Memang, mengingat mati tak perlu menunggu 1O tahun lagi. Tapi tentunya, karena tubuh sudah semakin bau tanah, di usia 4O saya harus lebih sering lagi mengingat Illah.


Nah, itu dia yang saya harapkan di usia 4O nanti. Kalau teman-teman, umur 4O tahun mau ngapain aja?

Read More

#KarenaIbu Seperti Kepiting; Keras di Luar, Gurih dan Lembut di Dalam

Thursday, January 4, 2018


Beberapa malam yang lalu aku memimpikan ibu. Aku bangun dengan mata yang basah. Kuambil ponsel, kulihat jam, masih jam setengah 3 pagi. Sayangnya aku sedang berhalangan, sehingga urung mengerjakan shalat malam. 

Kenangan saat masih kanak-kanak kemudian membayang. Aku bersyukur, aku memiliki ibu seperti ibu. Seperti manusia lainnya, beliau memang banyak kurangnya. Namun, di mataku beliau adalah orang yang sempurna. 

ibu. semoga surga menjadi tempatmu

Karakterku setelah menjadi seorang ibu, kurasa sedikit ada kemiripan dengan beliau. Aku sering mengibaratkan diri sendiri bahwa aku ini seperti kepiting; keras di luar, namun gurih dan lembut di dalam. Ibu pun begitu.

Bukti lembutnya ibu pernah kutuliskan di sini.

Ya, meski aku dan ibu terkenal galak, tapi sesungguhnya kami punya banyak cinta. Galaknya ibu selalu ada tujuannya.

Jika ibu tak galak, mungkin aku tak akan pernah bisa membaca Al-Qur'an dengan baik. 

Sedikit cerita tentang masa kecilku dulu. Mbah -ibunya bapak- memang punya rutinitas mengajar anak-anak kecil mengaji di Pondok. Biasanya aku pun mengaji di sana setiap maghrib. Tapi entah kapan bermula, Mbah mengajariku dan Mas Pepi mengaji di rumah. Kegiatan itu rutin dilakukan setiap dzuhur tiba. 

Kalau Mbah sudah datang, aku dan Mas Pepi harus segera sholat, kemudian menyusul beliau yang sudah duduk manis di kursi tamu. Biasanya Mbah sudah berteman dengan segelas kopi, buatan Mbak Ita. Nah, seringnya, Aku dan Mas Pepi akan membaca Al-Qur'an sebanyak 1 'ain. 

Oya, tentang Mbah, aku pernah menuliskan kegigihan beliau saat menyeberangi sungai yang banjir demi bisa mengaji di desa seberang di kisah di balik mukena putih.

Lalu, apakah kegiatan mengajiku lancar jaya dan mulus-mulus saja?

Seperti seseorang yang jemu dengan rutinitasnya, aku pun pernah mengalami titik jenuh itu. Aku pernah sangat malas mengaji, karena tergoda untuk menonton TV di rumah tetangga yang sudah punya saluran lain selain TVRI dan TPI. Mas Pepi juga sama. Em, kayaknya ini ide Mas Pepi deh awalnya.

Nah, demi keinginan untuk bisa menonton TV di rumah tetangga itu, aku dan Mas Pepi pun sepakat untuk kabur selepas Dzuhur. Sesuai rencana, aku menyusun bantal dan guling lalu menyelimutinya hingga menyerupai tubuhku yang sedang tidur. Setelah itu, aku bersembunyi di WC yang terletak di luar rumah.

Bisa ditebak, ibu mencari-cari aku dan Mas Pepi sambil memanggil, "Arin! Pepi!". Aku dengar, beliau juga bertanya pada tetangga di depan rumah, ke mana gerangan kami berdua.

Beberapa saat kemudian, terdengar  suara Mas Pepi muncul dari tempat persembunyian. "Yah, dia menyerah..." batinku. Sampai kemudian aku kelelahan berdiri di WC, aku lalu menampakkan diri di hadapan ibu dan Mbah. Aku berterus terang, "Aku moh ngaji, bosan!" 

Tahu reaksi ibu seperti apa? Awalnya beliau lembut membujukku untuk mau mengaji lagi. Tapi karena aku tetap keras kepala, beliau pun naik darah. "Nek ora ngaji ki njuk arep dadi apa?" Ya, kalau nggak ngaji aku mau jadi apa nantinya? Jadi anak yang nggak taat sama Tuhannya? Apa gimana? Dan karena takut dengan teriakan beliau, aku akhirnya mengaji juga, meski dengan berderai air mata.


aku di gendongan ibu, tahun 1989

Sekarang, pada Amay pun aku melakukan hal yang sama. Bedanya, aku sendiri yang mengajari Amay mengaji. Aku selalu berdo'a, semoga kelak Amay mengamalkannya setiap hari, membaca Al-Qur'an dengan ringan hati. 

Aku pun sering berdo'a, semoga pahala jariyah mengalir kepada Mbah dan Ibu, orang yang mengajari dan memaksaku belajar membaca ayat-ayat cinta dari-Nya. Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin...



Read More