Perang antar Mama masih sering kita temui hingga saat ini. Topiknya pun bermacam-macam. Mulai dari sufor vs ASI, popok kain vs diapers, sectio caesar vs partus spontan, homemade baby food vs MPASI instan, dan lain-lain.
Jadi ibu masa kini, apalagi bagi para ibu yang aktif berselancar di dunia maya, mesti punya hati yang seluas samudera. Salah-salah, bisa stress karena membaca status orang lain yang seolah-olah menghakimi kita, hehe... Tak hanya di dunia maya saja sebenarnya, kebesaran hati juga amat diperlukan ketika menghadapi pendapat orang lain akan hidup kita, di dunia nyata.
Saya ibu dari dua anak, yang memang sudah terlihat berbeda tak hanya dari fisik, tapi juga dari cara melahirkannya. Amay, si sulung, dikeluarkan paksa melalui perut saya. Dan Aga, adiknya, saya lahirkan per vaginam.
Komentar orang-orang pada Amay dan Aga bermacam-macam. Amay yang secara fisik mirip saya, -kurus dan terlihat seperti tulang berjalan-, dan Aga yang dari perawakan hingga struktur giginya mirip sekali dengan sang papa.
Orang-orang sering membandingkan keduanya. Dulu, waktu saya belum memiliki Aga, komentar pedas mesti saya telan, sendirian. Saya pernah dibilang hanya mengurusi suami dan mengabaikan Amay, karena Amay bertubuh kecil. Kadang mereka yang berkomentar memang tak memikirkan bagaimana perasaan saya yaaa... Padahal kalau dipikir-pikir, ibu mana sih yang tak ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya? Ibu mana yang tak ingin melihat anaknya tumbuh "normal" seperti "dambaan" orang lain?
Kenapa kata normal dan dambaan saya beri tanda petik? Ya karena sering saya jumpai seseorang sedang mengharapkan anak orang lain tumbuh seperti yang dia inginkan. Padahal ibu si anak mah biasa aja.
Contoh kasus, "Amay beratnya berapa? Kelihatannya kurus ya? Minum susu nggak?" dan ketika saya jawab bahwa Amay ini full ASI sampai umur 2 tahun, ditambahi lagi deh kalimatnya, "Ooh...mestinya dikasih susu biar agak berisi. Kasihan lho, kayak anak kurang gizi." 😬😤
Ada yang begitu? Adaaaa... Saya sudah kenyang dengan sindiran seperti itu. Awalnya sih saya selalu jawab, "Amay ini doyan buah, doyan sayur juga lho... Makannya juga lahap koq." Tapi lama-kelamaan seiring dengan imunitas saya yang makin kebal terhadap nyinyiran, saya ladeni mereka dengan satu senyum saja. 😊
Amay kan memang seperti saya, mau makan sebanyak apa, badannya cuma segitu-gitu aja. Bisa naik paling sekilo-dua kilo, itu pun perlu waktu berbulan-bulan. Susahnya tuh ya, udah susah payah menaikkan berat badan, eeeh, langsung turun drastis hanya karena demam dua hari.
Beda dengan Amay, Aga, adiknya punya badan yang lebih montok. Orang-orang ngga akan percaya kalau Aga ini makan karbo-nya hanya sedikit. Jumlah suapan Aga itu ya, paling hanya sekitaran 6-10 suap sendok bayi. Tapi alhamdulillah Aga masih doyan sayur, meski dia hanya suka buah-buahan tertentu saja.
Kalau ditanya, koq bisa? Ya jawabnya takdir, hihihi... Aga sama lincahnya dengan Amay koq. Dia hobi banget main bola. Dia juga sering jalan cepat -kalau belum bisa dikatakan berlari- kesana kemari.
Dari rahim saya sudah lahir dua macam anak dengan perawakan tubuh yang berbeda. Monggo aja sih kalau masih mau nge-judge saya. Atau mau bilang saya lebih sayang Aga daripada Amay? It's a big NO!! Saya selalu berusaha memberikan kasih sayang yang sama pada dua anak laki-laki saya. Bahkan kalau boleh cerita yaa, saya dulu malah sering menangis waktu Aga bayi. Saya sering menangis karena merasa mengabaikan Amay. Mungkin itu termasuk baby blues syndrome. Tapi alhamdulillah ngga lama koq, dan saya mulai mencintai Aga sebesar cinta saya pada kakaknya.
Belum selesai soal berat badan, "keresahan mereka" merambah ke perkembangan fisik anak-anak saya.
Umur 8 bulan, gigi Amay belum keluar. Sedangkan teman sepantarannya yang lahir 2 minggu setelah Amay, sudah punya 2 gigi seri. Sambil bercanda, ibu si bayi bilang, "Untumu ndi, May? Iki wis biso nglethuk balung lho. (gigimu mana, May? Ini aja udah bisa makan tulang lho)"
Saya tau dia hanya bercanda. Tapi candaannya yang terus menerus dilontarkan tiap kami berjumpa, mau ngga mau bikin saya rendah diri juga. Apalagi gigi Amay yang terlambat tumbuh itu sempat membuat saya khawatir kalau-kalau Amay memang ngga punya gigi. Tapi alhamdulillah, umur 12 bulan, gigi seri bagian kiri atasnya muncul juga.
Yup, gigi Amay yang tumbuh pertama itu adalah kado ulang tahunnya dari Allah. 😂
Nah, belajar dari pertumbuhan Amay, ketika di umur 8 bulan gigi Aga belum tumbuh, dan kejadian ini kembali "meresahkan" tetangga saya, saya mencoba menenangkan mereka dengan berkata, "Tenang...dulu Amay punya gigi pas umur 12 bulan." Alhamdulillah, mereka jadi tidak khawatir lagi. 😜
Urusan gigi sudah terlewati. Lalu apalagi?
Jalan.
"Maaayyy...lomba lari yuk, May!" dan saat itu Amay baru merangkak. Teman Amay yang 2 minggu lebih muda dari Amay itu sudah bisa jalan. Dia memang tidak melalui proses merangkak seperti Amay. Tapi Amay dibilang keasikan merangkak jadi males jalan.
Sabar...sabar... Dan tibalah saat yang dinanti-nanti, Amay bisa berjalan di umur 15 bulan. Hal ini saya jadikan acuan untuk perkembangan Aga. Sama dengan kakaknya, Aga juga melangkahkan kaki pertamanya di usia ini. Catatan ini saya jadikan senjata untuk menenangkan mereka yang resah dengan kemampuan berjalan Aga yang katanya cukup terlambat. 😀
Ngga apa-apa, saya mah santai orangnya. Lha wong kata ibu saya, Mas Pepi juga bisa jalan umur 18 bulan koq.😇
Selesai urusan jalan, yang masih saya hadapi saat ini adalah kemampuan bicara Aga. Aga kini 25 bulan dan kosa katanya baru beberapa saja.
Iya, Aga baru bisa mengucap "Ma, Pa, top! (stop!), dan ua (dari kata "aqua", minum maksudnya)" Entah darimana dia dapat kosakata terakhir itu. Padahal kami juga selalu mengatakan "mimik" atau "minum". Dan untuk kata "top!", itu karena setiap keluar dari kamar mandi, kami memintanya untuk berdiri di atas keset dulu. "Stop! Jangan jalan-jalan dulu nanti kepeleset!" gitu. Nah sekarang tanpa dikomando pun dia akan bilang "stop!" sendiri.
Apa saya ngga khawatir melihat Aga yang belum bisa bicara banyak kata? Tentu saja kekhawatiran itu ada. Tapi saya mencoba mengingat perkembangan Amay waktu dulu. Amay bisa mengucap kata "pipis" di usia 26 bulan. Ini yang mempermudah proses toilet training-nya dahulu. Di usia 26 bulan juga, Amay bisa mengucap kata "putuk" yang berarti "tutup", dan beberapa kata lain yang konsonannya masih terbalik-balik.
Mohon do'anya saja ya, supaya Aga segera bisa bicara banyak kata. 😊😊
Saya ibu dari dua anak, yang memang sudah terlihat berbeda tak hanya dari fisik, tapi juga dari cara melahirkannya. Amay, si sulung, dikeluarkan paksa melalui perut saya. Dan Aga, adiknya, saya lahirkan per vaginam.
Komentar orang-orang pada Amay dan Aga bermacam-macam. Amay yang secara fisik mirip saya, -kurus dan terlihat seperti tulang berjalan-, dan Aga yang dari perawakan hingga struktur giginya mirip sekali dengan sang papa.
Aga 2 tahun |
Amay, 2 tahun |
Orang-orang sering membandingkan keduanya. Dulu, waktu saya belum memiliki Aga, komentar pedas mesti saya telan, sendirian. Saya pernah dibilang hanya mengurusi suami dan mengabaikan Amay, karena Amay bertubuh kecil. Kadang mereka yang berkomentar memang tak memikirkan bagaimana perasaan saya yaaa... Padahal kalau dipikir-pikir, ibu mana sih yang tak ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya? Ibu mana yang tak ingin melihat anaknya tumbuh "normal" seperti "dambaan" orang lain?
Kenapa kata normal dan dambaan saya beri tanda petik? Ya karena sering saya jumpai seseorang sedang mengharapkan anak orang lain tumbuh seperti yang dia inginkan. Padahal ibu si anak mah biasa aja.
Contoh kasus, "Amay beratnya berapa? Kelihatannya kurus ya? Minum susu nggak?" dan ketika saya jawab bahwa Amay ini full ASI sampai umur 2 tahun, ditambahi lagi deh kalimatnya, "Ooh...mestinya dikasih susu biar agak berisi. Kasihan lho, kayak anak kurang gizi." 😬😤
Ada yang begitu? Adaaaa... Saya sudah kenyang dengan sindiran seperti itu. Awalnya sih saya selalu jawab, "Amay ini doyan buah, doyan sayur juga lho... Makannya juga lahap koq." Tapi lama-kelamaan seiring dengan imunitas saya yang makin kebal terhadap nyinyiran, saya ladeni mereka dengan satu senyum saja. 😊
Amay kan memang seperti saya, mau makan sebanyak apa, badannya cuma segitu-gitu aja. Bisa naik paling sekilo-dua kilo, itu pun perlu waktu berbulan-bulan. Susahnya tuh ya, udah susah payah menaikkan berat badan, eeeh, langsung turun drastis hanya karena demam dua hari.
Beda dengan Amay, Aga, adiknya punya badan yang lebih montok. Orang-orang ngga akan percaya kalau Aga ini makan karbo-nya hanya sedikit. Jumlah suapan Aga itu ya, paling hanya sekitaran 6-10 suap sendok bayi. Tapi alhamdulillah Aga masih doyan sayur, meski dia hanya suka buah-buahan tertentu saja.
Kalau ditanya, koq bisa? Ya jawabnya takdir, hihihi... Aga sama lincahnya dengan Amay koq. Dia hobi banget main bola. Dia juga sering jalan cepat -kalau belum bisa dikatakan berlari- kesana kemari.
Dari rahim saya sudah lahir dua macam anak dengan perawakan tubuh yang berbeda. Monggo aja sih kalau masih mau nge-judge saya. Atau mau bilang saya lebih sayang Aga daripada Amay? It's a big NO!! Saya selalu berusaha memberikan kasih sayang yang sama pada dua anak laki-laki saya. Bahkan kalau boleh cerita yaa, saya dulu malah sering menangis waktu Aga bayi. Saya sering menangis karena merasa mengabaikan Amay. Mungkin itu termasuk baby blues syndrome. Tapi alhamdulillah ngga lama koq, dan saya mulai mencintai Aga sebesar cinta saya pada kakaknya.
Belum selesai soal berat badan, "keresahan mereka" merambah ke perkembangan fisik anak-anak saya.
Umur 8 bulan, gigi Amay belum keluar. Sedangkan teman sepantarannya yang lahir 2 minggu setelah Amay, sudah punya 2 gigi seri. Sambil bercanda, ibu si bayi bilang, "Untumu ndi, May? Iki wis biso nglethuk balung lho. (gigimu mana, May? Ini aja udah bisa makan tulang lho)"
Saya tau dia hanya bercanda. Tapi candaannya yang terus menerus dilontarkan tiap kami berjumpa, mau ngga mau bikin saya rendah diri juga. Apalagi gigi Amay yang terlambat tumbuh itu sempat membuat saya khawatir kalau-kalau Amay memang ngga punya gigi. Tapi alhamdulillah, umur 12 bulan, gigi seri bagian kiri atasnya muncul juga.
Amay 1 tahun, masih titah, gigi baru 1 |
Yup, gigi Amay yang tumbuh pertama itu adalah kado ulang tahunnya dari Allah. 😂
Nah, belajar dari pertumbuhan Amay, ketika di umur 8 bulan gigi Aga belum tumbuh, dan kejadian ini kembali "meresahkan" tetangga saya, saya mencoba menenangkan mereka dengan berkata, "Tenang...dulu Amay punya gigi pas umur 12 bulan." Alhamdulillah, mereka jadi tidak khawatir lagi. 😜
Urusan gigi sudah terlewati. Lalu apalagi?
Jalan.
"Maaayyy...lomba lari yuk, May!" dan saat itu Amay baru merangkak. Teman Amay yang 2 minggu lebih muda dari Amay itu sudah bisa jalan. Dia memang tidak melalui proses merangkak seperti Amay. Tapi Amay dibilang keasikan merangkak jadi males jalan.
Sabar...sabar... Dan tibalah saat yang dinanti-nanti, Amay bisa berjalan di umur 15 bulan. Hal ini saya jadikan acuan untuk perkembangan Aga. Sama dengan kakaknya, Aga juga melangkahkan kaki pertamanya di usia ini. Catatan ini saya jadikan senjata untuk menenangkan mereka yang resah dengan kemampuan berjalan Aga yang katanya cukup terlambat. 😀
Ngga apa-apa, saya mah santai orangnya. Lha wong kata ibu saya, Mas Pepi juga bisa jalan umur 18 bulan koq.😇
Selesai urusan jalan, yang masih saya hadapi saat ini adalah kemampuan bicara Aga. Aga kini 25 bulan dan kosa katanya baru beberapa saja.
Iya, Aga baru bisa mengucap "Ma, Pa, top! (stop!), dan ua (dari kata "aqua", minum maksudnya)" Entah darimana dia dapat kosakata terakhir itu. Padahal kami juga selalu mengatakan "mimik" atau "minum". Dan untuk kata "top!", itu karena setiap keluar dari kamar mandi, kami memintanya untuk berdiri di atas keset dulu. "Stop! Jangan jalan-jalan dulu nanti kepeleset!" gitu. Nah sekarang tanpa dikomando pun dia akan bilang "stop!" sendiri.
Apa saya ngga khawatir melihat Aga yang belum bisa bicara banyak kata? Tentu saja kekhawatiran itu ada. Tapi saya mencoba mengingat perkembangan Amay waktu dulu. Amay bisa mengucap kata "pipis" di usia 26 bulan. Ini yang mempermudah proses toilet training-nya dahulu. Di usia 26 bulan juga, Amay bisa mengucap kata "putuk" yang berarti "tutup", dan beberapa kata lain yang konsonannya masih terbalik-balik.
Mohon do'anya saja ya, supaya Aga segera bisa bicara banyak kata. 😊😊