Ada satu gaya hidup orang-orang di kampung asal saya, dan mungkin juga menjadi gaya hidup orang-orang di kampung lainnya, yaitu memelihara unggas seperti ayam dan menthog dengan tujuan agar
makanan yang tersisa tidak menjadi mubadzir. Seperti yang tertuang dalam Q.S.
Al-Isra’ ayat 27; “Sesungguhnya orang-orang yang mubadzir itu adalah saudara
setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” Maka, memelihara ayam
adalah solusi yang memiliki dobel keuntungan. Keuntungannya tentu saja selain
makanan sisa jadi jelas akan diapakan, juga materi yang dihasilkan dari
memelihara unggas ini. Bisa dijual atau untuk konsumsi pribadi.
Nah, masalahnya sekarang, setelah lahan semakin sempit,
ditambah populasi manusia yang semakin banyak, gaya hidup ini jadi sulit untuk
dilakukan. Mau pelihara ayam, khawatir baunya akan mengganggu tetangga sekitar.
Mau pelihara menthog, khawatir kebiasaan pup-nya yang sembarangan, bisa mengancam
keharmonisan dengan tetangga sebelah. Hal ini yang membuat orang-orang sekarang
mulai meninggalkan kebiasaan memelihara unggas.
Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir
kemubadziran?
1.
Sisa nasi, keringkan. Memasak nasi seperlunya
saja. Jika sisa, keringkan. Seteah terkumpul banyak, bisa diberikan atau dijual
pada tetangga yang memelihara unggas.
2.
Sisa sayur, hangatkan.
3.
Sisa lauk, daur ulang.
4.
Berbagi dengan tetangga. Ini juga sekaligus untuk menciptakan kerukunan antar tetangga. Saya jadi ingat pepatah, "Pagar mangkuk lebih aman dibanding pagar besi." Bukankah tetangga adalah saudara kita yang paling dekat?
Akan tetapi, jika kita kurang percaya diri dengan masakan
sendiri --ini pengalaman pribadi--, berbagi dengan tetangga terkadang bukan menjadi solusi.
Hehe, daripada malu, ya ‘kan? Jadi, solusi selanjutnya adalah menghangatkan
atau mendaur ulang.
Saya belum pernah mendaur ulang sayur, karena pada dasarnya
saya memang kurang kreatif, hehe.. Tapi kalau lauk atau sambal, sering.
Ini salah satunya. Sisa tempe goreng saya olah menjadi
kering tempe.
sisa tempe goreng |
Aduh maaf yaaa... Kemarin kelupaan mau fotoin kering tempenya. Pas inget pas udah mau habis. >_<
kering tempe yang tinggal seuprit |
Sisa sambal, biasanya saya pakai untuk menumis
kangkung, buncis, atau bahkan saya jadikan bumbu nasi goreng untuk sarapan pagi. Nasinya juga
biasanya dari nasi sisa kemarin. Hehe, lumayan kan bisa berhemat juga. Cabe kan
kadang kalo pas mahal, harganya kebangetan. :D
Tapiii, ngomong-ngomong tentang menghangatkan sayur, kita
mesti hati-hati loh yaa.. Kita harus tahu sayur apa yang tidak boleh dipanaskan
ulang, seperti bayam misalnya. --selain bayam, apa lagi ya? ada yang tahu?--
Minggu lalu, bapak saya jatuh sakit. Usut punya usut, rupanya ini bermula karena beliau
ceroboh dalam hal makanan. Mentang-mentang sayurnya enak dan masaknya banyak,
beliau setiap hari makan sayur yang dihangatkan itu. Yaa, maklum, bapak saya
tinggal sendirian di Purworejo sana karena ibu sudah tiada. Jadi, beliau memang
memasak makanannya sendiri, karena terkadang beliau kurang cocok dengan masakan
warung.
Nah, kebetulan beliau ini penyuka sayur gori. Gori atau
nangka mudanya bisa petik di samping rumah. Bisa dibayangkan kan, sebutir
nangka muda itu kalau disayur akan jadi sebanyak apa. Ditambah beliau tinggal
sendirian, jadi yang makan sayur itu ya hanya bapak saja seorang. Jadilah sayur gori itu tak
habis-habis dan harus dihangatkan sampai berhari-hari. Inilah yang bapak
konsumsi sebelum sakitnya itu.
Kemarin waktu saya pulang untuk menjenguk bapak, saya pun
mencereweti beliau. “Pokoknya kalau masak sedikit-sedikit aja. Kalau lagi malas
masak, beli sayur mateng. Jangan lupa makan buah juga. Makannya harus teratur,
oke?” begitu pesan yang terus menerus saya ulangi.
Kalau ingat bapak rasanya kasihan ditinggal sendiri. Tapi
saya juga punya kewajiban di Solo sebagai seorang istri. Bapak siii, ngga mau
disuruh nikah lagi. Ah, kenapa jadi curcol begini? >_<
Jadi, saya setuju dan sebenernya terinspirasi dengan tulisan Mak Maya Siswadi yang berjudul "Makanan Sisa, Diolah Lagi atau Dibuang?". Karena selain berhemat, mendaur ulang makanan juga menghindarkan kita dari berkawan dengan setan --serem yak?--. Selain itu, tidak membuang-buang makanan juga sebagai bentuk dari rasa syukur, bukan?