Sudah sekitar lima tahun ini saya mulai membiasakan diri memisahkan sampah organik dengan sampah anorganik. Ini semua bermula ketika Pak Sampah tidak datang selama satu minggu karena sakit, hingga mengakibatkan penumpukan sampah di depan rumah. Padahal, sebagai ibu rumah tangga yang tiap hari memasak, saya menghasilkan sampah dapur yang cukup banyak setiap harinya. Sampah-sampah itu, lambat laun menimbulkan bau yang sangat mengganggu. Maka sejak itu, dengan dukungan suami, saya mulai melakukan pemisahan sampah dan melakukan pengomposan.
Untuk menggantikannya, saya membeli komposter ember. Sayangnya, tidak seperti komposter yang sebelumnya, komposter ini menghasilkan air lindi yang berbau. Setelah saya mencari tahu, kemungkinan penyebabnya adalah karena tidak adanya lubang udara di komposter ini.
Beberapa kali saya mendapat protes dari suami dan anak-anak. Mungkin sebenarnya tetangga juga ingin protes, hanya saja ditahan karena sungkan. Karena tidak enak hati (ya gimana ya, walaupun tujuannya baik, tapi kalau sampai merugikan orang lain / membuat orang lain tak nyaman, kan ngga benar juga), akhirnya kegiatan mengompos sementara saya hentikan.
Namun, karena sudah terbiasa memilah sampah, saya jadi tidak tega membuang sampah organik bersamaan dengan sampah plastik. Saya pun belajar lagi cara mengompos yang mudah dan tidak menimbulkan bau.
Untuk teman-teman ketahui, saya belajar mengompos dari Instagram Bu D.K. Wardhani. Beliau adalah penulis buku "Menuju Rumah Minim Sampah". Saya mencoba menerapkan apa yang saya pahami dari postingan-postingan beliau selama ini. Jika selama ini saya mengompos dengan hasil kompos cair, kali ini saya mencoba mengompos dengan hasil kompos padat.
Baca: Bersahabat dengan Sampah, Mencegah Terulangnya Tragedi Leuwigajah
Langkah-langkah Mudah Mengompos
Pertama, teman-teman harus tahu istilah-istilah berikut ini:
1. Unsur Nitrogen : Sampah basah. Misalnya, bonggol atau batang sayur yang tidak ikut dimasak, kulit buah, atau rerumputan yang baru dicabut dan sisa-sisa tanaman yang dipangkas.
2. Unsur Karbon / Unsur Coklat : Sekam, dedaunan kering, tanah, serbuk gergaji, atau kertas kardus tidak bertinta.
3. Bioaktivator : Teman-teman bisa memakai EM4, atau kalau mau buat sendiri, pakai saja air gula / air tebu / air cucian beras / air tape / air rendaman tempe / buah-buah busuk yang berair. Fungsi bioaktivator adalah untuk mengaktifkan mikroorganisme (pasukan pengurai) sehingga dapat mempercepat proses penguraian.
Selanjutnya, langkah-langkah mengompos adalah sebagai berikut:
1. Siapkan starter
Starter Kompos |
Starter Kompos |
Saya pakai cara paling simpel, karena cuma punya tanah dan wadah. Kalau Bu DK. Wardhani memakai pupuk kandang juga, tapi di tempat saya agak sulit mendapatkannya.
- Siapkan wadah untuk mengompos. Untuk komposter ini teman-teman bisa memakai gerabah, ember bekas, pot, atau karung. Kalau teman-teman pakai gerabah, tidak perlu dilubangi yaa, karena gerabah sudah berpori.
- Taburkan unsur coklat: sekam / serbuk gergaji / daun kering
- Tambahkan pupuk kandang (saya pakai tanah / media tanam yang saya punya di rumah)
- Masukkan sampah organik buah-buah busuk atau kulit buah ke dalam komposter
- Tutup dengan tanah lagi
- Sirami dengan bioaktivator (saya pakai air cucian beras) tapi jangan sampai terlalu becek
- Tutup, agar terfermentasi dan tidak menguap
Diamkan starter ini selama 2-3 hari, selanjutnya bisa diisi dengan sampah dapur setiap harinya.
2. Setiap teman-teman memasukkan unsur nitrogen, imbangi dengan unsur coklat sebanyak 2x lipat. Jadi misalnya sampah dapur yang dimasukkan adalah 1 baskom, maka unsur coklatnya (campuran tanah + sekam / serbuk gergaji / kertas kardus) minimal adalah 2 baskom.
3. Lakukan pengadukan setidaknya 2-3 hari sekali agar komposter mendapatkan oksigen.
4. Upayakan komposter selalu dalam kondisi lembab, tidak terlalu kering tapi juga tidak terlalu basah / becek. Untuk itu, siram dengan bioaktivator secara rutin, tapi juga dijaga agar tidak terkena air hujan.
Komposter saya, memakai styrofoam bekas |
Bagaimana Agar Komposter Tidak Berbau?
Dari yang saya pelajari, ada beberapa faktor yang membuat komposter berbau:
1. Tidak ada lubang udara. Ini terjadi pada komposter saya yang kedua, seperti yang saya ceritakan di atas.
2. Jarang diaduk. Di atas sudah saya tulis, tujuan pengadukan adalah untuk mensuplai oksigen ke dalam komposter. Kalau oksigennya kurang, kompos akan memadat tanpa ruang udara, dan akhirnya akan mengeluarkan bau amoniak.
3. Kurang unsur coklat. Beberapa teman mengeluhkan komposnya
berbau busuk. Rupanya, pemberian unsur coklatnya sangat kurang. Padahal,
seharusnya perbandingan antara unsur nitrogen : unsur karbon minimal adalah 1 : 2
Setelah saya menjalankan dua metode pengomposan (cair dan padat),
mengompos dengan cara seperti ini memang paling aman dan minim trauma untuk pemula, meski tetap punya kelemahan. Kelemahannya hanya 1 sih, yaitu boros
tanah dan tempat. Agak jadi masalah untuk saya yang halaman rumahnya cuma seuprit. Hehe...
Mengapa Harus Mengompos?
Nah, kalau ditanya, kenapa kok hobi banget main kotor? Sebenarnya pada awalnya juga karena terpaksa, ya.. Tapi di balik semua keterpaksaan itu, ada banyak alasan mengapa mengompos itu menjadi sesuatu yang penting. Karena:
- Menghasilkan pupuk sehat
- Lingkungan lebih bersih
- Mengurangi timbunan sampah di TPA
Baca: Mengompos, Upaya Penerapan Hablun Minal 'Alam
Komposter Aerob. Infografis oleh Yopie Herdiansyah |
Nah, teman-teman, yuk kita peduli pada lingkungan mulai sekarang! Manfaatkan barang-barang bekas dan mulai pisahkan sampah organik dan anorganiknya juga. Ngga perlu beli komposter mahal kok untuk mengompos. Pakai gerabah, ember bekas, karung, atau pot yang besar juga bisa. Jangan dipikir susahnya, kotornya, baunya... Mulai dulu pelan-pelan dan buktikan bahwa mengompos itu tidak sesusah yang kita bayangkan. Semangat, yaaa... :)